Wajah Komisi Pemberantasan Korupsi Yang Perlu Diubah

Ridhmedia
15/09/19, 07:11 WIB

[]  Hari ini saya hanya bisa melihat perilaku ambil untung para penggagas anti korupsi, yang selama ini dianggap sebagai insan suci. Pembicaraan mereka mirip sabda-sabda para nabi. Kata-katanya anggap kebenaran yang otoritatif.

Sejak awal saya melihat ada semacam "itikad buruk" di balik slogan uang dikampanyekan oleh oknum-oknum yang merasa menjadi serpihan dari KPK. Meminjam istilah Kahlil Gibran, mereka hanya pemburu pangkat dan jabatan yang mencampakkan nasib orang dengan cara menghancurkan watak insan dan menjustifikasinya.

Peran penting yang dimainkan untuk menghukum orang yaitu dengan opini. Berita dibuat, rilis dibacakan, hingga hingga pada skandal di luar dari korupsi disebarluaskan.

Berkat alat canggih yang namanya penyadapan KPK telah menjadi suatu institusi yang seolah-olah menjadi "pencatat dosa". Aktivitas orang diintip dan kita wajib mendapatkan itu cara penegakan aturan yang benar. Padahal MK telah memutuskan bahwa penyadapan harus melalui persetujuan forum peradilan.

KPK mengecualikan diri dalam keputusan MK itu. Alasannya KPK bahwa memberantas korupsi itu harus dengan cara yang luar biasa. Cara yang luar biasa itu termasuk melanggar ketentuan hukum.

Penyadapan yaitu pintu masuk KPK untuk "membukukan dosa". Setelah "buku dosa" rampung, maka operasi tangkap tangan (OTT) dilaksanakan. Bagi saya OTT itu yaitu penjebakan dan banyak masalah yang bisa kita urai wacana penjebakan dalam OTT ini. Dalam istilah aturan pidana OTT tidak mempunyai dasar hukum. Pengacara O.C Kaligis pernah mengungkapkan di muka media bahwa OTT itu penjebakan. Dia berpengalaman saat menjadi pengacara masalah Probosutedjo.

Para pakar aturan yang menciptakan UU KPK juga melihat banyak kesalahan yang dilakukan oleh KPK dan bahkan berbahaya bagi perkembangan aturan Indonesia. Prof. Romli Atmasasmita misalnya, menganggap bahwa banyak hal yang sudah tidak sejalan dengan semangat pembentukan awal KPK.

Prof. Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa pembentukan KPK yaitu untuk menjadi trigger mecanism dari dua forum penegak hukum, yaitu kepolisian dan kejaksaan. Karena dua forum tersebut dianggap gagal maka KPK dibuat dengan kiprah khusus. Dalam teori ketatanegaraan KPK itu yaitu auxiliary state organ (lembaga negara bantu) yang bersifat ad hock.

Kegagalan KPK mungkin tidak bisa dirilis dalam dalam goresan pena ini. Tetapi saya tetap menganggap audit pemeriksaan KPK 2013-2017 melihat ada kegagalan yang sangat mengkhawatirkan. Bahwa KPK gagal melaksanakan pencegahan.

Setiap hari kita disibukkan dengan headline media wacana OTT KPK. Tetapi kita tidak pernah mendengar bagaimana signifikan penangkapan itu dengan penurunan angka korupsi. Jelas bahwa kita disibukkan dengan menangkap orang. Mengutip Fahri Hamzah OTT itu menyerupai berburu di kebun binatang.

KPK, kata politisi dan praktisi aturan Ahmad Yani, telah meninggalkan impian dasarnya, dan menganggap diri sebagai forum yang sakral yang tidak bisa di kritik oleh siapapun. Bahkan saat UU KPK ingin dirubah yang selalu di pojokkan yaitu dewan perwakilan rakyat dan Presiden. Menurut Ahmad Yani, UU KPK bukan barang haram untuk di amandemen. Sebab UU itu harus sesuai dengan perkembangan zaman.

Setiap ada keinginan untuk merubah UU KPK, muncul tagar "Jangan Lemahkan KPK". Bahkan siapapun yang dianggap mendukung perubahan UU KPK atau yang mengkritik KPK selalu dilabelkan Koruptor atau paling tidak pembela koruptor. Makara semua orang selain pendukung KPK di cap jelek dan tidak tanggung-tanggung, forum inti negara pun di cap demikian.

Semua forum inti negara sudah rusak, kemudian penggagas anti korupsi yang dianggap menjadi pejuang anti korupsi diarahkan untuk mengisi kekosongan kepercayaan forum negara itu. Hanya KPK dan NGO serta penggagas anti korupsi yang boleh menduduki forum negara, selain itu dianggap penjahat semua.

Inilah yang oleh George Orwell dalam bukunya sebagai Animal Farm dinamakan Napoleon. Seekor hewan dengan ambisi besar untuk mengendalikan Republik Binatang. Ia menghancurkan sejarah usaha pendahulunya dan mengusir orang yang dianggap saingannya demi untuk mengendalikan Republik Binatang itu.

Berdirinya republik hewan pasca kebebasan bukanlah jaminan yang baik bagi kebebasan para binatang. Tetapi malah menciptakan keadaan semakin memburuk. Namun Napoleon yaitu babi cerdas yang bisa menipu orang dengan akal-akalan sukses.

Gambaran dalam animal Farm itu sanggup dijadikan sebuah ilustrasi bahwa berdirinya KPK untuk menjawab tuntutan reformasi pada awalnya sangat diharapkan. Namun selama 17 tahun beroperasi, justru KPK sukses "membikin kegaduhan" namun tidak sukses memastikan kesejahteraan dan keadilan, sebagaimana yang menjadi tujuan berdirinya KPK.

Karena itu berdasarkan saya, merubah wajah "kepura-puraan" itu harus dengan sistem yang berbeda dan orang yang berbeda. Saya sepakat apa yang dikatakan Prof Romli, Fahri Hamzah, Yusril Ihza Mahendra, Ahmad Yani dan lainnya, bahwa KPK memerlukan perbaikan termasuk perbaikan sistem.

Kita berharap, dengan perubahan UU KPK dan pergantian struktur pimpinan KPK yang gres sanggup menciptakan KPK menjadi forum yang ramah terhadap hukum, HAM dan demokrasi. Karena kiprah KPK yaitu mensukseskan acara reformasi aturan dan demokratisasi, bukan justru menghambat lajunya reformasi aturan dan demokrasi itu.

Melawan korupsi yaitu kiprah kita semua, bukan kiprah segelintir orang. Makara pemberantasan korupsi tidak bisa dimonopoli hanya pada penindakan saja dan kita tepuk tangan sebab banyak orang yang ditangkap, tetapi kiprah kita bersama memastikan di setiap keberadaan kita dan dalam kegiatan kita yaitu mencegah terjadinya korupsi, dan KPK harus memimpin itu sehingga terwujud negara yang bersih, berwibawa, bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

Penulis: Furqan Jurdi

Komentar

Tampilkan

Terkini