Tanpa memperkenalkan diri atau membuka identitas dirinya, Nabi Khidr berkata, “Aku percaya bahwa apa yang dikehendaki Allah niscaya akan terjadi, tetapi saya tidak mempunyai sesuatu apapun yang bisa kuberikan kepadamu!!”
Sang budak berkata, “Aku meminta kepadamu bi-wajhillah, bersedekalah kepadaku, sebab saya melihat wajahmu sebagai orang yang baik (saleh), sebab itu saya mengharap berkah darimu!!”
Beliau berkata, “Aku beriman kepada Allah, tetapi saya tidak mempunyai sesuatu yang bisa kuberikan kepadamu, kecuali jikalau engkau ingin menjual diriku sebagai budak!!”
Budak itu terpana memandang Nabi Khidr seolah tidak percaya, dirinya sendiri sebagai budak, bagaimana mungkin bisa menjual orang merdeka sebagai budak? Kemudian ia berkata, “Apakah hal itu boleh dilakukan??”
Beliau berkata, “Engkau telah meminta kepadaku dengan atas nama Allah Yang Maha Agung, dan saya tidak bisa mengecewakan engkau demi Wajah Tuhanku. Juallah aku, dan pergunakanlah akhirnya untuk memenuhi kebutuhanmu!!”
Budak tersebut yaitu budak mukatab, atau disebut juga budak kitabah, yakni yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan jikalau bisa membayar harganya walau dengan mengangsur. Ia juga tidak dibebani pekerjaan tuannya, dan bebas berusaha untuk memperoleh uang penebusan dirinya.
Mendengar penuturan Nabi Khidr tersebut sang budak sangat gembira. Ia segera membawa dia ke kawasan penjualan budak, dan terjual seharga empatratus dirham, cukup untuk membayar pembebasan dirinya. Tinggallah Nabi Khidr bersama ‘tuannya’ yang membelinya, tetapi selama beberapa hari lamanya dia tidak diperintahkan apa-apa. Tampaknya orang yang membeli dia itu orang yang baik, ia tidak tega ‘membebani’ dia dengan pekerjaan sebab dia kelihatan sangat lemah dan berusai sangat tua.
Nabi Khidr merasa tidak lezat sebab orang itu telah membayar mahal tetapi tidak memperoleh manfaat apa-apa dari dirinya. Suatu dikala tuannya itu akan pergi untuk suatu keperluan, dia berkata, “Anda telah membeli diriku sebagai budak, maka perintahkanlah pada diriku untuk mengerjakan sesuatu!!”
Orang itu, yang juga tidak mengetahui kalau budak yang dibelinya yaitu Nabi Khidr, berkata, “Aku khawatir akan memberatkan dirimu, engkau tampak telah sangat renta dan lemah!!”
Beliau berkata, “Tidak ada sesuatu yang memberatkan diriku!!”
“Baiklah kalau engkau memaksa, “Kata orang itu, “Pindahkanlah batu-batu di halaman ini ke belakang!!”
Di halaman rumah orang itu memang banyak berserak batu-batu yang cukup besar, yang membutuhkan beberapa hari untuk dipindahkan ke belakang rumahnya. Jika dipindahkan dalam satu hari, membutuhkan setidaknya enam orang yang cukup berpengaruh dan kekar. Belum setengah hari, orang itu telah kembali ke rumah dan batu-batu itu telah dipindahkan semuanya ke belakang. Orang itu berkata kepada Nabi Khidr, “Baik sekali pekerjaanmu, sungguh engkau mempunyai kekuatan yang tidak kusangka-sangka!!”
Suatu dikala orang itu memanggil Nabi Khidr dan berkata, “Aku akan pergi beberapa hari lamanya, jagalah keluargaku dengan baik!!”
Beliau berkata, “Baiklah, tetapi perintahkanlah pula saya mengerjakan sesuatu!!”
Orang itu berkata, “Aku khawatir akan memberatkan dirimu!!”
Beliau berkata lagi, “Tidak ada sesuatu yang akan memberatkan diriku!!”
Orang itu termenung sejenak, ia sungguh tidak tega memberi beban pekerjaan kepada orang yang telah tampak sangat renta tersebut, tetapi sebab memaksa, ia berkata, “Jika demikian, buatlah kerikil bata, saya akan menciptakan rumah sehabis pulang dari perjalanan ini!!”
Tentu saja pekerjaan yang amat gampang bagi Nabi Khidr, bahkan lebih dari itupun dia bisa melakukannya, sebab dia memang dikarunia Allah banyak sekali macam karamah. Beberapa hari berlalu, orang itu pulang kembali tetapi ia tidak menemukan tumpukan kerikil bata, sebaliknya ia melihat suatu rumah cukup megah, sesuai dengan yang direncanakannya, pada kawasan yang disiapkannya. Ia tidak mengerti, padahal ia tidak pernah menceritakan citra rumah yang ingin dibangunnya kepada siapapun.
Orang itu segera menemui Nabi Khidr di tempatnya, dan berkata, “Aku akan bertanya kepadamu bi-wajhillah, siapakah bahwasanya engkau ini!!”
Nabi Khidr berkata, “Engkau telah bertanya kepadaku dengan kata bi-wajhillah, dan kata bi-wajhillah itulah yang menyebabkan saya sebagai budak. Aku sesungguhnya Khidr yang namanya telah sering engkau dengar ……!!”
Kemudian Nabi Khidr menceritakan bencana yang dia alami sehingga menjadi budak, dan dia menutup ceritanya dengan berkata, “Barang siapa yang diminta dengan perkataan bi-wajhillah, kemudian menolak undangan orang itu padahal ia bisa memberi, maka pada hari simpulan zaman ia akan tiba dengan jasad tanpa daging, dan nafasnya akan terengah-engah tanpa henti!!”
Perasaan orang itu bercampur baur antara senang, takut, haru, khawatir, dan banyak sekali perasaan lainnya. Siapakah orang saleh di masa itu yang tidak ingin bertemu dengan Nabi Khidr? Siapapun niscaya menginginkannya, dan tanpa menyadarinya ia telah tinggal bersama dia selama berhari-hari. Ia berkata, “Aku beriman kepada Allah, dan saya telah menyusahkan dirimu, wahai Nabiyallah, andaikata saya tahu tidak perlu terjadi bencana ibarat ini!!”
Nabi Khidr berkata, “Tidak mengapa, engkau yaitu orang yang baik!!”
Orang itu berkata, “Wahai Nabiyallah, silahkanlah engkau mengatur rumah dan keluargaku sesuka engkau, atau bila ingin bebas dari perbudakan ini, saya akan memerdekakan!!”
Nabi Khidr berkata, “Aku ingin engkau memerdekakan aku, semoga saya bisa bebas beribadah kepada Allah!!”
Maka orang itu memerdekakan dia tanpa syarat apapun, dan Nabi Khidr berkata, “Maha Terpuji Engkau, ya Allah, yang telah mengikat saya dalam perbudakan, kemudian menyelamatkan saya darinya. Ya Allah, semoga Engkau menyebabkan kami sebagai orang-orang yang berakhlak baik dan membantu saudara-saudara kami lainnya mencapai surga.”