RIDHMEDIA - Badan Penelitian dan Pengembangan serta Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama baru saja merilis hasil survei indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) 2019. Ketua Tim Survei Profesor Dr Adlin Sila menegaskan bahwa survei tersebut menunjukkan seluruh provinsi di Indonesia memiliki indeks kerukunan yang tinggi.
"Tidak ada satu pun temuan indeks yang menyatakan ada daerah yang tidak rukun atau tidak toleran. Semua daerah rukun dan toleran," tegas Adlin dalam keterangan resminya, Kamis 12 Desember 2019.
Ia menerangkan, jika ada perbedaan indeks antara satu daerah dengan daerah lain, hal itu lebih pada potret adanya dinamika di masing-masing daerah. Data yang didapat dalam survei ini, lanjut dia, juga tidak mewakili agama, melainkan area.
"Jadi perbedaan indeks bukan karena agama, tetapi faktor sosial demografis, budaya, dan pemahaman atas peraturan perundang-undangan yang ada," paparnya.
Sehubungan hal itu, jelas dia, hasil survei tersebut bukan untuk membandingkan satu daerah dengan daerah lain. "Kerukunan sangat kontekstual, jadi tidak bisa dibanding-bandingkan," ungkapnya.
Adlin mengatakan, indeks KUB yang disurvei Kemenag untuk mengukur persepsi masyarakat tentang indikator-indikator kerukunan, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Sehingga, skor indeks tinggi atau rendah diperoleh dari kondisi psikososial masyarakat sebagai hasil dari realitas pengalaman sehari-hari dalam interaksi antarsesama pemeluk agama.
"Skor indeks akan tinggi ketika masyarakat (responden) tidak ada sedikit pun resistensi pada konsep yang ditanyakan. Sebaliknya, indeks akan rendah ketika banyak masyarakat suatu daerah yang resisten atas item-item yang dipertanyakan," paparnya.
Secara internal, indeks KUB juga memiliki fungsi menentukan tindakan pemberdayaan yang harus dilakukan Kemenag dalam meningkatkan kualitas kerukunan umat.
"Bisa juga dimanfaatkan pemda sebagai bahan dalam perumusan kebijakan," tandasnya. [okz]
"Tidak ada satu pun temuan indeks yang menyatakan ada daerah yang tidak rukun atau tidak toleran. Semua daerah rukun dan toleran," tegas Adlin dalam keterangan resminya, Kamis 12 Desember 2019.
Ia menerangkan, jika ada perbedaan indeks antara satu daerah dengan daerah lain, hal itu lebih pada potret adanya dinamika di masing-masing daerah. Data yang didapat dalam survei ini, lanjut dia, juga tidak mewakili agama, melainkan area.
"Jadi perbedaan indeks bukan karena agama, tetapi faktor sosial demografis, budaya, dan pemahaman atas peraturan perundang-undangan yang ada," paparnya.
Sehubungan hal itu, jelas dia, hasil survei tersebut bukan untuk membandingkan satu daerah dengan daerah lain. "Kerukunan sangat kontekstual, jadi tidak bisa dibanding-bandingkan," ungkapnya.
Adlin mengatakan, indeks KUB yang disurvei Kemenag untuk mengukur persepsi masyarakat tentang indikator-indikator kerukunan, yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Sehingga, skor indeks tinggi atau rendah diperoleh dari kondisi psikososial masyarakat sebagai hasil dari realitas pengalaman sehari-hari dalam interaksi antarsesama pemeluk agama.
"Skor indeks akan tinggi ketika masyarakat (responden) tidak ada sedikit pun resistensi pada konsep yang ditanyakan. Sebaliknya, indeks akan rendah ketika banyak masyarakat suatu daerah yang resisten atas item-item yang dipertanyakan," paparnya.
Secara internal, indeks KUB juga memiliki fungsi menentukan tindakan pemberdayaan yang harus dilakukan Kemenag dalam meningkatkan kualitas kerukunan umat.
"Bisa juga dimanfaatkan pemda sebagai bahan dalam perumusan kebijakan," tandasnya. [okz]