Jangan Lelah Membaca! Radikalisme dan Islamphobia, Proyek Siapa?

Ridhmedia
12/12/19, 09:58 WIB


Oleh: Anton Permana*

Di London Inggris pada tahun 2007 yang lalu,seorang wartawati BBC bertanya kepada seorang muslimah Arab Saudi dalam sebuah wawancara singkat. Ada empat pertanyaan yang disampaikan wartawati ini kepada muslimah Arab Saudi yang kebetulan berbusana burqa dan bercadar.

“Nona, bolehkah saya menanyakan empat hal kepada Anda ?”. Tanya wartawati itu.

“Oh tentu silahkan”. Jawab muslimah Arab ini lembut.

“Baik terimakasih Nona. Kami orang barat melihat tidak ada kemerdekaan bagi wanita Arab. Wanita Arab menurut kami sangat terkekang, terpasung, dan dibuat bodoh oleh bangsa kalian. Ini bagi kami adalah sebuah kesewenang-wenangan dan melanggar hak azazi manusia. Karena dalam pandangan kami, laki-laki atau perempuan itu sama hak dan kewajibannya atau setara”. Jelas wartawati tersebut.

“Baik. Sebelum saya menjawab, boleh saya minta penjelasan lebih luas, apa hal yang menurut anda yang akhirnya orang barat mengatakan wanita Arab itu terkekang dan terpasung ?”. Tanya balik muslimah itu dengan tenang.

“Wow sangat banyak sekali contohnya. Seperti dalam hal berkendaraan. Kalian wanita Arab tidak boleh membawa mobil sendiri. Tidak boleh bepergian sendiri. Beda dengan kami. Bagi kami, wanita itu boleh dan bebas bawa mobil sendiri dan mau pergi kemana saja”. Kata wartawati itu semangat.

“Oh begitu ya. Masih ada lagi contoh lain yang bisa anda sampaikan selain dua hal di atas ?”. Kata muslimah Arab tenang.

“Tentu dong. Contoh yang lain lagi, kalian wanita Arab dilarang bersamalan atau bersentuhan langsung dengan pria lain. Inikan sebuah pembodohan dan pengekangan”. Tambah wartawati tadi.

“Baik Nona. Saya akan coba menjawab sepengetahuan yang saya pahami. Perlu saya jelaskan, aturan yang anda sebutkan tadi semua betul adanya. Tapi, itu bukan aturan bangsa Arab. Tetapi itu adalah ajaran agama yang kami anut yaitu Islam. Yang disampaikan oleh Nabi junjungan kami yakni Muhammad SAW. Baik itu melalui Alqur’an sebagai kitab suci kami maupun Hadist yang disampaikan Nabi kami”. Jelas muslimah Arab itu.

“Selanjutnya saya boleh bertanya dulu. Menurut anda seorang presiden Amerika boleh berkendaraan atau bawa mobil sendiri ? Serta jalan-jalan sendiri dipenjuru dunia ?”. Tanya muslimah Arab tersebut.

Wartawati BBC tersebut menjawab, “ Tentu tidak dong !”.

“Lho kenapa tidak boleh ?”. Tanya muslimah Arab

“Tidak boleh karena presiden sebagai kepala negara itu harus terjamin keselamatan jiwanya. Makanya harus pakai sopir dan pengawalan resmi negara. Karena kalau nyetir sendiri, berpergian sendiri bisa berbahaya bagi keselamatan dirinya”. Jelas wartawati itu.

“Nahh begitu juga dengan kami. Para lelaki kami, kerajaan kami, ajaran agama kami memperlakukan wanitanya seperti presiden di Amerika. Yang tidak mau para wanitanya celaka dan terjadi hal yang buruk bagi wanitanya”. Jelas muslimah Arab tersebut.

“Glkk… Lalu bagaimana dengan larangan bersentuhan dengan pria lain bagi wanita Arab ?”. Kejar wartawati BBC tak mau kalah.

