RIDHMEDIA - Rencana Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk membuang sebanyak 20 ribu ton cadangan beras pemerintah merupakan bukti bahwa keputusan impor yang dilakukan di tahun 2018 atau di era Enggartiasto Lukita jadi Menteri Perdagangan, tidak berdasarkan data valid.
Terlebih, beras yang akan dibuang itu ditaksir senilai dengan Rp 160 miliar. Sementara alasan dibuang karena beras sudah mengendap lebih dari setahun di gudang.
Begitu tegas anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12).
“Itu bukti bahwa impor beras tidak dilakukan dengan seksama dan tidak menggunakan data yang valid,” tegasnya.
Menurut Sekretaris Fraksi PPP itu, beras yang disimpan selama lebih dari satu tahun membuktikan bahwa Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian tidak mampu memprediksikan kebutuhan beras secara tepat.
“Sehingga impor yang dilakukan pun berlebihan dan pemborosan,” sambungnya.
Dia turut menyoroti kerugian akibat rencana buang beras yang mencapai Rp 160 miliar. Baginya, kerugian itu tidak kecil.
“Perlu ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian besar ini,” demikian Awiek, sapaan akrabnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule menilai aksi buang beras yang dilakukan lantaran usia penyimpanan lebih dari 1 tahun itu tida lepas dari kebijakan Enggar saat jadi Menteri Perdagangan.
Enggar ngotot melakukan impor beras disaat petani sedang panen raya. Berbagai kritik bahwa impor akan membuat Indonesia kelebihan beras dan akan berujung sia-sia karena beras akan busuk diabaikan.
“Dulu Mendag Enggar, Nasdem impor beras ugal-ugalan,” ujarnya di akun Twitter pribadi, Senin (2/12).
Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule menilai beras tersebut membusuk tidak lepas dari kebijakan mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto yang melakukan impor secara ugal-ugalan.
Impor dilakukan di saat petani sedang panen beras. Sehingga beras mengendap di gedung Bulog
Menurutnya, aksi buang beras ini sama halnya dengan membuang uang negara. Angka Rp 160 miliar bukan sedikit.
Atas alasan itu, dia menyerukan tagar #TangkapEnggar. Iwan juga mengajak warganet untuk memviralkan tagar tersebut.
“Ayo viralkan, #TangkapEnggar,” serunya. [rml]
Terlebih, beras yang akan dibuang itu ditaksir senilai dengan Rp 160 miliar. Sementara alasan dibuang karena beras sudah mengendap lebih dari setahun di gudang.
Begitu tegas anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12).
“Itu bukti bahwa impor beras tidak dilakukan dengan seksama dan tidak menggunakan data yang valid,” tegasnya.
Menurut Sekretaris Fraksi PPP itu, beras yang disimpan selama lebih dari satu tahun membuktikan bahwa Bulog, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian tidak mampu memprediksikan kebutuhan beras secara tepat.
“Sehingga impor yang dilakukan pun berlebihan dan pemborosan,” sambungnya.
Dia turut menyoroti kerugian akibat rencana buang beras yang mencapai Rp 160 miliar. Baginya, kerugian itu tidak kecil.
“Perlu ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian besar ini,” demikian Awiek, sapaan akrabnya.
Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule menilai aksi buang beras yang dilakukan lantaran usia penyimpanan lebih dari 1 tahun itu tida lepas dari kebijakan Enggar saat jadi Menteri Perdagangan.
Enggar ngotot melakukan impor beras disaat petani sedang panen raya. Berbagai kritik bahwa impor akan membuat Indonesia kelebihan beras dan akan berujung sia-sia karena beras akan busuk diabaikan.
“Dulu Mendag Enggar, Nasdem impor beras ugal-ugalan,” ujarnya di akun Twitter pribadi, Senin (2/12).
Sementara itu, Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule menilai beras tersebut membusuk tidak lepas dari kebijakan mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto yang melakukan impor secara ugal-ugalan.
Impor dilakukan di saat petani sedang panen beras. Sehingga beras mengendap di gedung Bulog
Menurutnya, aksi buang beras ini sama halnya dengan membuang uang negara. Angka Rp 160 miliar bukan sedikit.
Atas alasan itu, dia menyerukan tagar #TangkapEnggar. Iwan juga mengajak warganet untuk memviralkan tagar tersebut.
“Ayo viralkan, #TangkapEnggar,” serunya. [rml]