Akibat Rangkap Jabatan, Tim Ekonomi Jokowi yang Dikomandoi Airlangga Jadi Tak Maksimal

Ridhmedia
01/12/19, 22:28 WIB

RIDHMEDIA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang bisa dibilang Ketua Tim Ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai masih belum menunjukkan kinerja yang maksimal.

Pengamat INDEF, Andri Satrio Nugroho, mengungkapkan bahwa ia tidak mau masuk terlalu jauh mengenai kinerja para menteri Jokowi. Namun, Andi menyesalkan keberadaan menteri-menteri di periode lalu yang tak memiliki kompetensi sesuai dengan kementerian yang dipimpin.

"Kemarin cukup menyesal karena beberapa jabatan strategis diisi oleh (orang) parpol non latar belakang sesuai dengan kementerian," ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Minggu (1/12/2019).

Untuk diketahui, jajaran tim ekonomi di kabinet Jokowi kali ini justru dipimpin oleh Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Pada periode lalu, Airlangga Hartarto menjabat Menteri Perindustrian. Saat masih dipimpin Airlangga, kementerian itu secara terbuka mengakui investasi di industri pengolahan nonmigas (manufaktur) hanya mencapai Rp226,18 triliun sepanjang 2018 atau merosot 17,69 persen dari capaian 2017 yang sebesar Rp274,8 triliun.

Di sisi lain, secara politik, Airlangga Hartarto kini dihadapkan dengan perhelatan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar yang dipimpinnya. Berbagai suara miring dari kader Golkar sendiri mewarnai isu-isu pemberitaan. Hal itu terjadi akibat dugaan intervensi dan paksaan dari kubu Airlangga Hartarto terhadap pengurus daerah. Khususnya menyangkut siapa ketum partai yang berikutnya.

Kesibukan Airlangga Hartarto mengurusi persoalan di internal Golkar pun dinilai menjadi salah satu penyebab kinerja Tim Ekonomi Jokowi stagnan dan tidak ada lonjakan yang signifikan.

Oleh karena itu, Andri menilai, rendahnya realisasi penerimaan negara jelang akhir 2019 menunjukkan kinerja Tim Ekonomi Jokowi belum mampu bekerja dengan baik karena yang terjadi adalah penurunan.

Menurut Andri, ada sejumlah poin yang bisa dibaca dari belum tercapainya target penerimaan negara tersebut. Pertama, adanya pelemahan daya beli yang bisa dilihat dari rendahnya realisasi pendapatan pajak PPN Dalam Negeri yang turun 2,4 persen dari Januari-Oktober 2019 atau dibandingkan periode sama di tahun lalu.

"PPn dalam negeri ini merupakan kontributor terbesar terhadap penerimaan pajak," ujarnya.

Kedua, lanjut Andri, adanya pelemahan industri domestik yang terlihat dari PPh badan yang turun sebesar 0,7 persen. Lebih detil, sektor dengan kontribusi penerimaan pajak terbesar yaitu industri pengolahan turun sebesar 3,5 persen. Sektor yang mendukungnya seperti perdagangan juga tumbuh rendah sebesar 2,5 persen.

"Secara makro, kombinasi rendahnya daya beli domestik dan melemahnya industri dalam negeri mampu menurunkan penerimaan pendapatan dari pajak secara signifikan," katanya.

Terkait penerimaan negara sendiri, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2019 baru mencapai Rp1.173,9 triliun atau hanya 65,7 persen dari target APBN 2019.[]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+