RIDHMEDIA - Label radikalisme dikampanyekan oleh orang-orang yang anti-Islam. Baik oleh mereka yang Islam maupun yang bukan Islam.
Demikian dikatakan wartawan senior Asyari Usman dalam artikel berjudul “Bukan Radikalisme, Cuma Keresahan Mereka Saja”.
Kata Asyari, para penguasa ikut termakan. Presiden Jokowi sendiri juga yakin umat Islam sekarang menjadi radikal.
“Salah satu fokus kerja Jokowi yakni proyek deradikalisasi. Padahal, umat cuma menjalankan syariat agama mereka. Secara damai serta tidak mengganggu siapa pun,” paparnya.
Kata Asyari, radikalisme gencar dikampanyekan. Pertama, sejak 20 tahun terakhir ini umat Islam dari semua lapisan serta di segenap pelosok negeri bisa bersatu dalam dakwah. Bersatu dalam Islam garis lurus.
“Ini yang membuat para pembenci Islam yang mempunyai kekuatan uang tidak terbatas, berusaha menggunakan para penguasa buat menindas pertumbuhan dakwah. Salah satu caranya yakni memunculkan isu radikalisme. Terminologi ini sangat ampuh buat menakut-nakuti umat,” jelasnya.
Kedua, menurut Asyari, ada kekuatan luar yang juga merasa resah melihat umat yang makin solid dalam dakwah.
“Islam garis lurus yang tersambung begitu kukuh membuat kekuatan luar merasa terhalang buat masuk. Mereka menjadi frustrasi. Umat garis lurus bakal membendung mereka. Kekuatan luar yang mau masuk ke sini, pasti merasa tidak cocok dengan umat yang menunjukkan suasana islami,” kata Asyari.
Kata Asyari, ketiga, mungkin juga sejumlah pemegang kuasa tertentu sengaja memelihara isu radikalisme sebab mereka bisa menjual itu buat mendapatkan duit besar.
“Ini sangat berbahaya. Sebab, para penguasa yang memelihara isu radikalisme itu bisa memainkannya secara terukur serta terkendali. Mereka itu sangat ceroboh. Permainan ini cuma mengorbankan umat. Umat Islam menjadi tertuduh terus,” pungkasnya.[sn]