Biang Kerok Kerusakan Agama Dan Negara

Ridhmedia
05/08/16, 11:00 WIB

Kemungkaran berjamaah selalu menjadi animo di negara jahiliyah, negara yang sistem kehidupannya tidak terikat dengan syari’at Allah. Pertanyaannya, mengapa di negara Indonesia yang secara umum dikuasai terbesar penduduknya beragama Islam, cara hidup jahiliyah dan kekafiran menjadi pilihan? Sehingga negara kita karam dalam kerusakan moral, kekerasan seksual menimpa generasi muda ke tingkat yang semakin mengerikan. Korupsi, mabuk miras, dan narkoba menjadi pilihan gaya hidup yang terus mengundang bencana.

Kita sering mendengar wanita dijadikan alat transaksional. Perempuan dijadikan “hadiah” untuk menyogok hakim semoga memenangkan kasus hukumnya.. Menyuap pejabat semoga syahwat politik maupun bisnisnya terpenuhi. Sekarang prilaku bejat itu dicontoh bawah umur muda menyerupai masalah di Bengkulu, 14 orang abg memperkosa seorang gadis. Mengerikan!

Siapa bergotong-royong biang kerok kerusakan agama dan negara, sehingga masyarakat terus menerus dirundung nasib tragis? Ada dua faktor utama sebagai penyebabnya:

Pertama, kerusakan agama dipicu oleh perilaku ulama. Krusakan agama yang diproduksi oleh ulama, tokoh agama, yakni memasukkan unsur bid’ah sebagai kepingan dari aliran agama.

Membangkitkan aliran Syiah yang menghalalkan mencerca sobat Nabi Saw dan menista istrti dia yakni produksi ulama. Munculnya Ahmadiyah dengan ajaran, “ada nabi sesudah Nabi Muhammad” yakni kerjaan ulama.

Ulama lah yang mencarikan dalil untuk membenarkan kesesatan masyarakat maupun kezaliman penguasa. Berbuat sesat tapi punya alasan memakai dalil agama, tidak mungkin dilakukan orang awam, melainkan ulama. Merekalah yang memberikan soal-soal keagamaan yang keluar dari aliran kitab suci, lantaran merasa punya otoritas religius.

Bid’ah merupakan salah satu persoalan pokok dalam Islam. Karena bid’ah lah, berapa banyak darah tertumpah akhir saling membunuh sesama muslim. Bagaimana kelompok khawarij menumpahkan darah khalifah Utsman bin Affan. Kekompok Syiah menumpahkan darah kaum muslim dan memicu permusuhan di negara-negara Islam. Beberapa waktu kemudian di Jawa Timur muncul Banser dan Anshar menurunkan bendera yang mengajak menegakkan khilafah, dengan alasan anti Pancasila. Sementara mereka tidak bereaksi dikala PKI muncul dengan kaos bergambar palu arit, padahal PKI yakni pemberontak terhadap NKRI. Bahkan mereka ikut dalam program sesat Syiah.

Perbuatan bid’ah dilindungi dan dibela oleh ulama dan penguasa. Bid’ah lawannya Sunnah.

Imam Asy Syatibi menyatakan: “Munculnya perpecahan dan permusuhan sesama Muslim dikala muncul kebid’ahan.” Begitupun Ibnu Taymiah pernah berkata, “Bid’ah itu identik dengan perpecahan, sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.”

Kedua, kerusakan negara dilakukan oleh penguasa dengan memproduksi kezaliman. Untuk menguatkan kezalimannya, penguasa membutuhkan proteksi ulama. Kolaborasi ulama su’ dan penguasa zalim, sangat berbahaya bagi kepentingan rakyat.

Berkembangnya opini mungkar, “hubbul wathan minal doktrin (cinta tanah air yakni kepingan dari iman” datangnya dari ulama. Begitupun munculnya pernyataan sesat yang membenarkan muslim mengangkat pemimpin kafir, “Pemimpin kafir yang jujur lebih baik dari pemimpin Muslim yang korup” yakni produk ulama bejat. Bahkan tidak segan memanipulasi pendapat ulama lain untuk menguatkan kesesatannya.