“Baik. Sekarang saya balik bertanya. Anda pernah ke istana Buckingham ? Anda pernah bertemu Ratu anda Elizabeth ? Setahu anda apakah bisa bersalaman dengan Ratu anda secara langsung ?”. Kata muslimah Arab.

“Saya pernah dong ke istana. Tapi mana bisa sembarangan orang untuk bersalaman dengan Ratu kami”. Jelas wartawati

“Lho kenapa?” Si muslimah Arab balik bertanya

“Ini juga demi keselamatan dan kehormatan Ratu kami. Mana tahu ada diantara orang yg bersalaman membawa virus, kuman, dan penyakit yang bisa membahayakan Ratu kami”. Jelas si wartawati.

“Nahh begitu juga di tempat kami dalam memperlakukan wanitanya. Sama dengan perlakuan kepada Ratu kalian “. Jawab muslimah Arab tersenyum.

Wartawati BBC itu (terbengong sejenak) mendapat jawaban cerdas yang diluar dugaannya itu. Namanya orang barat pantang kalah dan egois. Lalu si wartawati melanjutkan pertanyaan selanjutnya.

“Okey. Sekarang pertanyaan saya terakhir. Bagi kami, anda berbusana seperti sekarang ini bagi kami juga adalah sangat merepotkan dan juga pengekangan. Beda dengan kami yang membebaskan wanita itu berbusana apa saja yang menyenangkan hatinya”. Kata si wartawati.

Lalu si muslimah Arab balik bertanya. “Apakah dirumah anda ada kamar mandi ? Dan berada di dalam rumah ?”.

“Yaa jelas ada dong. Dan tentu tidak mungkin diluar rumah dan orang lain bisa lihat kami mandi telanjang”. Jelas si wartawati.

“Disitulah bedanya dengan kami. Bagi agama kami, wanita itu tidak saja dilindungi dari pandangan tidak saja hanya ketika mandi. Tetapi hampir setiap saat selagi ada yang bukan muhrimnya. Makanya wanita kami memakai hijab bahkan cadar untuk menjaga semua itu. Dan bagi kami hal tersebut justru sangat memudahkan, karena tak perlu make up berlebihan, lipstik, dan pernak pernik dandan lainnya yang malah merepotkan. Dan bagi kami, aurat kami hanya boleh di lihat oleh suami dan keluarga muhrim kami. Bukan diumbar dan diobral kepada setiap orang “. Jelas si muslimah Arab.

Meski tergagap dan terkejut dengan jawaban cerdas tak terduga muslimah Arab itu. Si wartawati akhirnya menyerah dan mengatakan. “Terimakasih nona. Ajaran agama kalian luar biasa. Mengatur semuanya dengan baik dan terhormat. Terimakasih anda telah membuka mata dan pikiran saya terhadap ajaran Islam”. Kata di wartawati sambil menyalami tangan muslimah arab

“Sama-sama nona. Terimakasih juga atas waktunya yang mau mewawancarai kami, dan semoga apa yang saya sampaikan juga dipahami oleh komunitas barat yang selama ini berburuk sangka terhadap ajaran agama kami”. Jawab muslimah Arab sambil memeluk wartawati BBC itu.

Sengaja penulis memaparkan kembali cuplikan cerita di atas kepada kita semua. Bahwa, proyek Islamphobia ini sebenarnya program lama dari pada musuh Islam sejak dulunya. Berbagai upaya fitnah, propaganda dilemparkan kepada ummat Islam. Bahkan sejak zaman Nabi 14 abad yang lalu.

Seperti contoh di Indonesia. Ada dua kelompok besar yang selalu gencar melaksanakan program Islamphobia ini. Di era Soekarno dilakukan oleh kelompok PKI. Melalui faksi-faksi dan media sempalannya ketika itu. Sampai jatuh korban nyawa yang tak terhitung dari kalangan Islam. Para jendral tentara pun mereka bunuh. Para ulama (Hamka) dan tokoh masyarakat mereka penjarakan.

