Kisah Suhail Bin Amr Memeluk Islam Dikala Fathul Mekkah

Ridhmedia
25/05/18, 14:25 WIB



Mengenal Suhail bin Amr

Suhail bin Amr ialah pemimpin bani amir, dikenal juga dengan Abu Yazid. Ia memiliki kemuliaan dan kedudukan tinggi di kalangan kaum Quraisy, layaknya Abu Jahal, Uthbah bin Rabiah, Abu Sufyan, dll.

Anak laki-lakinya berjulukan Abdullah dan Abu Jandal. Anak perempuannya, Sahlah, istri dari bubuk hudzaifah yang merupakan anak dari Uthbah bin Rabiah. (Mungkin ada lagi, tapi setelah mencari kesana kemari, yang saya tahu hanya tiga ini)

Kemampuan berpidato dan diplomasinya sudah sangat dikenal. Ia juga ingin mewariskan kemampuannya itu ke kedua anak laki-lakinya. Karena itu, setiap kali suhail berjalan-jalan atau menghadiri pertemuan-pertemuan pembesar Quraisy, Abdullah dan Abu Jandal selalu dibawa besertanya.

Ia pernah menangani sengketa antara orang yahudi dan quraisy yang beradu mulut. Ceritanya, tahun kemudian orang quraisy (Q) membeli barang orang yahudi (Y) dengan berhutang dulu, berharap ketika barang-barang itu terjual, hutangnya bisa dibayar. Tapi ternyata barangnya Y ini jelek-jelek, sehingga tidak laris dijual. Q pun menjadi rugi, dan tidak mau membayar hutangnya dengan penuh (rugi ditambah kesal alasannya ialah ditipu). Tapi Y tetap berdalih itu diluar tanggung jawabnya, bisa saja barangnya menjadi buruk ketika di perjalanan/selama penyimpanan oleh Q. Suhail bin Amr menengahinya, dengan membayarkan sisa hutang orang yahudi itu.



Polemik alasannya ialah keislaman keluarganya

Ketika Rasulullah menyerukan islam di Makkah, Suhail bin Amr termasuk salah satu orang yang sangat kekeuh menentang islam. Ia senantiasa menghasut orang-orang biar membenci Rasulullah, dengan berpidato kemana-mana.

Tetapi ternyata, anak-anaknya, abdullah dan sahlah (istrinya bubuk hudzaifah), justru ialah orang yang pertama-tama masuk islam. Tidak usang kemudian, Suhail mengetahuinya. Kalau yang Sahlah, kepergok ketika shalat. Sedangkan abdullah, memang berani mengkonfrontasi Suhail dengan menyatakan keislamannya, yang ketika itu berkata (keren lah ini),

“Mana yang lebih kamu sukai, lawan yang berani, terhormat dan berintegritas, atau pengikut yang pengecut yang tidak memiliki integritas?”

“Jelas yang pertama, tapi yang terbaik ialah sekutu yang berintegritas.”

“Ketahuilah ayah, bahwa saya ialah muslim.”

Dan hasilnya Abdullah diusir, tidak diakui sebagai anak lagi.

Sedangkan Abu Jandal, yang gotong royong sudah islam juga, masih menyembunykan keislamannya di depan ayahnya. Dia anak yang sangat patuh, Suhail pun sangat menyayanginya. Sepertinya terselip agenda dakwah dibalik kepatuhan Abu Jandal ini. Tapi Suhail masih saja bebal.

Abdullah hijrah ke habasyah kemudian pulang lagi ke Makkah alasannya ialah mengira islam telah menang. Ketika kembali ke Makkah, Suhail mengatur tipudaya untuk menangkap Abdullah. Abu jandal yang sudah tidak tahan lagi, hasilnya mengugkapkan pada ayahnya bahwa ia juga telah islam. Suhail marah, dan memenjarakan kedua anaknya itu, Abdullah dan Abu Jandal.

Perang Badr dan Menjadi Tawanan

Ketika perang badar, Suhail termasuk baris depan pasukan Quraisy (sejenis panglima mungkin). Sebelum Suhail berangkat perang, anaknya, Abdullah, berpura-pura mengalah dan akan mengikuti Suhail berperang membela Quraisy. Suhail pun membebaskannya. Tapi di medan perang, Abdullah kabur dari pasukan Quraisy dan kembali berpihak ke Rasulullah.

Singkat cerita, kaum musyrikin quraisy kalah di perang badar, dan Suhail menjadi tawanan. Saat ditawan, ia melihat bagaimana muslim sangat baik dalam memperlakukan tawanan perang. Setelah tebusannya dibayar, Suhail pun hasilnya dibebaskan.

Ada riwayat mengatakan, sewaktu Suhail tertawan setelah perang Badar, Umar bin Khattab segera menuju kearahnya dan hendak mematahkan giginya biar tidak bisa lagi berpidato untuk menghasut orang dan menebar fitnah (ditonjok mungkin maksudnya), tapi Rasulullah mencegahnya dan bersabda kepada Umar,

“Biarlah. Mungkin suatu ketika gigi itu akan membuatmu senang.”

