RIDHMEDIA - 20 ribu ton beras senilai Rp 160 miliar yang disimpan di gudang Bulog akan segera dimusnahkan.
Membusuknya 20 ribu ton beras itu diduga kuat akibat kebijakan impor beras yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Menanggapi hal itu, pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Airlangga, Ichsanuddin Noorsy menilai dampak impor tersebut merupakan bentuk kegoisan penguasa.
"Membuktikan buruknya kebijakan dan egoisnya kekuasaan," kata Ichsan saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/12).
Selain itu, Ichsan juga menilai bahwa pemusnahan ribuan ton beras adalah bukti ketahanan pangan dalam negeri gagal.
Ia membeberkan hukum besi ekspor impor dalam sudut pandang makro ekonomi. Poin pertama yang harus diperhatikan adalah informasi asimetris di dalam pemerintahan.
Sehingga, kata Ichsan, hal ini menguntungkan negara pengimpor mendapatkan laba yang cukup besar
"Negara importir adalah objek keuntungan dan surplus produksi," tuturnya.
Sementara itu, lanjut Ichsan, hal ini berdampak pada meningkatnya ketimpangan karena rakyat adalah objek eksploitasi transaksi.
"Buktinya pengangguran meningkat karena pekerja untuk menghasilkan barang sudah diganti dengan impor. Terbukti jumlah tenaga kerja pertanian menurun," sesalnya. Satryo Yudhantoko [rm]
Membusuknya 20 ribu ton beras itu diduga kuat akibat kebijakan impor beras yang dilakukan oleh mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Menanggapi hal itu, pengamat politik dan ekonomi dari Universitas Airlangga, Ichsanuddin Noorsy menilai dampak impor tersebut merupakan bentuk kegoisan penguasa.
"Membuktikan buruknya kebijakan dan egoisnya kekuasaan," kata Ichsan saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/12).
Selain itu, Ichsan juga menilai bahwa pemusnahan ribuan ton beras adalah bukti ketahanan pangan dalam negeri gagal.
Ia membeberkan hukum besi ekspor impor dalam sudut pandang makro ekonomi. Poin pertama yang harus diperhatikan adalah informasi asimetris di dalam pemerintahan.
Sehingga, kata Ichsan, hal ini menguntungkan negara pengimpor mendapatkan laba yang cukup besar
"Negara importir adalah objek keuntungan dan surplus produksi," tuturnya.
Sementara itu, lanjut Ichsan, hal ini berdampak pada meningkatnya ketimpangan karena rakyat adalah objek eksploitasi transaksi.
"Buktinya pengangguran meningkat karena pekerja untuk menghasilkan barang sudah diganti dengan impor. Terbukti jumlah tenaga kerja pertanian menurun," sesalnya. Satryo Yudhantoko [rm]