RIDHMEDIA - Kasus gagal bayar polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya semakin tak jelas arahnya.
Menurut Direktur Avere Mitra Investama, Teguh Hidayat, kini banyak politisi awam dan tak paham mengenai ekonomi turut mengomentari Jiwasraya tanpa didukung data dan fakta yang ada.
“Kalau cuma nomong dan menuduh sih mudah saja. Yang dituduhkan Andi Arief dan Arief Poyuono itu merupakan tuduhan tanpa dasar. Misalnya Jiwasraya membeli saham Bank Jabar Banten, apakah direkturnya terlibat?" kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/12).
"Harus dicek saham tersebut siapa yang pegang. Belum tentu saham yang dibeli Jiwasraya punya owner-nya karena bisa jadi sudah milik orang lain. Jika menuduh harus ada bukti dan faktanya," imbuhnya.
Dari data yang dimiliki Teguh, kasus Jiwasraya dimulai sejak tahun 2016. Hal itu dibuktikan dengan ada tiga saham yang mengalami kenaikan tidak wajar, yakni Semen Baturaja (SMBR), PP Properti (PPRO) dan Bank Jabar Banten (BJBR). Data tersebut serupa dengan data yang ada di Bloomberg.
Saat ini Jiwasraya masih memegang saham PPRO sebanyak 5,2 miliar lembar sahamnya (8,51%) di harga beli Rp 250, dengan modal awal mencapai Rp 1,3 triliun. Sedangkan untuk SMBR saham yang dipegang mencapai 9,19% dengan modalnya Rp 1,4 triliun.
Sebelum tahun 2016, jelasnya, Jiwasraya bermain saham swasta yang diduga memiliki kedekatan dengan Presiden Komisaris TRAM, Heru Hidayat. Manajemen Jiwasraya dinilai tahu dan kenal dekat dengan pemilik Trada Maritim (TRAM) dan Inti Agri Resources (IIKP) yang memiliki kepemilikan saham mencapai Rp 1,2 triliun di dua perusahaan tersebut.
“Namun di tahun 2016 jumlah saham tersebut berkurang dan digantikan dengan saham BUMN dan BUMD yang market cap-nya kecil. Kepemilikan saham Jiwasraya di tiga perusahaan itu naik cukup besar. jadi setelah dari swasta, mereka pindah ke tiga saham tersebut. Tidak ada bukti perusahaan Erick Thohir dibeli dalam jumlah besar oleh Jiwasraya,” terang Teguh.
Teguh menilai langkah manajemen Jiwasraya membeli saham yang terlalu berfluktuatif dan memiliki market cap kecil sangat tidak prudent dan melanggar peraturan yang ada di OJK.
“Apa tujuannya manajemen Jiwasraya membeli saham-saham itu? Saham TRAM dan IIKP merupakan saham yang tak layak dibeli oleh institusi. Dari valuasi saham dan fundamental perusahaan TRAM dan IIKP tak layak untuk investasi. Perusahaannya jelek sekali karena rugi. Kenapa manajemen Jiwasraya membeli saham itu?” kata Teguh.
Saham yang dimaksud adalah Semen Baturaja. Meski perusahaan tersebut merupakan BUMN, namun kinerjanya tidak bagus. Teguh meyakini manajemen Jiwasraya merupakan orang pintar dan berpengalaman di pasar modal puluhan tahun, namun ia tak habis pikir dasar pembelian saham-saham buruk tersebut.
“Manager investasi dan manajemen Jiwasraya seharusnya bisa menganalisa kinerja saham. Saya yakin ini pasti disengaja oleh manajemen Jiwasraya,” ujarnya.
Agar kasus Jiwasraya ini terang benderang dan tidak menjadi komoditas politik, Teguh meminta aparat penegak hukum seperti kepolisan, Kejaksaan atau KPK dapat segera turun dan memeriksa manajemen Jiwasraya, termasuk manajemen yang berani menawarkan bunga fix yang besarnya di atas bunga deposito, dan semua risiko investasi ditanggung oleh Jiwasraya sendiri.
Seharusnya, kata dia, manajemen asuransi dilarang menjanjikan keuntungan karena bertentangan dengan regulasi yang ada di pasar modal dan asuransi.
“Penegak hukum harus memanggil seluruh manajemen, auditor, dan OJK yang pada saat itu bertugas karena pasti akan terbuka semua, termasuk bandar sahamnya. Itu tidak susah mengungkapnya. Jangan malah politikus itu menyalahkan Presiden Jokowi atau Menteri BUMN," pungkasnya. [rml]
Menurut Direktur Avere Mitra Investama, Teguh Hidayat, kini banyak politisi awam dan tak paham mengenai ekonomi turut mengomentari Jiwasraya tanpa didukung data dan fakta yang ada.
