RIDHMEDIA - Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tentang kondisi ekonomi global yang sulit diprediksi oleh pembuat kebijakan hingga pakar. Saat itu, Sri menilai pakar terlalu pesimis.
Alih-alih menyalahkan para pakar, justru Sri Mulyani lah yang enggan mendengarkan masukan dari pakar sejak tiga tahun lalu untuk meyikapi tantangan ekonomi ini.
Begitu ditegaskan Ekonom INDEF Bhima Yudhistira saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Kamis (5/12).
"Kita sudah ingatkan sejak 3 tahun lalu bahwa akan terjadi gejolak ekonomi. Jadi kami kurang sepakat kondisi ekonomi tidak bisa diprediksi. Yang ada pemerintah kurang mendengar masukan pengamat (ekonomi) yang objektif," tegas Bhima.
Sebelumnya, Sri Mulyani berdalil bahwa imbas dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China kepada negara-negara berkembang sedikit banyaknya akan mengakibatkan ketidak pastian ekonomi global. Termasuk, Indonesia akan terkena dampaknya.
Terlebih, kata Sri Mulyani, soal pattern (pola) dan frekuensi yang saat ini terjadi membuat kondisi ekonomi sulit diprediksi.
Bhima menegaskan, pihaknya telah mengingatkan pemerintah sejak jauh-jauh hari soal potensi gejolak ekonomi yang bakal terjadi di masa depan. Namun, pemerintah tak pernah menggubris.
"Indikasi tutup nya beberapa retail besar, turunnya penjualan kendaraan bermotor dan konsumsi yang melambat. Itu sinyal akan terjadi tsunami ekonomi. Tapi saran kami kurang didengar, jelang Pemilu pemerintah malah gembar gemborkan ekonomi Indonesia kuat. Padahal keropos," tuturnya.
Lebih lanjut, Bhima menyebut Menkeu dua periode itu seolah tidak memiliki kepekaan terhadap potensi krisis ekonomi sama sekali.
"(Sri Mulyani) tidak ada senses of crisis," tandasnya. [rmo]
Alih-alih menyalahkan para pakar, justru Sri Mulyani lah yang enggan mendengarkan masukan dari pakar sejak tiga tahun lalu untuk meyikapi tantangan ekonomi ini.
Begitu ditegaskan Ekonom INDEF Bhima Yudhistira saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Kamis (5/12).
"Kita sudah ingatkan sejak 3 tahun lalu bahwa akan terjadi gejolak ekonomi. Jadi kami kurang sepakat kondisi ekonomi tidak bisa diprediksi. Yang ada pemerintah kurang mendengar masukan pengamat (ekonomi) yang objektif," tegas Bhima.
Sebelumnya, Sri Mulyani berdalil bahwa imbas dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China kepada negara-negara berkembang sedikit banyaknya akan mengakibatkan ketidak pastian ekonomi global. Termasuk, Indonesia akan terkena dampaknya.
Terlebih, kata Sri Mulyani, soal pattern (pola) dan frekuensi yang saat ini terjadi membuat kondisi ekonomi sulit diprediksi.
Bhima menegaskan, pihaknya telah mengingatkan pemerintah sejak jauh-jauh hari soal potensi gejolak ekonomi yang bakal terjadi di masa depan. Namun, pemerintah tak pernah menggubris.
"Indikasi tutup nya beberapa retail besar, turunnya penjualan kendaraan bermotor dan konsumsi yang melambat. Itu sinyal akan terjadi tsunami ekonomi. Tapi saran kami kurang didengar, jelang Pemilu pemerintah malah gembar gemborkan ekonomi Indonesia kuat. Padahal keropos," tuturnya.
Lebih lanjut, Bhima menyebut Menkeu dua periode itu seolah tidak memiliki kepekaan terhadap potensi krisis ekonomi sama sekali.
"(Sri Mulyani) tidak ada senses of crisis," tandasnya. [rmo]