RIDHMEDIA - Sejumlah 2.194 kontainer limbah masuk daftar penegahan Direktorat Jenderal Bea serta Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Limbah alias sampah tersebut masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Priok, serta Tangerang.
Dari 2.194 kontainer limbah tersebut, penegahan sekitar 882 kontainer di antaranya dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan (KLHK).
Penegahan kontainer limbah tersebut dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Priok, serta Tangerang.
Dengan rincian sebanyak 257 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak semuanya Sudah di-reekspor. Sebanyak 532 kontainer di Batam, terdiri dari 349 kontainer memenuhi syarat, 92 kontainer Sudah di-reekspor, 89 kontainer proses reekspor, serta dua kontainer dalam proses pemeriksaan.
Sebanyak 9 kontainer di Pelabuhan Tanjung Emas semuanya Sudah memenuhi syarat. Sebanyak 16 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, terdiri dari 14 kontainer memenuhi syarat serta 2 kontainer Sudah direekspor.
Sementara 1.064 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok tujuan Tangerang belum diajukan pemberitahuan pabeannya. Tak cuma itu, sebanyak 316 kontainer di Tangerang juga turut diamankan yang terdiri dari 164 kontainer memenuhi syarat, 23 kontainer Sudah direekspor, 121 kontainer dalam proses reekspor, serta 8 kontainer dalam proses pemeriksaan.
Lantas, bagaimana pemerintah menindak adanya impor sampah ini? Untuk apa sampah tersebut diimpor ke RI?
Simak Kabar lengkapnya
RI Kirim Balik 374 Kontainer Sampah 'Impor' ke AS Hingga Jerman
Dari total 2.194 kontainer limbah yang masuk penegahan Direktorat Jenderal Bea serta Cukai Kemenkeu, sejumlah 374 kontainer berisikan limbah Sudah diekspor kembali ke negara asal. Sebagian besar limbah tersebut berasal dari Amerika Serikat (AS) serta Jerman.
"Hingga 30 Oktober 2019 Bea Cukai mencatat ada 374 limbah yang sudah di re-ekspor. Negara asalnya banyak sekali. Dan re-ekspornya kami kembalikan ke negara yang mengirim," kata Dirjen Bea serta Cukai Heru Pambudi di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
tidak cuma AS serta Jerman, limbah tersebut juga ada yang berasal dari Prancis, Belanda, Slovenia, Belgia, Inggris, Selandia Baru, Australia, Spanyol, Kanada, Hong Kong, serta Jepang.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen PLSB3 Rosa Vivien mengungkapkan, re-ekspor ini dilakukan terhadap para importir yang melaksanakan tindakan penyimpangan dalam mengimpor limbah ke Indonesia. ia menjelaskan, limbah yang diekspor namun berasal dari TPA, serta tercampur limbah berbahaya atau B3 tidak bisa masuk ke Indonesia. Dengan demikian, importir perlu mengekspor kembali limbah tersebut ke negara asal.
"Dalam hal ini pemerintah Indonesia itu sudah secara tegas menolak adanya impor bahan baku scrap plastik serta kertas yang disusupi oleh limbah B3, limbah, atau pun sampah, sehingga tindakan yang dilakukan memang dikala ini ialah re-ekspor," kata Rosa.
RI Tepis Belokkan Pengiriman Sampah 'Impor'
Heru Pambudi serta Rosa Vivien menepis adanya tindakan pengalihan re-ekspor limbah atau 'sampah' ke negara-negara lain seperti India, Thailand, Vietnam, Korea Selatan, juga Meksiko, Kanada, serta Belanda.
Heru menegaskan, pemerintah Indonesia tidak mengeluarkan kebijakan buat mengalihkan re-ekspor limbah selain ke negara asalnya.
"Tidak ada kebijakan dari Pemerintah Indonesia buat tidak mengembalikan ke negara asal," tegas Heru di kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Perlu diketahui, perusahaan yang melaksanakan impor limbah, namun tersebut tidak memenuhi syarat, maka perlu mengekspor kembali ke negara asalnya. Limbah-limbah yang diimpor serta tidak memenuhi syarat ialah limbah yang terkontaminasi bahan berbahaya, tercampur dengan limbah B3, serta berasal dari TPA.
Heru mengungkapkan kalau proses pengiriman kembali limbah tersebut ke negara asalnya juga dilaksanakan dengan pengawasan dari pemerintah. Namun, proses logistik memungkinkan kapal yang mengirim limbah tersebut buat transit di beberapa negara yang dilewati, seperti India misalnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rosa Vivien mengatakan, jika limbah tersebut tidak sampai di negara asal atau dibelokkan ke negara lainnya, maka pemerintah bakal mengeluarkan sanksi tegas terhadap perusahaan importir Indonesia.
Adapun tindakan tegasnya ada dua. Pertama, pemerintah bakal mencabut rekomendasi impor limbah selaku bahan baku industri serta yang kedua tindakan pidana dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
"Kita sudah melaksanakan re-ekspor ini kan tindakan soft. Maka kalau tidak melaksanakan itu juga rekomendasi bakal dicabut KLHK. Dan kedua tindakan pidana, bisa bea cukai bisa KLHK penyidiknya. Berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2009, 15 tahun maksimal hukumannya," imbuh Rosa.
kenapa RI Masih Impor Sampah?
Dari total 2.194 kontainer limbah yang masuk penegahan Direktorat Jenderal Bea serta Cukai Kemenkeu, sebanyak 536 kontainer Sudah memenuhi syarat buat masuk ke Indonesia.
Lalu, buat apa impor sampah tersebut?
Rosa Vivien menuturkan, pasokan limbah tersebut diperlukan buat industri pengolahan plastik serta kertas. Menurut Rosa, sejumlah pelaku industri berkata kalau ketersediaan bahan baku industri plastik serta sampah di Indonesia masih kurang sehingga masih perlu impor.
"Pelaku industri di Indonesia masih membutuhkan bahan baku plastik serta kertas recycle. kenapa masih? Memang secara permintaan, bahan baku di dalam negeri belum cukup memenuhi pabrik-pabrik tersebut," ungkap Rosa di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2019).
Rosa menjelaskan, limbah atau sampah di Indonesia masih belum memenuhi standar kebutuhan industri. Pasalnya, proses pemilahan sampah di Indonesia masih sangat minim dilakukan.
ia mengatakan, di tingkat Pemerintah Daerah (Pemda) sendiri belum ada proses pemilahan sampah yang diatur resmi. Ketika sampah di lingkungan masyarakat sudah dipilah, namun dikala diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) bakal dicampur kembali.
"Kalau kita mendasarkan pada kapasitas terpasangnya di Pemda, terpilahnya kan belum ada di Pemda. kalau teman-teman memilah, diangkutnya itu dicampur lagi," paparnya.
Untuk itu, pemerintah mengadakan program bank sampah. Sehingga, sampah yang Sudah dipilah diangkut ke bank sampah, bukan ke TPA. Nantinya, industri pengolahan plastik serta kertas bakal mengambil bahan baku dari bank sampah tersebut.[dtk]