“Kalau cuma nomong dan menuduh sih mudah saja. Yang dituduhkan Andi Arief dan Arief Poyuono itu merupakan tuduhan tanpa dasar. Misalnya Jiwasraya membeli saham Bank Jabar Banten, apakah direkturnya terlibat?" kata Teguh dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/12).
"Harus dicek saham tersebut siapa yang pegang. Belum tentu saham yang dibeli Jiwasraya punya owner-nya karena bisa jadi sudah milik orang lain. Jika menuduh harus ada bukti dan faktanya," imbuhnya.
Dari data yang dimiliki Teguh, kasus Jiwasraya dimulai sejak tahun 2016. Hal itu dibuktikan dengan ada tiga saham yang mengalami kenaikan tidak wajar, yakni Semen Baturaja (SMBR), PP Properti (PPRO) dan Bank Jabar Banten (BJBR). Data tersebut serupa dengan data yang ada di Bloomberg.
Saat ini Jiwasraya masih memegang saham PPRO sebanyak 5,2 miliar lembar sahamnya (8,51%) di harga beli Rp 250, dengan modal awal mencapai Rp 1,3 triliun. Sedangkan untuk SMBR saham yang dipegang mencapai 9,19% dengan modalnya Rp 1,4 triliun.
Sebelum tahun 2016, jelasnya, Jiwasraya bermain saham swasta yang diduga memiliki kedekatan dengan Presiden Komisaris TRAM, Heru Hidayat. Manajemen Jiwasraya dinilai tahu dan kenal dekat dengan pemilik Trada Maritim (TRAM) dan Inti Agri Resources (IIKP) yang memiliki kepemilikan saham mencapai Rp 1,2 triliun di dua perusahaan tersebut.
“Namun di tahun 2016 jumlah saham tersebut berkurang dan digantikan dengan saham BUMN dan BUMD yang market cap-nya kecil. Kepemilikan saham Jiwasraya di tiga perusahaan itu naik cukup besar. jadi setelah dari swasta, mereka pindah ke tiga saham tersebut. Tidak ada bukti perusahaan Erick Thohir dibeli dalam jumlah besar oleh Jiwasraya,” terang Teguh.
Teguh menilai langkah manajemen Jiwasraya membeli saham yang terlalu berfluktuatif dan memiliki market cap kecil sangat tidak prudent dan melanggar peraturan yang ada di OJK.
“Apa tujuannya manajemen Jiwasraya membeli saham-saham itu? Saham TRAM dan IIKP merupakan saham yang tak layak dibeli oleh institusi. Dari valuasi saham dan fundamental perusahaan TRAM dan IIKP tak layak untuk investasi. Perusahaannya jelek sekali karena rugi. Kenapa manajemen Jiwasraya membeli saham itu?” kata Teguh.
Saham yang dimaksud adalah Semen Baturaja. Meski perusahaan tersebut merupakan BUMN, namun kinerjanya tidak bagus. Teguh meyakini manajemen Jiwasraya merupakan orang pintar dan berpengalaman di pasar modal puluhan tahun, namun ia tak habis pikir dasar pembelian saham-saham buruk tersebut.
“Manager investasi dan manajemen Jiwasraya seharusnya bisa menganalisa kinerja saham. Saya yakin ini pasti disengaja oleh manajemen Jiwasraya,” ujarnya.
Agar kasus Jiwasraya ini terang benderang dan tidak menjadi komoditas politik, Teguh meminta aparat penegak hukum seperti kepolisan, Kejaksaan atau KPK dapat segera turun dan memeriksa manajemen Jiwasraya, termasuk manajemen yang berani menawarkan bunga fix yang besarnya di atas bunga deposito, dan semua risiko investasi ditanggung oleh Jiwasraya sendiri.
Seharusnya, kata dia, manajemen asuransi dilarang menjanjikan keuntungan karena bertentangan dengan regulasi yang ada di pasar modal dan asuransi.
“Penegak hukum harus memanggil seluruh manajemen, auditor, dan OJK yang pada saat itu bertugas karena pasti akan terbuka semua, termasuk bandar sahamnya. Itu tidak susah mengungkapnya. Jangan malah politikus itu menyalahkan Presiden Jokowi atau Menteri BUMN," pungkasnya. [rml]