Keberadaan tujuh staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo atau Jokowi dari kalangan milenial menuai pro dan kontra. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara keras menyatakan, keberadaan para stafsus milenial Jokowi cuma sebagai politik akomodasi.
Kapasitas dan kinerja stafsus presiden dari kalangan anak-anak muda itu dipertanyakan oleh Jubir PKS Muhammad Kholid. Salah satu stafsus milenial Jokowi, Aminuddin Maruf menanggapinya dengan santai.
"Ya waktu lah yang menjawab. Itu kan persepsi," kata Aminuddin, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Sebagai aktivis yang baru masuk ke pemerintahan, pekerjaan pertama yang dilakukan yaitu merapihkan perangkat kerja dan melakukan rapat. Namun ia segan bercerita panjang mengenai rapatnya.
Kendati begitu, Aminuddin menerima segala bentuk kritik dan saran dari masyarakat. Sebagai pembantu Jokowi, ia bakal tetap konsisten memberikan kontribusi berupa pemikiran-pemikiran berdasarkan bidang yang telah ditentukan dengan sentuhan kreatifitas khas anak muda.
"Kita diharapkan buat mewarnai kebijakan-kebijakan yang dalam sentuhan kreatifitas inovasi dan sebagainya," kata mantan Ketum PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu.
Diragukan PKS
Hasil survei Indonesian Political Opinion (IPO) mengungkapkan Jika 62 persen masyarakat Indonesia optimistis keterlibatan kaum muda di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berdampak positif. Namun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meragukan hasil tersebut.
Juru bicara PKS, Muhammad Kholid menilai, angka 62 persen bagi Jokowi bukan angka ideal sebagai presiden dua periode.
"Saya apresiasi tentu perlu punya confidence. Tapi justru ini warning bagi Jokowi, karna banyak kekecewaan," kata Kholid, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Ia mengatakan, persentase itu enggak jauh dari hasil Pemilihan Presiden 2019. Seharusnya, Jokowi perlu mencermati persentase publik yang pesimistis keterlibatan kaum muda di pemerintahan.
Dari hasil survei IPO pada November 2019, 62 persen publik optimistis adanya kaum muda di pemerintah berdampak positif, 23 persen berkata sebaliknya, dan 9 persen menjawab ragu-ragu.
Menurutnya, milenial masih kecewa dengan terobosan ekonomi dan penegakan hukum di era Jokowi sebelumnya. Bukannya berbenah, Kholid menuding Jokowi cuma melakukan political accommodation. Ia juga menyebutnya big coalition.
"Yang terjadi ketika ini big coalition, enggak menjawab esensi tantangan ekonomi, penegakan hukum. Ada paradoks di sini, Jokowi bilang kita perlu cepat, lari cepat, tapi yang terjadi tambun, enggak lincah, itu catatan penting," kata Kholid memungkasi. [liputan6.com]
Kapasitas dan kinerja stafsus presiden dari kalangan anak-anak muda itu dipertanyakan oleh Jubir PKS Muhammad Kholid. Salah satu stafsus milenial Jokowi, Aminuddin Maruf menanggapinya dengan santai.
"Ya waktu lah yang menjawab. Itu kan persepsi," kata Aminuddin, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Sebagai aktivis yang baru masuk ke pemerintahan, pekerjaan pertama yang dilakukan yaitu merapihkan perangkat kerja dan melakukan rapat. Namun ia segan bercerita panjang mengenai rapatnya.
Kendati begitu, Aminuddin menerima segala bentuk kritik dan saran dari masyarakat. Sebagai pembantu Jokowi, ia bakal tetap konsisten memberikan kontribusi berupa pemikiran-pemikiran berdasarkan bidang yang telah ditentukan dengan sentuhan kreatifitas khas anak muda.
"Kita diharapkan buat mewarnai kebijakan-kebijakan yang dalam sentuhan kreatifitas inovasi dan sebagainya," kata mantan Ketum PB Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu.
Diragukan PKS
Hasil survei Indonesian Political Opinion (IPO) mengungkapkan Jika 62 persen masyarakat Indonesia optimistis keterlibatan kaum muda di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berdampak positif. Namun Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meragukan hasil tersebut.
Juru bicara PKS, Muhammad Kholid menilai, angka 62 persen bagi Jokowi bukan angka ideal sebagai presiden dua periode.
"Saya apresiasi tentu perlu punya confidence. Tapi justru ini warning bagi Jokowi, karna banyak kekecewaan," kata Kholid, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Ia mengatakan, persentase itu enggak jauh dari hasil Pemilihan Presiden 2019. Seharusnya, Jokowi perlu mencermati persentase publik yang pesimistis keterlibatan kaum muda di pemerintahan.
Dari hasil survei IPO pada November 2019, 62 persen publik optimistis adanya kaum muda di pemerintah berdampak positif, 23 persen berkata sebaliknya, dan 9 persen menjawab ragu-ragu.
Menurutnya, milenial masih kecewa dengan terobosan ekonomi dan penegakan hukum di era Jokowi sebelumnya. Bukannya berbenah, Kholid menuding Jokowi cuma melakukan political accommodation. Ia juga menyebutnya big coalition.
"Yang terjadi ketika ini big coalition, enggak menjawab esensi tantangan ekonomi, penegakan hukum. Ada paradoks di sini, Jokowi bilang kita perlu cepat, lari cepat, tapi yang terjadi tambun, enggak lincah, itu catatan penting," kata Kholid memungkasi. [liputan6.com]