RIDHMEDIA - Gadget telah merebut masa depan anak untuk bisa berkomunikasi dengan orangtua, berinteraksi dengan teman seumurnya, dan juga menghambat perkembangan baik dari segi kemampuan bahasa maupun kognitif mereka.
Fakta di lapangan, mayoritas anak di bawah umur dua tahun telah mengonsumsi gadget. Bahkan yang paling menyedihkan, 63,066 anak usia 9-19 tahun telah terpapar pornografi lewat gadget yang mereka miliki.
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti, anak yang kecanduan gadget lebih berbahaya ketimbang kecanduan narkoba.
Pada usia 0-2 tahun otak anak tumbuh dengan cepat hingga berusia 21 tahun, jika sejak kecil anak sudah berinteraksi dengan gadget secara berlebihan maka akan mengganggu proses belajar, tantrum. Akibatnya, dapar menurukan sikap mandiri anak, dan rentan impulsif.
Penelitian dari Bristol University pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa gadget bagi anak dapat meningkatkan risiko depresi, cemas, autisme, bipolar, psikosis, dan kurang atensi dengan sekitarnya.
Sementara itu, staf tumbuh kembang anak dari RSCM dr. Hartono Gunardi menyampaikan, RSCM telah melakukan penelitian pada tahun 2017, dari total 84 subjek 47 atau 56 persen anak memiliki kondisi normal sedangkan 37 anak atau 44 persen anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa akibat mengonsumsi gadget.
“5-8persen anak-anak di Indonesia mengalami keterampilan bahasa yang tertunda,” kata dr Hartono di acara diskusi 100 tahun RSCM yang dimoderatori oleh dokter anak dari RS Bunda, dr. Ayu Partiwi, di Istora Senayan, Sabtu (21/12).
Agar anak tidak terpapar gadget, sambung dr Hartono, perlu adanya pengawasan ketat dari orangtua. Membatasi anak bermain gadget dan memilih permainan yang interaktif dua arah mampu menstimulus tumbuh kembang anak usia dini.
Hartono mengimbau kepada seluruh orangtua di Indonesia agar bijak menggunakan gadget untuk anak. Berinteraksi dengan bermain bersama keluarga mampu membuat anak-anak terampil dalam bidang kognitif.
Pihaknya tidak melarang sepenuhnya anak menggunakan gadget, namun orangtua harus mampu menyortir konten gadget dan disarankan hanya memutar lagu.
“Gadget itu harus diperlakukan bijaksana kalau sudah kehabisan akan meminta terus. Kita boleh pake gadget, tapi kalau bisa hanya memutarkan lagu, selain itu konten yang dapat stimulasi anak dari gadget, tapi jangan film-film,” tandasnya. [rmol]
Fakta di lapangan, mayoritas anak di bawah umur dua tahun telah mengonsumsi gadget. Bahkan yang paling menyedihkan, 63,066 anak usia 9-19 tahun telah terpapar pornografi lewat gadget yang mereka miliki.
Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listiyarti, anak yang kecanduan gadget lebih berbahaya ketimbang kecanduan narkoba.
Pada usia 0-2 tahun otak anak tumbuh dengan cepat hingga berusia 21 tahun, jika sejak kecil anak sudah berinteraksi dengan gadget secara berlebihan maka akan mengganggu proses belajar, tantrum. Akibatnya, dapar menurukan sikap mandiri anak, dan rentan impulsif.
Penelitian dari Bristol University pada tahun 2010 mengungkapkan bahwa gadget bagi anak dapat meningkatkan risiko depresi, cemas, autisme, bipolar, psikosis, dan kurang atensi dengan sekitarnya.
Sementara itu, staf tumbuh kembang anak dari RSCM dr. Hartono Gunardi menyampaikan, RSCM telah melakukan penelitian pada tahun 2017, dari total 84 subjek 47 atau 56 persen anak memiliki kondisi normal sedangkan 37 anak atau 44 persen anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa akibat mengonsumsi gadget.
“5-8persen anak-anak di Indonesia mengalami keterampilan bahasa yang tertunda,” kata dr Hartono di acara diskusi 100 tahun RSCM yang dimoderatori oleh dokter anak dari RS Bunda, dr. Ayu Partiwi, di Istora Senayan, Sabtu (21/12).
Agar anak tidak terpapar gadget, sambung dr Hartono, perlu adanya pengawasan ketat dari orangtua. Membatasi anak bermain gadget dan memilih permainan yang interaktif dua arah mampu menstimulus tumbuh kembang anak usia dini.
Hartono mengimbau kepada seluruh orangtua di Indonesia agar bijak menggunakan gadget untuk anak. Berinteraksi dengan bermain bersama keluarga mampu membuat anak-anak terampil dalam bidang kognitif.
Pihaknya tidak melarang sepenuhnya anak menggunakan gadget, namun orangtua harus mampu menyortir konten gadget dan disarankan hanya memutar lagu.
“Gadget itu harus diperlakukan bijaksana kalau sudah kehabisan akan meminta terus. Kita boleh pake gadget, tapi kalau bisa hanya memutarkan lagu, selain itu konten yang dapat stimulasi anak dari gadget, tapi jangan film-film,” tandasnya. [rmol]