[] Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menduga narasi "kelompok Taliban" berasal dari pihak Istana Kepresidenan. Itu dilakukan untuk mempolitisasi dan melemahkan KPK.
Meski demikian, Busyro tidak menyebut secara gamblang siapa orang di Istana yang mencuatkan warta tersebut sampai muncul ke permukaan.
"Ini dipolitisir, dan dipolitisasi itu ada indikasi dari Istana, orang Istana," kata Busyro, ketika ditemui di Kantor PW Muhammadiyah Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (14/9/2019), menyerupai dilansir CNNIndonesia.
Busyro menceritakan bahwa bergotong-royong istilah "Taliban" itu sudah ada semenjak usang di internal KPK. Bahkan, sebelum Busyro menjabat sebagai wakil ketua pada periode 2011-2015.
Mulanya, ia mengaku sempat heran terhadap istilah Taliban tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, ia pun mengerti bahwa istilah itu hanyalah kiasan dan dipakai untuk menggambarkan militansi para penyidik.
"Waktu saya masuk sudah ada istilah Taliban, saya heran. Lho kok Taliban? 'Pak ini enggak ada konotasi agama', memang apa? Karena ini icon. Taliban itu menggambarkan militansi orang-orang Afghanistan, dan banyak penyidik KPK itu militan," katanya.
Ia juga menampik istilah Taliban dikaitkan dengan agama tertentu. Apalagi, kalau istilah itu diidentikan dengan radikalisme.
"Ini ada (penyidik) kristian (beragama) Kristen, ini (penyidik) Kadek (beragama Hindu), ini Novel cs dari Islam, jadi mereka biasa-biasa saja, jadi Taliban itu nggak ada istilahnya dalam konteks radikal," ujarnya.
CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin untuk mengonfirmasi pernyataan Busyro. Namun, yang bersangkutan belum merespons.
Isu radikalisme di badan KPK sendiri sudah beberapa kali mencuat ke publik. Salah satunya, pernyataan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane yang menyebut pegawai Taliban di KPK yaitu pengikut penyidik Novel Baswedan. Lalu ada pula Polisi India yang merupakan kubu berseberangan.
Neta dalam keterangan tertulisnya berkata bahwa kedua kelompok tersebut telah melaksanakan agresi saling 'mencakar'. Dia menyebut kini sudah mencapai tahap mengkhawatirkan dan berbahaya bagi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Aksi cakar-cakaran itu, menurutnya, semakin memanas jelang Tim Panitia Seleksi Capim Pimpinan KPK melaksanakan tahapan penjaringan.
Busyro kemudian menyayangkan perilaku pansel yang menurutnya lebih terfokus pada warta radikalisme, ketimbang warta integritas serta rekam jejak para capim KPK. Menurutnya, hal itu menciptakan Irjen Pol Firli Bahuri lolos menjadi sampai tahap simpulan tahap seleksi.
"(Isu Taliban) Dikembangkan oleh pansel. Mengapa gres kali ini pansel itu enggak punya pekerjaan, enggak punya konsep. Ada tiga guru besar, (tapi) bahan psikotesnya pakai isu-isu radikalisme, tapi pertanyaan-pertanyaannya itu childish banget, contohnya kalau ada bendera Merah Putih menghormati itu bagaimana. Sekolah Menengah Pertama itu," katanya.
Di sosial media, warta Taliban KPK didengungkan oleh buzzer-buzzer pendukung Jokowi.
Yang keluar duluan itu kristen taat dan pimpinan. Paham kini kalian kenapa bajer rejim bikin keruh aja https://t.co/fxl0A7qaKN
— BiLLY KHAERUDIN (@BiLLYKHAERUDIN) September 13, 2019