Akhirnya Suhail bin Amr dibiarkan hidup dan masih terus memerangi kaum Muslimin.

Negosiator Perjanjian Hudaibiyah

Di tamat tahun keenam hijrah, Rasulullah SAW bersama para sahabatnya pergi ke Makkah untuk melaksanakan umrah. Keberangkatan mereka ini diketahui oleh Quraisy, hingga mereka pergi menghadang. Mereka bermaksud menghalangi kaum Muslimin berangkat ke kota Makkah. Utusan Quraisy tiba silih berganti kepada Rasulullah untuk melarang kaum muslimin melaksanakan umrah, dengan banyak sekali bahaya dan lain lain. Tapi, mereka tidak bisa berbuat apa-apa alasannya ialah keteguhan hati Rasulullah dan kaum muslimin.

Karena para pembesar Quraisy tidak mengerti-mengerti juga, hasilnya Rasulullah mengutus Utsman bin Affan. Tapi Utsman tak kunjung kembali dan tersiar kabar kalau Utsman di bunuh. Mendengar itu, kaum muslilim berbai’at tidak akan meninggalkan kawasan itu sebelum memerangi Quraisy. Belakangan diketahui gosip itu hoax dan Utsman pun kembali dengan selamat.

Quraisy yang panik dan ketakutan hasilnya mengutus Suhail bin Amr untuk bernegosiasi dengan Rasulullah. Terjadilah perundingan yang berlangsung usang di antara mereka. Dengan pongahnya ia menolak ketika Rasulullah meminta perjanjian itu dibuka dengan “Bismillahirrahmanirrahiim.” Ia berkata,

“Demi Allah saya tidak tahu, siapa itu Ar Rahman? Tetapi tulislah Bismika Allahumma !”
Rasulullah mengalah. Kemudian ketika dituliskan, “Muhammad, utusan Allah.” Suhail pribadi berkata,

“Andaikata kami yakin bahwa engkau Rasulullah, kami tidak akan menghalangimu masuk Masjidil Haram dan tidak pula memerangimu. Karena itu tulislah Muhammad bin Abdullah !”

Rasulullah kembali mengalah dan memerintahkan Ali untuk menggantinya ibarat seruan Suhail. Dalam perundingan ini Suhail berusaha hendak mengambil laba sebanyak-banyaknya untuk Quraisy. Dan sepintas, ia terlihat berhasil, alasannya ialah isi perjanjian itu seolah olah sangat merugikan kaum muslimin dan menguntungkan Quraisy.

Seketika setelah perjanjian itu disepakati, Abu Jandal yang berhasil melarikan diri dari makkah tiba hendak menemui Rasulullah. Tapi dengan bermodalkan perjanjian itu, Suhail memaksa Abu Jandal untuk kembali lagi ke Makkah bersamanya, dan Rasulullah serta kaum muslimin tidak sanggup mencegahnya, selain menasihati Abu Jandal untuk bersabar, alasannya ialah Allah akan memperlihatkan baginya akomodasi dan jalan keluar.

Fathul Makkah dan Islamnya Suhail bin Amr

Suhail beserta Shafwan bin Umayyah menghadang pasukan Khalid ketika fathul Makkah. Namun, alasannya ialah kekuatannya sedikit, maka hasilnya mereka kabur. Suhail bersembunyi di rumahnya. Abdullah dan Abu Jandal mendatanginya dan mengajaknya untuk mengalah dan berislam. Karena Suhail masih sangat takut, mengingat ia sangat memusuhi islam sebelumnya, ia tidak berani datang, hingga hasilnya kedua anaknya memperlihatkan jaminan keamanan untuknya.

Rasulullah amat pengasih, dengan perilaku yang sangat lembut, dia menyerukan ,

“Semua kalian bebas..”

Segenap penduduk makkah yang dihantui ketakutan pun menjadi lega, begitu pula dengan Suhail. Ia terpesona dengan kebesaran Nabi Muhammad dan kebesaran islam. Hal ini menyadarkannya, sehingga ia menyerahkan dirinya kepada Allah dengan berislam dengan sebenar-benarnya.

Meninggalnya Rasulullah SAW

Ketika Rasulullah meninggal, beberapa kabilah mulai murtad dan sebagian warga Mekkah mulai goyah. Jika di Madinah ada Abu Bakr dengan pidatonya yang menguatkan kaum muslimin, maka di Makkah bangkitlah Suhail bin Amr sebagai orator ulung yang menyeru kepada kaumnya,

“Wahai penduduk Makkah. Janganlah kalian menjadi insan yang paling tamat masuk ke dalam Islam, dan menjadi orang pertama yang murtad.



Muhammad hanyalah insan biasa yang telah diutus untuk memberikan amanah, menasihati umat.

Islam telah menjadi agama yang Kaffah, yang menjadi aliran dalam perbuatan ibarat apa yang telah Rasulullah SAW lakukan.

Demi Allah, agama ini akan menyebar luas dari ujung timur hingga ke barat.

