RIDHMEDIA - Temuan 20 ribu ton beras di gudang, menggambarkan amburadulnya tata kelola distribusi beras.
Hal itu yang menjadi penyebab penumpukan beras di gudang sehingga mengakibatkan terjadi beras turun mutu atau busuk.
Pakar pertanian memprediksi temuan ini bukan yang terakhir. Diprediksikan, jumlah beras busuk akan terus bertambah.
"Kalau masalah menumpuk, artinya selama ini proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik. Kalau misalnya Bulog bisa ukur berapa suplai masuk, berapa permintaan, dan kapasitas gudang baik, harusnya sudah distribusikan dan mencegah tumpukan-tumpukan jadi busuk," ujar peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, kemarin.
Ke depan, menurut dia, diperlukan perbaikan dan peningkatan skema distribusi sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan. "Karena sangat disayangkan kalau beras busuk dan tidak dapat dipakai lagi," imbuhnya.
Untuk itu seharusnya menjadi tugas dari Kementerian Pertanian untuk menghasilkan beras-beras dalam negeri yang berkualitas. "Yang harus ditekankan dan pekerjaan rumahnya, beras dalam negeri harus memiliki kualitas yang baik. Di sini peran Kementan untuk bisa berikan benih berkualitas. Selama ini permasalahan subsidi (benih) tidak tertargetkan," kata Ilman.
Alasan lain penyebab terjadinya penumpukan beras di gudang Bulog adalah kebijakan pemerintah yang mengurangi pagu Rastra, karena diintegrasikan menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Di mana sistem BPNT tersebut melalui mekanisme e-warung, yang dikelola oleh para penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Dari penelitian yang dilakukan di daerah, banyak e-warung yang tidak mengambil beras dari Bulog, dikarenakan masalah kualitas. "Anggota PKH ini dibebaskan memilih berasnya, tidak harus beras Bulog. Kebetulan saya ke Kupang, beberapa e-warung tidak milih beras Bulog karena secara kualitasnya tidak digemari oleh penerima BPNT," paparnya.
Pengamat pertanian dari IPB, Prof Dwi Andreas menuturkan, temuan beras busuk di Sumsel adalah hal yang biasa terjadi karena mekanisme "first in first out" tidak lancar. Ia bahkan memprediksi persentase beras busuk akan terjadi di gudang-gudang Bulog lain di Indonesia.
Ia berharap tidak sampai terjadi stok beras busuk yang banyak seperti di negara tetangga. "Kalau kita lihat, di Thailand itu pernah sampai jutaan ton rusak, akhirnya dijual dengan harga sangat murah, dan sebagian dibuang," ujarnya saat dihubungi wartawan, Rabu (13/2/2019).
Dikatakannya, ketika stok masuk dan stok keluar tidak seimbang, maka rusaknya beras dipastikan terjadi. Apalagi jika kualitas berasnya buruk.
Atas temuan tersebut, saat ini Perum Bulog tengah melakukan sortasi. "Terdapat beras turun mutu sebanyak 6.800 ton yang berlokasi di BULOG Divre Sumsel dan Babel. Saat ini sedang kami lakukan mekanisme internal dengan melakukan sortasi dan pemisahan di unit gudang yang berbeda untuk menghindari terkontaminasinya beras baik," ujar Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arjun Ansol Siregar.
Beras turun mutu tersebut, merupakan beras yang tidak untuk disalurkan. Beras tersebut merupakan hasil pengadaan dalam negeri yang berusia lebih dari satu tahun. Penugasan untuk pembelian gabah atau beras dalam negeri mengacu kepada Inpres 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. (tsc)
Hal itu yang menjadi penyebab penumpukan beras di gudang sehingga mengakibatkan terjadi beras turun mutu atau busuk.
Pakar pertanian memprediksi temuan ini bukan yang terakhir. Diprediksikan, jumlah beras busuk akan terus bertambah.
"Kalau masalah menumpuk, artinya selama ini proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik. Kalau misalnya Bulog bisa ukur berapa suplai masuk, berapa permintaan, dan kapasitas gudang baik, harusnya sudah distribusikan dan mencegah tumpukan-tumpukan jadi busuk," ujar peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, kemarin.
Ke depan, menurut dia, diperlukan perbaikan dan peningkatan skema distribusi sehingga tidak terjadi penumpukan dan pembusukan. "Karena sangat disayangkan kalau beras busuk dan tidak dapat dipakai lagi," imbuhnya.
Untuk itu seharusnya menjadi tugas dari Kementerian Pertanian untuk menghasilkan beras-beras dalam negeri yang berkualitas. "Yang harus ditekankan dan pekerjaan rumahnya, beras dalam negeri harus memiliki kualitas yang baik. Di sini peran Kementan untuk bisa berikan benih berkualitas. Selama ini permasalahan subsidi (benih) tidak tertargetkan," kata Ilman.
Alasan lain penyebab terjadinya penumpukan beras di gudang Bulog adalah kebijakan pemerintah yang mengurangi pagu Rastra, karena diintegrasikan menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Di mana sistem BPNT tersebut melalui mekanisme e-warung, yang dikelola oleh para penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Dari penelitian yang dilakukan di daerah, banyak e-warung yang tidak mengambil beras dari Bulog, dikarenakan masalah kualitas. "Anggota PKH ini dibebaskan memilih berasnya, tidak harus beras Bulog. Kebetulan saya ke Kupang, beberapa e-warung tidak milih beras Bulog karena secara kualitasnya tidak digemari oleh penerima BPNT," paparnya.
Pengamat pertanian dari IPB, Prof Dwi Andreas menuturkan, temuan beras busuk di Sumsel adalah hal yang biasa terjadi karena mekanisme "first in first out" tidak lancar. Ia bahkan memprediksi persentase beras busuk akan terjadi di gudang-gudang Bulog lain di Indonesia.
Ia berharap tidak sampai terjadi stok beras busuk yang banyak seperti di negara tetangga. "Kalau kita lihat, di Thailand itu pernah sampai jutaan ton rusak, akhirnya dijual dengan harga sangat murah, dan sebagian dibuang," ujarnya saat dihubungi wartawan, Rabu (13/2/2019).
Dikatakannya, ketika stok masuk dan stok keluar tidak seimbang, maka rusaknya beras dipastikan terjadi. Apalagi jika kualitas berasnya buruk.
Atas temuan tersebut, saat ini Perum Bulog tengah melakukan sortasi. "Terdapat beras turun mutu sebanyak 6.800 ton yang berlokasi di BULOG Divre Sumsel dan Babel. Saat ini sedang kami lakukan mekanisme internal dengan melakukan sortasi dan pemisahan di unit gudang yang berbeda untuk menghindari terkontaminasinya beras baik," ujar Sekretaris Perusahaan Perum Bulog, Arjun Ansol Siregar.
Beras turun mutu tersebut, merupakan beras yang tidak untuk disalurkan. Beras tersebut merupakan hasil pengadaan dalam negeri yang berusia lebih dari satu tahun. Penugasan untuk pembelian gabah atau beras dalam negeri mengacu kepada Inpres 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. (tsc)