Kedua kelompok CSIS besutan agen CIA Peeter beek. Melalui tangan Ali Murtopo, LB Moerdani, yang berhasil infiltrasi dimasa awal orde baru untuk memghabisi Islam (ingat kasus talang sari, priok, dst). Beruntung Pak Harto menyadari hal ini di masa akhir masa jabatannya (1988-1998). Dan berhubungan sangat mesra dengan Islam saat itu.

Jadi wajar ada dugaan dan asumsi kejadian hari ini (Islamphobia) dikaitkan dengan dua kelompok ini, mengingat ada benang merah yang jelas terlihat antara dua kelompok di atas dengan “inner cycle” lingkaran dalam Istana hari ini. Karena banyak para anak PKI dan murid atau jaringan CSIS lama masuk kedalam istana.

Artinya, sudah saatnya kita sebagai ummat Islam Indonesia memahami ini semua dengan bijaksana. Tidak mudah terpancing tapi juga tidak berdiam diri. Serta melakukan kontra yang beradab dan cerdas.

Begitu juga ketika, ada statement dari para menteri kabinet baru Jokowi tentang radikalisme, intoleransi, bahkan tanpa rasa malu memaksa-maksakan mengkaitkan antara radikalisme dengan cara berpakaian orang Islam yaitu cadar serta celana cingkrang. Ini sangat kurang ajar dan menyakitkan hati ummat Islam.

Padahal, kita semua tahu. Justru Islamlah yang selama ini banyak menjadi korban radikalisme negara dan kekuasaan. Dalam konteks nasional. Lihatlah yang di bantai ketika rusuh Ambon, Poso, Sampang, dan terakhir di Wamena Papua. Yang jadi korban pembantaian adalah ummat Islam.

Secara regional. Kita bisa melihat di Myanmar. Thailand Selatan. Dan Mindanao. Yang dibunuh dan dibantai itu adalah ummat Islam oleh kelompok Budha dan Katolik kalau kita boleh menyebutkan nama agamanya.

Secara global. Di Uighyur, Palestina, Suriah, bahkan di India utara, yang di bunuh dan ditindas juga adalah Ummat Islam.

Begitu juga dalam sejarah dunia. Yang mengakibatkan puluhan juta manusia mati pada perang dunia I dan II adalah para tentara sekutu yang bukan Islam. Hitler dari Jean membunuh jutaan manusia juga bukan Islam.

Suku Aborigin dan suku Indian di Australia dan benua Amerika dibunuh sampai ratusan juta jiwa oleh orang bukan Islam. Irak, Libya, di bombardir siang malam yang mengakibatkan ratusan ribu nyawa melayang dilakukan oleh orang non Islam. David Bevverick di Denmark yang dengan gaya koboynya membunuh 77 orang atas nama Kristian juga bukan orang Islam.

Tetapi kenapa semua yang berbentuk radikalisme, terorisme, semua tetap di giring dan dikaitkan dengan Islam ?

Bahkan ISIS serta para teroris “kaki lima” di Indonesia yang di akui oleh Hillary Clinton sebagai ciptaan (piaraan) negaranya melalui CIA masih juga dikaitkan dengan Islam. Ada apa ini ? Kenapa begini ?

Jawabannya sederhana saja. Secara theologis inilah yang disebut dengan sunatullah. Yaitu benturan antara yang haq dan batil akan selalu terjadi sampai kiamat datang. Dan secara nubuwah Nabi Muhammad inilah yang di sebut dengan fitnah akhir zaman.

Secara teoritis, ini juga yang disebut dengan “the clash of civilization” teori Samuel Huntington. Dimana ada benturan peradaban, dimana kekuatan global (barat-sosialis) berupaya sekuat mungkin untuk mengeliminir, mengisolasi, dan membumi hanguskan Islam dari pusaran kekuasan global, regional, dan nasional sejauh-jauhnya.

