[RIDHMEDIA] Isu radikalisme tengah memenuhi ruang publik masyarakat Indonesia. Padahal di satu sisi, terminologi yang dipakai dalam membahas isu itu keliru serta definisi dari pemerintah juga belum jelas.
Anggota DPD RI Fahira Idris menyebut kalau Jokowi juga berniat mengganti istilah radikalisme dengan manipulator agama. Baginya arti dari istilah itu juga belum jelas maksudnya. Ia bahkan berharap ada istilah baru yang lebih pas.
“Di Amerika Telah meninggalkan istilah radikalisme karna memang tidak pas serta menggantikanya dengan "Counter Violence Extremism”,” tegasnya dalam akun Twitter pribadi sesaat lalu, Selasa 5 November 2019.
Menurut Fahira, radikalisme memang salah satu persoalan negeri ini. Tetapi masalah itu bukan yang utama. Sementara di satu sisi, dia menyayangkan narasi yang dibangun pemerintah seolah negeri bakal runtuh akibat radikalisme. Sehingga isu lain misalnya ekonomi yang menjadi persoalan utama menjadi kalah penting.
“Persoalan utama negeri ini yaitu “radikalisme ekonomi”. Ancaman nyata kita itu: gejala resesi ekonomi dunia, perang dagang, serta kondisi global yang makin tidak tentu,” tegasnya.
Kesiapan Indonesia perlu lebih diperhatikan. Apalagi, ekonomi tanah air tidak kunjung tumbuh karna pondasi ekonomi tengah rapuh, utang yang terus meningkat, serta investasi kalah jauh dari Vietnam atau Thailand.
“Itu ancaman nyata ketika ini,” sambungnya.
Pemerintah juga harusnya sadar, membesar-besarkan persoalan radikalisme selaku persoalan utama negeri ini yaitu kampanye buruk buat ekonomi kita, karna investor pasti takut.
“Mana hendak investor nanam uang di negeri ini, jika setiap hari presidennya bicara kalau radikalisme tengah menghancurkan negeri yang dipimpinnya,” pungkasnya.
Sumber: RMOL