Maka janganlah kalian terpengaruh oleh orang-orang munafik.

…”

(terharu)

Dan benarlah Rasulullah, bahwa Suhail bin Amr suatu ketika nanti melaksanakan sesuatu yang menyenangkan kaum muslimin dengan lisannya.

Masa Khalifah Umar

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, Suhail bersama beberapa pembesar Quraisy yang telah memeluk Islam, di antaranya Abu Sufyan akan menemui khalifah, tetapi mereka tertahan alasannya ialah Umar belum mengijinkannya. Beberapa ketika kemudian muncul beberapa orang yang dulunya ialah budak, tapi pribadi diijinkan masuk oleh Umar. Abu Sufyan terlihat murka melihat perlakuan Umar tersebut, tetapi Suhail berkata,

“Wahai kaumku, sesungguhnya saya telah melihat apa yang ada di wajah kalian. Sekiranya kalian ingin marah, marahlah pada diri kalian sendiri. Kita semua diseru kepada Islam, mereka bersegera menyambutnya, tetapi kalian terlambat. Sungguh keutamaan yang telah mereka peroleh dahulu lebih banyak yang terluput dari kalian, daripada sekedar keistimewaan pintu Umar yang kalian berlomba memasukinya.”

Suhail sangat menyayangi kampung halamannya, Makkah. Tetapi, setelah kemenangan kaum muslimin di Syria, ia sudah meneguhkan hati ia akan berjihad di jalan Allah hingga ajal menjemputnya. Ia berkata,

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

‘Ketekunan seseorang pada suatu ketika dalam usaha di jalan Allah, lebih baik baginya daripada amal sepanjang hidupnya.’

Maka sungguh Aku akan berjuang di jalan Allah hingga mati, dan takkan kembali ke Makkah!”

Ia pergi ke Syria untuk turut mengambil tugas dalam peperangan disana, perang Yarmuk melawan bizantium. Setelah penaklukan syam, ia bergabung dengan pasukan yang berjaga di garis depan di Syam, dan menghabiskan sisa waktunya disana hingga ia meninggal alasannya ialah penyakit tha’un. Inilah tamat kehidupannya, yang Allah telah mengganti keburukan keburukan yang dilakukan Suhail dengan kebaikan kebaikan.

Sosok islamnya Suhail bin Amr

Suhail ialah sahabat yang banyak melaksanakan shalat, puasa, dan sedekah. Ada yang menyampaikan bahwa dia selalu berpuasa dan shalat tahajjud hingga kondisinya terlihat lusuh dan berubah. Dia banyak menangis bila mendengar ayat-ayat Al Qur`an.

Beberapa sahabat dan orang-orang yang tiba sehabis mereka berkata,

“Tidak ada satu pun pembesar Quraisy yang belakangan masuk Islam, kemudian masuk Islam ketika Fathul Makkah, yang lebih banyak shalatnya, puasanya, dan sedekahnya daripada Suhail. Bahkan tidak ada yang lebih semangat terhadap hal-hal yang mendukung kepada darul abadi dibandingkan Suhail bin Amr.”

Bagaimana dengan kesungguhan Suhail dalam islam? Ia pernah berkata,

“Demi Allah. Saya tidak akan biarkan satu kawasan pun yang di situ saya berada bersama kaum musyrikin melainkan saya berada di sana bersama kaum muslimin ibarat itu juga. Tidak ada satu pun nafkah yang dahulu saya serahkan bersama kaum musryikin melainkan saya infakkan pula kepada kaum muslimin yang serupa dengannya. Mudah-mudahan urusanku sanggup menyusul satu sama lainnya.”

Dulu ia tekun berdiri di depan berhala-berhala, maka setelah islamnya ia pun berbuat lebih dari itu di hadapan Allah. Ia senantiasa beribadah, mensucikan diri dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Dulu ia berperang bersama orang-orang musyrik menghadapi islam, maka setelah islamnya ia pun tampil sebagai mujahid yang gagah berani di barisan tentara islam.

Walaupun Suhail bin Amr gres berislam ketika fathul makkah dan bukan sebelumnya, tetapi kita lihat keislaman dan keimanannya begitu tinggi, hingga sanggup menguasai keseluruhan dirinya dan merubahnya menjadi seorang mujahid yang mati-matian berkorban di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Islam telah menempa dirinya, dengan semua talenta dan karakternya, ketika di sibghah dengan islam, terpaculah seluruhnya untuk menegakan kebenaran, dan senantiasa dalam keimanan. Subhanallah…

Sumber :

Omar ibn Khattab the series.
Kelengkapan Tarikh, Moenawar Chalil, Jilid 1-2
https://www.kisahislami.com/from-zero-to-hero/
https://ridhpedia.blogspot.com/search?q=suhail-bin-amr
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/01/m4xnnz-kisah-sahabat-nabi-suhail-bin-amr-tawanan-yang-jadi-pahlawan-1
https://en.wikipedia.org/wiki/Suhayl_ibn_Amr
https://blagodtima.wordpress.com
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+