RIDHMEDIA - Perum Bulog mencatat ada 20 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) yang terancam dimusnahkan. Hal itu karena penurunan mutu beras. Kondisi tersebut disebabkan stok terlalu lama mengendap di gudang.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi memastikan pihaknya sudah melakukan manajemen yang sesuai standar untuk menjaga mutu beras. Namun yang jadi soal adalah di sisi hilirnya.
"Persoalnnya kembali pada manajemen hilirnya saat penyaluran dan penjualannya," kata dia saat dihubungi, Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Dulu beras Bulog ada jaminan disalurkan ke masyarakat, baik lewat bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) maupun jaminan pasar atas stok yang sudah dibeli Bulog. Namun kini kondisinya berubah, yang mana bansos tersebut bertransformasi menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Dia menyebut bahwa terjadi ketidakseimbangan antara beras yang diserap oleh Bulog dan beras yang disalurkan ke masyarakat.
"Karena beras adalah komoditi yang mudah rusak (Perishable) maka mekanisme FIFO (First in First out) juga sudah kami lakukan dengan baik. Persoalannya terjadi ketidakseimbangan yang masuk lebih besar dari yang keluar," jelasnya.
Sementara dia memastikan bahwa Perum Bulog sudah mengelola beras yang disimpan di gudang dengan benar. Pihaknya memiliki mekanisme dalam quality control mulai dari beras masuk ke gudang dengan survey yang dilakukan surveyor independent sesuai persyaratan kualitas yang tertulis dalam Inpres Nomor 5 tahun 2015.
"Saat beras ada di dalam gudang, Bulog melakukan perawatan kualitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan setiap minggu, setiap bulan, dan setiap hari kami lakukan pembukaan pintu gudang secara rutin agar terjadi sirkulasi udara yang baik," ujarnya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga rutin melakukan pengecekan kadar air tersimpan, pencegahan serangan hama dan gudang dengan pola Pengendalian Hama Gudang Terpadu (PHGT).
Pihaknya juga masih mengupayakan cara lain agar beras yang turun mutu tidak dibuang. Ada empat mekanisme yang bisa dilakukan.
Pertama, beras tersebut bisa dijual di bawah harga eceran tertinggi (HET). Kedua, diolah kembali untuk memperbaiki mutu beras. Ketiga, melakukan penukaran untuk mendapatkan CBP dengan kualitas lebih baik. Keempat, dihibahkan untuk bantuan sosial dan kemanusiaan. (tsc)
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Tri Wahyudi memastikan pihaknya sudah melakukan manajemen yang sesuai standar untuk menjaga mutu beras. Namun yang jadi soal adalah di sisi hilirnya.
"Persoalnnya kembali pada manajemen hilirnya saat penyaluran dan penjualannya," kata dia saat dihubungi, Jakarta, Minggu (1/12/2019).
Dulu beras Bulog ada jaminan disalurkan ke masyarakat, baik lewat bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) maupun jaminan pasar atas stok yang sudah dibeli Bulog. Namun kini kondisinya berubah, yang mana bansos tersebut bertransformasi menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Dia menyebut bahwa terjadi ketidakseimbangan antara beras yang diserap oleh Bulog dan beras yang disalurkan ke masyarakat.
"Karena beras adalah komoditi yang mudah rusak (Perishable) maka mekanisme FIFO (First in First out) juga sudah kami lakukan dengan baik. Persoalannya terjadi ketidakseimbangan yang masuk lebih besar dari yang keluar," jelasnya.
Sementara dia memastikan bahwa Perum Bulog sudah mengelola beras yang disimpan di gudang dengan benar. Pihaknya memiliki mekanisme dalam quality control mulai dari beras masuk ke gudang dengan survey yang dilakukan surveyor independent sesuai persyaratan kualitas yang tertulis dalam Inpres Nomor 5 tahun 2015.
"Saat beras ada di dalam gudang, Bulog melakukan perawatan kualitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan setiap minggu, setiap bulan, dan setiap hari kami lakukan pembukaan pintu gudang secara rutin agar terjadi sirkulasi udara yang baik," ujarnya.
Dia menjelaskan, pihaknya juga rutin melakukan pengecekan kadar air tersimpan, pencegahan serangan hama dan gudang dengan pola Pengendalian Hama Gudang Terpadu (PHGT).
Pihaknya juga masih mengupayakan cara lain agar beras yang turun mutu tidak dibuang. Ada empat mekanisme yang bisa dilakukan.
Pertama, beras tersebut bisa dijual di bawah harga eceran tertinggi (HET). Kedua, diolah kembali untuk memperbaiki mutu beras. Ketiga, melakukan penukaran untuk mendapatkan CBP dengan kualitas lebih baik. Keempat, dihibahkan untuk bantuan sosial dan kemanusiaan. (tsc)