Pesona Puteri "Yang" dari Muntok
Isteri Sultan Palembang
----------
Sebagaimana diketahui, dulu, Pulau Bangka Belitung termasuk dalam bab wilayah Kesultanan Palembang Darussalam. Sejak timah di Pulau Bangka telah di ketahui sekitar era ke 17, timah menjadi salahsatu andalan sumber kekayaan bagi kesultanan selain lada. Produksi dan eksploitasi tambang timah mengalami peningkatan yang pesat sehabis Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB l) menggarapnya secara serius dengan mengrekrut dan menambah jumlah tenaga kerja insan (SDM). Sebagian besar SDM tersebut yakni orang-orang Cina peranakan Siantan dari Kepulauan Natuna-Riau. Jumlah mereka sekitar 1000 orang ditempatkan di Muntok, yang dikenal hebat dalam pertambangan. Komunitas keluarga Cina ini beragama Islam. Setiap kaum prianya bergelar "Abang", sedang perempuannya bergelar "Yang". Puteri Yang ini menjadi salahsatu isteri sultan-sultan Palembang dan menerima gelar kehormatan 'Masayu Ratu'.
Selain itu, Muntok agaknya merupakan daerah Istimewa dan mempunyai kenangan tersendiri bagi Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Menurut sejarahnya, baginda sendiri yang menunjukkan nama untuk daerah tersebut. Waktu itu belum berjulukan Muntok. Menurut RM Akib, dalam buku Sejarah Melayu Palembang (1929), diceritakan saat Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo bersama isteri dan pengikutnya kembali dari rihlah ke Siantan menuju Palembang, mereka terlebih dulu singgah di Muntok. Waktu baginda pulang, disebutnya daerah itu "Mantuk", dalam bahasa Palembang asli/bebaso artinya balik atau pulang (Mantuk = Muntok).
Di Pulau Bangka Belitung waktu itu berlaku Undang-Undang Bangka produk yang dirancang dan disusun oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Undang-Undang ini bekerjsama mengacu kepada perundangan yang telah dibuat dan berlaku sebelumnya di zaman Sunan Abdurrahman Candi Walang (1659-1706) dan mertuanya Bupati Nusantara, penguasa Bangka waktu itu. Memang, sehabis Sultan Abdurrahman menikah dengan puteri Bupati Nusantara, Pulau Bangka diwarisi oleh anaknya yang menjadi permaisuri Palembang terutama jikalau ayahnya wafat. Dengan demikian, Bangka menjadi bab wilayah kesultanan dan takluk kepada Palembang.
Peraturan Undang-Undang Bangka tersebut menetapkan etika istiadat yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Bangka yang mencakup semua aspek, termasuklah di antaranya hukum pemerintahan, para pekerja tambang timah, dan perkawinan. Dari 45 kasus yang tercantum dalam perundangan ini, yang menarik dan paling menerima perhatian serius ialah dilema perkawinan. Dalam salahsatu pasalnya menetapkan bahwa dihentikan keras menikahi puteri Muntok bangsa "Yang" kecuali sultan Palembang.
Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo, mempersunting puteri Yang Zamiah (Lim Ban Nio) binti Datuk Dalem Abdul Jabar (Lim Piauw Kin) bin Datuk Nandam Abdul Hayat (Lim Tauw Kian) dalam tahun 1715. Begitu pula selanjutnya dengan sultan-sultan Palembang lainnya.
Nampaknya, pesona puteri "Yang" begitu memikat, mempunyai karisma dan keistimewaan tersendiri, di antaranya:
- Peranakan Cina muslim asal Siantan, Kepulauan Natuna Riau.
- Zuriat bangsawan/ningrat Melayu.
- Ahli dalam bidang pertambangan timah.
- Membantu usaha Sultan Palembang.
- Mendapat gelar kehormatan 'Masayu Ratu'.
- Hingga selesai hayatnya jasadnya dimakamkan bersanding bersama Sultan.
Adapun Sultan-Sultan Palembang beristerikan puteri "Yang", yaitu:
1. Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (1724-1757), menikah dengan puteri Yang Zamiah Masayu Ratu binti Datuk Dalem Abdul Jabar bin Datuk Nandam. Menikah tahun 1715, melahirkan putera-puteri: Raden Ayu Jendul, Pangeran Arya Rustam, Pangeran Adipati Banjar Kutama Raden Pelet, RA Fatimah, dan RA Aisyah.
2. Sultan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo (1757-1776), menikah dengan Yang Mariam Masayu Ratu. Juga mempunyai keturunan.
3. Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1804), menikah dengan Yang Pipah Masayu Ratu Dalem binti Abang Ismail Temenggung Karto Menggalo.
4. Sultan Mahmud Badaruddin ll (1804-1821), menikah dengan Yang Mas Irah Masayu Ratu Ilir binti Abang Haji Abdullah bin Temenggung Karto Menggalo. Melahirkan: Pangeran Prabu Menggala Umar, Pangeran Prabu Diwangsa Zen, RA Azizah, Raden Masyhur, RA Maryam, Pangeran Idrus, RA Cik, Pangeran Prabu Nata Menggala Alwi, dan RA Alwiyah.
Pernah terjadi satu kasus yang dialami oleh Pangeran Syarif Muhammad di masa SMB II. Dalam naskah diceritakan, Pangeran Syarif Muhammad yang merasa termasuk bab dari keluarga kesultanan, rupa-rupanya terpesona akan kemolekan puteri pembesar Muntok berjulukan Yang Amanda, dan dengan secara belakang layar menikahinya. Setelah beritanya tersebar, 'perkawinan terlarang' ini lalu diceraikan oleh SMB ll, isterinya di bawa ke Palembang, sedang ia melarikan diri ke Semenanjung Malaya (Kedah-Malaka) alasannya yakni melanggar etika istiadat dan hukum perjanjian dalam Undang-Undang Bangka tersebut.
Wallahu a'lam.
Ditulis di Palembang, 14/10/2018
Oleh: Ust.Kms.H. Andi Syarifuddin