Anies Baswedan Yang Kukenal

Ridhmedia
26/12/19, 13:21 WIB
Oleh : Syarif Hidayatullah Ketua GPMI DKI Jakarta


Beberapa hari lagi, kita akan memasuki pergantian tahun dari 2019 menuju 2020. Sepanjang tahun 2019, ada satu nama yang cukup menarik perhatian bagi warga Jakarta. H Anies Rasyid Baswedan namanya. Beliau adalah Gubernur DKI Jakarta yang menjabat tepat selama 2 tahun 2 bulan dan Dua Minggu ketika tulisan ini saya buat.

Tulisan ini sengaja dibuat sebagai catatan akhir tahun 2019 untuk mengapresiasi Gubernur Anies Baswedan yang begitu gigih dan tabahnya menghadapi banyak serangan opini negatif selama beliau menjabat, padahal baru setengah perjalanan dari kontrak politik 5 tahun sejak 2017 lalu.

Sebagai orang yang mengenal beliau sejak sebelum menjadi Gubenur hingga saat ini, saya berkepentingan untuk menyampaikan ke publik bagaimana sosok Anies Baswedan yang sebenarnya, yang seringkali digambarkan secara keliru oleh beberapa kalangan.

Saya meyakini masih ada kelompok yang masih belum move on dengan peristiwa Pilkada 2017 lalu , atau bahkan mereka ini sengaja berganti baju, dengan satu tujuan melampiaskan dendam masa lalu. Mereka–mereka inilah yang dengan berbagai cara membuat gaduh Ibukota. Sudahlah lupakan mereka , waktu nanti yang akan menjawabnya.
Anies Baswedan yang kukenal bukanlah sosok yang ‘meledak–ledak’ dalam menghadapi setiap persoalan. Anies adalah pribadi yang tenang. Tidak reaksioner atas segala hal. Tegas tidak berarti harus marah–marah. Berpikir sebelum bertindak. Dan tentu tetap santun dengan senyumnya yang ramah. Menyapa adalah bahasa tubuh yang tidak dapat disembunyikan tatkala bertemu dengan siapapun.

Anies adalah pribadi yang mau mendengar dan tidak hanya ingin didengar. Makanya jangan heran jika ada aksi unjuk rasa, Anies menyempatkan waktu untuk menemui pengunjuk rasa. Karena hanya dengan jalan dialog lah, persoalan dapat diselesaikan. Tentunya dengan kesadaran saling menghormati dan memahami posisi masing–masing. Intinya, Anies bukanlah orang dengan karakter menghindari masalah. Kalau ada masalah, dihadapi dan diselesaikan, kalau perlu sesegera mungkin, bukan lari dari tanggung jawabnya.

Sebagai Gubernurnya Indonesia, begitu julukan yang pernah diungkapkan mantan Mendagri Tjahjo Kumolo, kebijakan Anies selalu menjadi santapan kritikan para lawan–lawan politiknya. Apapun yang dikerjakan Anies, selalu dicari kesalahannya. Mulai penutupan Alexis, soal penataan trotoar, ornamen artistik dari bambu dan Gabion di HI, bahkan heboh soal transparansi anggaran.

Namun semua itu dihadapi Anies dengan tenang, tidak emosional tapi dengan senyuman, sambil menunjukkan kinerjanya. Ketika para pendengki mengkritik soal transparansi anggaran yang menterkenalkan nama lem aibon, Anies justru di ganjar dengan penghargaan keterbukaan Informasi Publik dari Komisi Informasi (KI) Pusat Republik Indonesia.


Malah ketika ada pihak gencar yang mengkritik soal pemanfaatan trotoar hanya karena PKL memanfaatkannya untuk berdagang menghidupi keluarga, Anies tetap tenang. Justru sebaliknya ada momen dimana kawanan pengkritik justru terbukti memanfaatkan trotoar untuk parkir kendaraan pribadinya di depan kantornya.

Begitulah Anies tetap bekerja seperti biasa meski ada badai kritik menghajarnya. Jakarta dipercantik, mulai dari penataan trotoar, taman–taman di Jakarta hingga jembatan penyeberangan yang sangat indah untuk spot swafoto dan infrastruktur lainnya. Semua itu dilakukan Anies sebagai bagian mewujudkan Jakarta yang modern, Maju Kotanya bahagia warganya .

Ketenangan Anies tidak lepas dari sifat relijius yang tertanam sejak muda. Sebagai aktifis organisasi Islam, wajar saja jika langkahnya nyambung dengan organisasi massa Islam maupun tokoh–tokoh Islam nasional maupun Internasional. Kedekatan dengan ormas Islam ini pulalah yang menjadi dasar para pendengki untuk melontarkan tuduhan bahwa Anies sebagai pendukung ormas garis keras atau radikal.

Anies tidak perlu menjawab dengan kata–kata, cukup dengan kunjungan ke ulama–ulama NU yang moderat. Dan melalui foto–foto yang beredar, kita menjadi tahu bagaimana Anies memiliki adab yang santun ketika bertemu para kyai, demikian pula dapat disaksikan bagaimana para ulama / kyai menerima Anies Baswedan. Luar biasa.
Anies juga tak perlu membuktikan kecintaannya terhadap NKRI dan persatuan bangsa dengan retorika, tetapi cukup dengan tindakan nyata mengayomi semua golongan yang ada di Jakarta.

Jika umat Islam diberi ruang dalam kegiatan di Monas, umat beragama lain pun diberi kesempatan yang sama. Demikian pula dengan perayaan hari raya keagamaan. Karena Anies sadar betul, dirinya bukan gubernur untuk satu agama, melainkan gubernurnya seluruh umat beragaman.

Makanya jangan heran jika Anies menghadiri hari besar agama selain Islam, misalnya Natal kemarin. Bukan hadir untuk mencampuri ibadahnya, tapi semata–mata hadir sebagai Gubernur yang ingin memastikan warganya dapat beribadat dengan damai dan tenang.

Karakter Anies yang tenang tentu tak lepas dari keharmonisan rumahtangganya. Saya meyakini peran Fery Farhati Ganis, seorang sarjana psikologi dari UGM, sebagai Isteri Anies, sangat berpengaruh dalam kesuksesan Anies. Karena seringkali jika sudah bermasalah di rumah tangga, biasanyanya bawaannya marah–marah terus sampai ke kantor.
Membicarakan Anies rasanya kurang lengkap jika tidak mengkaitkannya dengan Pilpres 2024.

Semua lembaga survey, pasti memasukkan nama Anies Baswedan sebagai kandidat dalam Pilpres 2024. Karena dari segi apapun, Anies layak untuk diberi kesempatan dalam Pilpres 2024.

Terhadap fenomena ini, Anies terlihat tetap tenang dan tidak jumawa. Disaat Anies dipuji setinggi langit, Anies justru menegaskan komitmennya untuk tetap fokus pada pekerjaannya membangun Jakarta.
Kalau ditanya soal kekurangan Anies, barangkali kekurangan beliau itu terlalu baik sama semua orang, selalu berpikiran positif, sehingga kadang–kadang kebaikannya itu disalahgunakan sehingga merugikan dirinya.

Sebagai warga Jakarta dan pendukung beliau, saya berkewajiban menjaga Anies agar tetap berada di jalan yang benar.(*)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+