Bagaimana dengan Indonesia ? Otomatis pertarungan ini juga yang akhirnya berdampak sistemik terhadap negara kita. Sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam dan mempunyai potensi sumber daya alam, geografis yang luar biasa. Mereka akan pontang panting bagaimana menjauhkan Islam agar selalu berada di luar kekuasaan.

Bagaimana Islam jauh dari politik, dan bahkan. Bagaimana Islam itu di benci, di jauhi oleh pemeluknya sendiri. Karena kalau Islam di Indonesia bangkit dan berkuasa, maka akan dapat merobah peta politik dunia. Karena Indonesia itu kalau kita sadar adalah masa depan dunia. Dikarenakan sumber daya alamnya, letak geografisnya yang kaya raya.

Oleh karena itulah secara pribadi dan spesifik, bagi penulis celotehan para menteri kabinet Jokowi tersebut sangat tidak relevan dan tendensius penuh sentimentil. Dan hal ini tidak layak diutarakan oleh mereka yang berpendidikan.

Jadi kesimpulannya dari paparan di atas adalah :

1. Islam adalah agama resmi di Indonesia dimana telah melahirkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dimana konstitusi negara menjamin setiap warga negaranya dalam menjalankan ibadah sebagaimana tertera dalam pasal 29 (ayat) 2 UUD 1945. Dan memakai cadar dan celana cingkrang adalah salah satu sunnah Nabi yang berarti menjadi bahagian dari pelaksanaan ibadah bagi ummat Islam yang hukumnya sunnah (di kerjakan berpahala, tidak di kerjakan tidak berdosa).

2. Komentar para menteri yang mencoba memgarahkan, menggiring opini ada keterkaitan antara cara berpakaian orang Islam (cadar-celana cingkrang) dengan tindakan radikalisme bisa dianggap sebagai ujaran kebencian serta bisa berujung pidana sesuai pasal 46 (ayat) 5e UU ITE. Dan komentar tersebut bisa juga disebut “abuse of power” karena melampaui apa yang telah di jamin konstitusi.

3. Isu radikalisme yang mengkaitkan dgn Islam adalah isu politis murahan yang dilakukan oleh kelompok munafik, proxy, kelompok ideologis radikal (komunis-syiah-liberalis-non muslim radikal) berkolaborasi dengan kelompok opportunis (kapitalis-pejabat-tokoh) yang mengambil keuntungan ekonomi dan jabatan. Yang merasa terancam dan terganggu dengan eksistensi ummat Islam di Indonesia.

4. Kelompok Islam yang dimaksudkan diatas secara spesifik mengarah kepada kelompok Islam yang identik dengan gerakan 212. Dimana kalau mau jujur mengakui, kelompok inilah yang boleh di sebut dengan “kelompok the new civil society of Indonesia”. Karena kelompok ini gabungan dari seluruh elemen ummat tanpa pandang harokah, ormas, jemaah, yang bersatu padu atas nama Islam dalam melawan ketidak adilan.

Kenapa dinamakan kelompok the new of civil society Indonesia, karena mayoritas berasal dari kalangan terdidik, moderat, mapan, dan mandiri (kritis). Tipikal kelompok seperti ini adalah sebuah ancaman nyata bagi sebuah oligarkhi politik di Nusantara. Seperti ketika sejarah partai Masyumi di bubarkan oleh Soekarno atas hasutan PKI ketika itu.

Untuk itulah, berbagai upaya dilakukan agar kelompok ini di hancurkan, para tokohnya diisolasi dan di kriminalisasi, ‘image’-nya dibunuh dengan isu radikalisme dan intoleransi. Yang ujungnya adalah islamphobia (kebencian terhadap Islam) serta selanjutnya de-islamisasi (menghilangkan Islam dari Indonesia).

5. Isu radikalisme juga adalah sebuah proyek kepentingan politik lokal, sebagai bentuk program (preventive action) cegah dini, tangkal dini, alias “gebukin dulu” agar tak berkutik dalam rangka menutupi segala kebusukan dan kegagalan pemerintahan hari ini. Dan tidak berani teriak lagi kalau melihat kemungkaran.