Lalu bagaimana, berdasarkan Islam, langkah konkrit meluruskan bid’ah yang diproduksi ulama sesat dan mengatasi kezaliman penguasa, dijelaskan dalam Al-Qur’an. Apa penyebab keterpurukan agama dan kehidupan dunia diterangkan dalam ayat berikut:

“Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa mukjizat-mukjizat yang jelas. Kami telah turunkan kitab suci dan syari’at yang adil bersama para rasul, semoga insan menegakkan keadilan. Kami telah menurunkan besi yang memiliki kekuatan andal dan sangat bermanfaat bagi manusia. Allah hendak menguji manusia, siapa di antara insan yang mau membela agama dan rasul-Nya lantaran beriman kepada yang ghaib. Sungguh Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa. (QS Al-Hadiid (57) : 25)
Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim. Kami telah menunjukkan kenabian dan kitab suci kepada anak keturunan mereka. Di antara anak keturunan Nuh dan Ibrahim ada yang menerima hidayah, tetapi sebagian besar dari mereka kafir. (QS Al-Hadiid (57) : 26)
Kemudian Kami susulkan beberapa; orang rasul kepada generasi-generasi berikutnya. Kami susulkan pula ‘Isa bin Maryam. Kami turunkan Alkitab kepada ‘Isa bin Maryam. Kami masukkan rasa kasih sayang, santun, dan sifat menjauhkan diri dari hawa nafsu ke dalam hati pengikut-pengikut ‘Isa. Adapun para pendeta Katolik yang hidup membujang, mereka telah merekayasa syari’at palsu yang sama sekali tidak pernah Kami memutuskan bagi mereka. Mereka sendiri yang merekayasa dengan alasan untuk mencari keridhaan Allah. Para pendeta itu terbukti tidak memperhatikan aliran Alkitab secara benar. Di darul abadi kelak, Kami akan menunjukkan pahala kepada Bani Israil yang beriman. Tetapi sebagian besar dari Bani Israil itu kafir.” (QS Al-Hadiid (57) :27)

Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para rasul kepada umat insan untuk memperbaiki kerusakan yang mereka timbulkan. Para utusan itu juga diutus untuk menegakkan keadilan, dan cara menegakkannyapun dijelaskan pada ayat ini. Karena itu, insan tidak akan mungkin sanggup menegakkan keadilan tanpa mengikuti jalan dan methode yang ditempuh para rasul itu.

Menegakkan keadilan, bukan saja pada insan tapi juga pada alam semesta, merupakan hal prinsip dalam Islam. Kezaliman sanggup dilenyapkan bila keadilan ditegakkan. Akan tetapi tidak mungkin keadilan sanggup ditegakkan di atas landasan hawa nafsu. Karena itu pula, penguasa manapun baik muslim maupun kafir kalau zalim pasti akan dibinasan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Keadilan merupakan aksioma kehidupan manusia. Hilangnya keadilan merajalelanya kezaliman. Dan keadilan tidak mungkin sanggup tegak tanpa menegakkan Syariah Ilahy. Penguasa Indonesia hari ini, tidak peduli syariat Allah, dan segala bentuk kerusakan pun terjadi tanpa sanggup ditanggulangi. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Setiap nabi yang Kami utus ke suatu negeri, pasti ada penduduknya yang mengingkari kenabiannya. Karena itu Kami timpakan kesulitan dan penderitaan kepada mereka, supaya mereka mau taat kepada Allah. (QS Al-A’raaf (7) : 94)
Kemudian Kami gantikan nasib jelek mereka dengan nasib yang lebih baik. Ketika kaum nabi itu mencapai kemakmuran dan jumlah mereka semakin banyak, mereka berkata: “Kesengsaraan dan kesejahteraan yang pernah menimpa nenek moyang kami disebabkan perubahan kondisi alam.” Mereka tidak menyadari kesesatannya, maka Kami timpakan siksa kepada mereka secara mendadak. (QS Al-A’raaf (7) : 95)
Sekiranya penduduk banyak sekali negeri mau beriman dan taat kepada Allah, pasti Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi lantaran penduduk negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka akhir dari dosa-dosa mereka. (QS Al-A’raaf (7) : 96)

Serial Kajian Malam Jum’at, 5 Mei 2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Jogjakarta.

Narsum: Amir Majelis Mujahidin, Ustadz Muhammad Thalib.

Notulen: Irfan S Awwas

Sumber: arrahmah.com
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+