Kisah Siti Masyitoh: Tukang Sisir Keluarga Firaun

Ridhmedia
20/03/14, 18:27 WIB



Bismillah, Alhamdulillah, sholawat dan salam keatas Nabi Saw. beserta keluarga dan para sahabat serta pengikutnya hingga final zaman.
Sahabat Muslim mungkin kisah ini sudah hampir musnah ditelan zaman atau telah dilupakan oleh kalangan ummat islam, belum dewasa generasi muda muslim dikala ini mungkin saya yakin mereka tidak pernah dengar kisah yang sangat menawarkan ide besar dalam kehidupan, bagaimana keteguhan dan keyakinannya menimbulkan ia perempuan yang mulia disisi Allah SWT. Siapa perempuan mulia tersebut dialah Siti Masyitoh yang hidup pada zaman Fir’aun dan sekaligus menjadi pembantu mengurus anak-anaknya Fir’aun. Kisah ini saya dapatkan dari guru-guru saya pada dikala duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah.Berikut Kisahnya

***

“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara sesudah mendengar dongeng putrinya wacana keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.

“Baru saja saya mendapatkan laporan dari Hamman, menteriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang latih si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh tiba menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kau telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” hardik Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya tetapkan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kau sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat perilaku Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya semoga menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kau lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kau tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kau tidak kasihan padanya.”

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah niscaya menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan kesepakatan Allah.” Melihat bayinya sanggup berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iktikad Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.

Allah pun menunjukan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak mencicipi panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang perempuan shalihah berjulukan Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada ancaman yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.

Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, ia mencium aroma bau yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu ialah kuburan seorang perempuan shalihah yang berjulukan Siti Masyitoh,” jawab Jibril.

[Dari Berbagai Sumbernya]
Komentar

Tampilkan

Terkini