RIDHMEDIA - Heboh soal anggaran pembelian lem Aibon sebesar Rp 82 miliar di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak serta merta menjadi salah Gubernur Anies Baswedan.
Anggota DPR RI, Djarot Syaiful Hidayat, menyebut program anggaran DKI Jakarta telah sangat progresif dengan menggunakan sistem digital.
Kata Djarot, dalam sistem tersebut cuma orang-orang yang punya akses yang dapat memasukkan data. Sehingga, semua bisa ditelusuri di titik mana kesalahan data tersebut.
"Ini bukan semata-mata kesalahan Pak Anies. Kita bisa lacak siapa yang meng-input, siapa yang mengetik anggaran itu, serta itu sengaja atau tidak sengaja," ujar Djarot di Gedung Nusantara, Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (31/10).
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut sangat aneh jika ada kesalahan anggaran yang tidak disengaja. Siapa pelakunya, Dia minta selekasnya diproses oleh Anies.
"Tentunya ada faktor kesengajaan. kalau saya (ingin pelaku) ya diundang saja, dipanggil. kalau memang terbukti ya telah selesaikan, ya tonjok," tegasnya.
Sebelumnya, Anies Baswedan juga membeberkan kelemahan sistem pengadaan elektronik atau e-budgeting yang diterapkan Ahok pada 2015.
Menurut Anies, sistem e-budgeting, mempunyai kelemahan teknis, di mana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI mau tidak mau perlu mengisi semua komponen penganggaran secara spesifik sekalipun belum ada pembahasan dengan DPRD.
"Kegiatan telah ditentukan, misalnya pameran atau pentas musik. Itu ada rekening serta komponen. Misalnya, nilainya Rp 100 juta. Nah, Rp 100 juta itu perlu ada turunan komponen. Padahal yang diperlukan cuma kegiatannya dahulu, karna (ajuan anggaran) bakal dibahas dengan Dewan," ujar Anies di Balai Kota DKI, Rabu (30/10).
Anies menyalahkan e-budgeting, atas masuknya ajuan janggal ke usulan APBD DKI 2020. Menurut Anies, karna e-budgeting tidak sempurna. Ajuan janggal seperti pengadaan lem Aibon hingga Rp 82 miliar, bisa masuk ke APBD.
"Ini ada problem sistem, ialah sistem digital (e-budgeting) tapi tidak smart," ujar Anies. [rm]