Seperti contoh untuk menutupi fakta ; Hutang yang terus menggunung (tambah lagi 720 T bulan ini jadi total hutang 6000an T), pertumbuhan ekonomi stagnan, BUMN tergadai terancam dilikuidasi, pembunuhan di wamena Papua, ratusan nyawa melayang pada Pilpres akibat anarkisme aparat, dan kecurangan Pemilu, semua tertutupi dan dilupakan.

Dan membuat (digital distraction) suasana masyarakat selalu sibuk bertengkar dan lupa untuk menyoroti kekayaan alamnya di jarah dan diobral murah kepada asing-aseng.

6. Bentuk balas dendam sebuah kelompok kecil “radikal non-muslim” atas kekalahan pada Pilkada DKI lalu. Kelompok ini sangat dendam dan sakit hati. Karena mimpi indahnya untuk menguasai Indonesia rontok sebelum jadi. Padahal sempat menang di Pilkada DKI.

Dan kelompok inilah yang sangat tidak ingin tidak rela ada nama Islam setitik pun dalam lingkaran kekuasaan. Dan program radikalisme inilah sarana paling efektif bagi mereka untuk memblokir, membungkam, mengisolasi, memecah belah Islam melalui para tokoh dan kelompok opportunis (penjilat) dengan memberikan sekeping kue kekuasaan.

7. Membuat peta konflik sesama kelompok Islam agar larut bertengkar dalam isu ‘furru’iyah’ (cabang) seperti cadar dan celana cingkrang. Perbedaan pendapat antara cadar dan cingkrang ini akan di eskalasi sedemikan rupa agar masing kelompok Islam bertengkar dan ribut. Sambil juga memetakan mana yang fundamentalis dan mana yang moderat.

8. Isu radikalisme ini juga sebagai skenario membangun status quo benteng atau jurang psikologis yang adalam antara Istana dan ummat Islam. Agar terbentuk selalu ‘image’ permusuhan tajam antara Istana dengan ummat Islam atau negara vs agama.

Meskipun Prabowo sudah masuk dalam barisan pemerintahan, isu radikalisme yang sengaja di propagandakan tepat di awal kabinet jilid dua di bacakan seakan mau memberikan sinyal bahwa, Istana akan tetap bermusuhan dengan ummat Islam. Yang rekonsoliasi itu hanyalah ‘khusus’ jokowi bersama Prabowo saja.

9. Skenario ini apakah di sadari oleh presiden atau tidak, kita tidak tahu. Tapi yang jelas ada perobahan pola gerak (manuver) islamphobia saat ini.

Kalau dalam periode sebelumnya Polri menjadi garda terdepan yang represif, sekarang menteri agama dengan sosok mantan Jendral TNI jadi proxy di depan. Walaupun kita tahu bahwa menteri agama hari ini sohib dekat LBP yang notabonenya murid LB Moerdani, namun dalam benak pikiran publik seakan sosok TNI-nya dari menteri agama Fachrul Razi yang dibenturkan.

Ini asumsi penulis pribadi. Bisa salah dan bisa benar.

Untuk itulah, pada kesempatan ini penulis mengajak kita semua agar tidak mudah terpancing reaktif, bahkan radikal dalam mengikapi proyek besar para musuh Islam ini. Kita boleh tegas tapi tidak boleh kasar dan mencaci maki.

Mari kita perlihatkan jati diri seorang Muslim sejati yang superior di negerinya sendiri. Jangan terpancing dengan permainan “gendang” orang lain.

Pancasila dan UUD 1945 sudah final untuk menjadi falsafah dan pemersatu bangsa kita. NKRI Harga Mati. Dan mari kita ingatkan saudara kita akan proyeksi program tangan jahil ini demia Indonesia negeri yang kita cintai ini. In Syaa Allah. (*)

*) Penulis adalah Pengamat sosial politik dan juga alumni Lemhannas RI PPRA 58 Tahun 2018)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+