RIDHMEDIA - Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menanggapi pernyataan sikap anggota DPR Komisi I F-PKS, Sukamta, yang mengecam pengesahan RUU Amandemen Kewarganegaraan (CAB) di India. Hikmahanto menilai pernyataan itu berlebihan.
Sukamta dalam pernyataan meminta pemerintah segera melakukan klarifikasi kepada pemerintah India terkait UU, dia juga mendesak pemerintah melakukan protes kepada India. Hikmahanto menilai tindakan itu berlebihan dan bisa membuat Indonesia malu di mata dunia.
"Kalau menurut saya apa yang disampaikan anggota dewan fraksi PKS itu berlebihan, dan menurut saya tidak seharusnya Kemenlu memanggil Dubes India, karena itu nggak ada kaitan sama Indonesia sama sekali," kata Hikmahanto saat dihubungi, Minggu (15/12/2019).
Menurutnya, jika Indonesia memiliki concern terhadap UU India ini sebaiknya dibawa ke Dewan HAM PBB. Namun, tidak sembarang, pihak Indonesia juga diminta membawa data-data otentik terkait dengan kewenangan pemberian kewarganegaraan kepada korban penganiayaan.
"Kalau Indonesia punya concern ya silakan ke Dewan HAM PBB, tapi dengan catatan, melihat kejadian-kejadian di India, apakah memang masyarakat muslim di India perlu dapat perlindungan seperti agama lain, siapa tahu memang masyarakat muslim sudah banyak dipastikan atau tidak ada masalah. Jadi jangan kemudian lihat kacamata kita di Indonesia," paparnya.
Dia pun menilai desakan Sukamta itu juga bisa memalukan bagi Indonesia. Sebab, usulan Sukamta agar Kemenlu memanggil Dubes India untuk menjelaskan UU itu adalah tindakan memalukan.
"Nggak... nggak perlu (Kemenlu ketemu Dubes India), malah itu memalukan buat kita nanti, kita dilihat negara yang ingin berintervensi ke negara lain, terlalu dalam intervensinya," tuturnya.
Terakhir, Hikmahanto berpendapat undang-undang itu adalah kedaulatan negara. Dia juga meyakini pemerintah India mengesahkan UU itu atas fakta dan kejadian di India.
"Ini masalah kedaulatan suatu negara, lalu yang kedua tentu undang-undang itu dibuat atau rancangan amandemen itu dibuat atas dasar fakta-fakta dan kejadian-kejadian di negara tersebut," jelasnya.
Diketahui, pemerintah India baru saja mengesahkan RUU Amandemen Kewarganegaraan (CAB). UU baru ini akan memberikan kewarganegaraan kepada korban penganiayaan agama dari enam komunitas agama. Namun muslim tak termasuk di dalamnya.
Sesuai dengan UU baru itu, anggota komunitas Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen yang datang dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan hingga 31 Desember 2014 dan menjadi korban penganiayaan agama tidak akan diperlakukan sebagai imigran ilegal. Mereka akan diberi kewarganegaraan India.
Mereka diberi kewarganegaraan India dengan minimal masa tinggal 5 tahun di India. Sebelumnya, di UU lama mencantumkan syarat 11 tahun.
Di tengah pengesahan UU India ini, anggota DPR F-PKS Sukamta mengkritik pengesahan UU ini. Dia meminta pemerintah segera melakukan klarifikasi kepada pemerintah India terkait UU ini dan juga mendesak pemerintah melakukan protes kepada India atas UU ini.
"Saya minta pemerintah melalui Kemenlu segera memanggil Dubes India untuk sampaikan keberatan Indonesia atas UU diskriminatif, dan desakan pencabutan UU tersebut. Ini adalah perwujudan politik luar negeri yang bebas aktif," ucap Sukamta dalam keterangan tertulisnya, Minggu (15/12).(dtk)