ICW: Tak Usah Bicara Hukuman Mati, Pidana Penjara bagi Koruptor Saja Tak Maksimal

Ridhmedia
15/12/19, 12:17 WIB
RIDHMEDIA - Peneliti Indonesia Corruption Watch ( ICW) Tama S Langkun menolak wacana hukuman mati terhadap koruptor yang sempat diutarakan oleh Presiden Joko Widodo.

Ia menilai, masih ada persoalan lain yang perlu dituntaskan ketimbang langsung mengembangkan wacana hukuman mati.

Menurut Tama, salah satu persoalan yang dihadapi Indonesia adalah sanksi pidana terhadap koruptor yang tidak konsisten.

"Saya sendiri berada dalam posisi menolak hukuman mati. Ini menurut saya suatu kondisi yang tidak memberikan jawaban," ujar Tama dalam diskusi bertajuk Koruptor Dihukum Mati, Retorika Jokowi? di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (15/12/2019).

"Indonesia kan sebetulnya sanksi pelaku korupsi memang cenderung ringan. 2018 saya mencatat ada sekitar 900-an terpidana korupsi, yang hukuman di atas 10 tahun hanya sekitar 9 terpidana. Jadi jangan jauh-jauh lah, dari hukuman badan saja enggak maksimal," tutur dia.

Contoh lainnya, kata Tama, di tahun 2019 ini cukup banyak terpidana korupsi yang mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).

Di akhir 2019, Tama mencatat ada 22 permohonan PK yang masih diproses. Sementara itu ada 10 permohonan PK yang dikabulkan.

Dari putusan PK yang dikabulkan, kata Tama, terpidana ada yang dibebaskan, hukuman penjaranya dikurangkan atau dendanya dibatalkan.

Kemudian, contoh lainnya seperti sanksi pencabutan hak politik yang belum dilakukan secara merata terhadap aktor politik yang terbukti melakukan korupsi.

"Nah hal-hal semacam ini tidak mendorong sanksi pidana buat pelaku korupsi maksimal. Poin yang ingin saya sampaikan adalah Indonesia ini bicara soal pidana korupsi dia inkonsisten. Di situ dulu masalahnya. Bukan kemudian bicara dia harus mati atau enggak mati," ujar Tama.

Tama mengingatkan, Indonesia sudah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Indonesia juga sudah ditinjau oleh negara lain yang tergabung dalam kesepakatan tersebut.

"Tahun 2011 kita direview, ada 32 rekomendasi baru 24 yang dijalankan. Apa salah satu rekomendasinya? Konsistensi dalam penerapan hukuman. Misalnya kita direview soal masih ada kebijakan remisi, pembebasan bersyarat, termasuk grasi mungkin diantaranya," ujar Tama.

"Dalam bayangan saya, untuk menuju ke arah maksimal saja itu harus dilihat dari konsistensi pidananya, perampasan asetnya, pengembalian kerugian negaranya. Ini yang belum maksimal loh," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat. Kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi seusai menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12).[kpc]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+