RIDHMEDIA - tahap Presiden Joko Widodo (Jokowi) buat tidak menggandeng Partai Demokrat di pemerintahan periode keduanya masih menjadi misteri. Padahal, Jokowi menggandeng serta memberikan kursi menteri ke Gerindra.
Menurut Wakil Sekretaris Jendral PDIP, Ahmad Basarah, tidak dimasukkannya Partai Demokrat ke dalam kabinet sepenuhnya merupakan hak prerogratif Jokowi selaku presiden. dia menafikkan tidak ada intervensi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ihwal tersingkirnya Partai Demokrat.
"Tidak ada itu luka lama Bu Mega. Jadi Pak Jokowi-lah yang mempunyai hak prerogatif. Tentu beliau punya pertimbangan buat menentukan partai mana Sahaja yang diajak bergabung di kabinet serta partai yang tidak diajak gabung," ujar Basarah di Kantor CDCC, Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (30/10).
Basarah menambahkan, keputusan tidak memasukan Partai Demokrat dalam kabinet bukan sebab PDIP takut nama wakil ketua umum Partai Demokrat Agus Murti Yudhoyono (AHY) bakal kian terang. Sehingga dapat membahayakan bagi PDIP dalam kontestasi politik berikutnya.
Jokowi, lanjut Basarah, dalam hal ini, sudah memperhitungkan bagaimana keutuhan bangsa serta check and balance tetap ada dalam pemerintahannya lima tahun ke depan. Oleh sebab itu, secara tidak langsung Jokowi mau Demokrat menjadi salah satu partai besar yang bisa mengawal pemerintahannya.
Bisa saja, kata Basarah, Partai Demokrat diberikan posisi non-kabinet dalam pemerintahan sebab kesempatan itu masih ada.
"Saya tidak tahu bagaimana keputusan Pak Jokowi pada akhirnya ya. Tapi yang saya tau pasti Pak Jokowi mempunyai semangat menjaga jalannya kekuasaan pemerintahan tetap berjalan secara demokratis," pungkasnya. (Rmol)