Beroposisi, Itu Baru High Politics?

Ridhmedia
17/10/19, 17:49 WIB

“Pak Pratikno menyampaikan: ‘Pak Hidayat, tinggal PKS yang belum bertemu dengan pak Jokowi. Karena itu jika memungkinkan Presiden PKS bisa dijadwalkan bertemu pak Jokowi nanti sore’,”

Pak Hidayat menjawab: “Terimakasih Pak Pratikno, tetapi seperti disampaikan oleh Pak Sohibul Iman, kami mau menjaga ruh demokrasi Indonesia dengan cara menjadi penyeimbang atau oposisi. Kalau semua ikut pemerintah nanti apa kata dunia tentang demokrasi Indonesia’,” katanya.
Hidayat Nurwahid melanjutkan kalau tidak masalah bertemu dengan Presiden Jokowi, tetapi bukan sekarang.

Inilah kisah Sohibul Iman, presiden PKS kepada Gatra (17/20/2019) terkait dialog Hidayat Nurwahid dengan Pratikno. Silaturahim politik itu juga mutlak perlu, sekalipun beda posisi politik. Termasuk dengan Pak Jokowi. Tapi itu bakal kami lakukan setelah pembentukan kabinet. Jadi insya Allah PKS siap bertemu dengan Pak Jokowi setelah kabinet terbentuk,” kata Hidayat Nurwahid.

Sementara Sohibul mengaku mengapreasiasi undangan tersebut, meskipun belum bisa memenuhinya. “Jadi sepertinya memang pak Jokowi juga berniat mengundang PKS. Kami mengapresiasi positif. Tetapi kami sudah tegaskan kalau kami siap bertemu setelah kabinet terbentuk. Bahkan bisa saja kabinet diumumkan pagi misalnya, maka siang atau sorenya kami siap bertemu jika presiden Jokowi berkenan. Atau kapan saja yang penting setelah kabinet diumumkan,” tegas Sohibul Iman.

Ungkapan dua tokoh PKS ini tidak saja sudah mempertegas posisinya selaku partai oposisi, tetapi juga menjaga tegaknya demokrasi. Ciri demokrasi itu berjalan jika ada checks and balances. Terjadi pertukaran serta dialog gagasan yang satu sama lain saling menghargai. Ini layak disebut high politics. Cirinya? Mengedepankan konsistensi moral dari pada mengejar kebutuhan pragmatis serta larut dalam bagi-bagi kekuasaan. PKS konsisten dalam posisi ini.

Memilih oposisi bukan berarti PKS tidak diterpa godaan, atau malah ancaman. Cerita panggung balik biasanya lebih dinamis dari apa yang tampak di permukaan. Dan PKS kokoh pendirian serta mampu melewati semua dinamika panggung balik itu.

Silaturahmi politik? Harus! Kata PKS. Supaya tidak salah ditafsirkan, PKS bersedia jumpa dengan Jokowi usai para menteri dilantik serta diumumkan.

Sikap oposisi PKS ini secara idealis sudah memberi pelajaran kepada anak bangsa bakal pentingnya moralitas serta etika politik. Yaitu politik yang konsisten serta lebih mementingkan perlunya demokrasi buat manjaga masa depan bangsa agar tetap sehat serta berjalan ke arah yang benar. Untuk itu, dibutuhkan kehadirah partai yang mengambil peran buat menghidupkan rambu-rambu jika ada kebijakan yang keliru. Bayangkan jika negara dikelola tanpa kontrol, maka tidak ada yang mengingatkan jika negara berada dalam bahaya.

Dari sisi strategi, sikap oposisi PKS ini bakal menjadi investasi buat politik jangka panjang. Rakyat akhirnya bisa melihat apa yang diperankan oleh PKS. Pilihan sikap oposisi PKS berpotensi membuka gelombang simpati rakyat secara luas. Tentu, rakyat yang berwawasan terbuka, moderen serta rasional. Bukan rakyat yang semata-mata dikendalikan oleh fanatisme identitas, termasuk identitas ormas serta mengerti keagamaan misalnya.

Mereka yang tidak puas terhadap kepemimpinan Jokowi berpotensi buat melirik PKS selaku partai yang layak dipertimbangkan buat pilihan masa depan.

Disisi lain, sikap PKS ini membuka mata publik kalau stigma “Islam radikal” oleh sejumlah pihak bisa terpatahkan argumentasinya. Sekali lagi, jika pendekatan serta analisisnya menggunakan logika rasional.

Bukannya PKS didukung oleh HTI? Apapun partainya, mustahil menolak dukungan dari siapapun. Apakah jika PKS didukung orang-orang HTI otomatis PKS itu HTI? Sama pertanyaannya: apakah dikala ada partai yang didukung orang-orang yang berpaham komunis berarti partai itu komunis?

Kok menjadi belain PKS? Tidak! Aku bukan orang PKS serta gak ada urusan dengan PKS. Aku mantan ketua IPNU di daerah yang dibesarkan selaku aktifis HMI, tentu secara organisatoris tidak ada hubungannya dengan PKS. Babar blas! Sebagai penulis, tugas saya mengajak kepada semua pihak buat obyektif serta berbasis pada data serta logika yang sehat dikala menilai apapun serta siapapun.

Jika kalian mau menilai integritas serta kapasitas partai, lihatlah pertama, konsistensi sikapnya. Pagi delai, sore tetap delai. Bukan pagi tempe, sore menjadi tahu. Nyindir niye… Kedua, kemauan serta kemampuan menyerap aspirasi serta kinerjanya dalam memperjuangkan aspirasi itu. Ketiga, integritasnya. Berapa banyak kader partai yang menjadi koruptor mesti menjadi evaluasi terkait integritas partai. Makin banyak koruptornya, mesti menjadi catatan serius terkait layak tidaknya partai itu buat dipilih kedepan. Dan PKS, termasuk partai yang sedikit kadernya berurusan dengan KPK. Silahkan dicek datanya.

Di dikala hampir semua partai berebut kue kekuasaan, termasuk partai-partai pendukung 02 yang berlomba buat mendapatkan jatah dari istana, PKS justru menolak semua tawaran. Kita berharap, partai-partai yang ada belajar dari sikap serta konsistensi PKS. Dengan begitu, rakyat bakal mendapatkan suguhan politik yang bermoral serta berakal sehat. Ini baru high politics.

Jakarta, 17/10/2019

Penulis: Tony Rosyid
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+