Kapitalisme, Janji Manis Buat Rakyat, Nikmatnya Untuk Siapa?

Ridhmedia
25/12/19, 04:11 WIB
Oleh: Hafsah Ummu Lani
(Aktivis dari Samarinda)
Kapitalisme atau Kapital adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya.

Ketika sistem ini masuk kedalam ranah pemerintahan,  akibatnya
sudah bisa diduga. Fungsi dari pemerintah yang sejatinya mengurus rakyat,  lambat laun beralih fungsi menjadi pengurus para pemodal. Akibatnya para pemilik modal dengan leluasa menginvestasikan modalnya pada lahan yang menguntungkan. Bukan rahasia lagi,  karena dalam meraih kekuasaan,  kaum kapital berperan penting dalam meraih kekuasaan para pejabat negara.

Idealnya, penguasa bukan sekedar mengurus rakyat dalam bentuk administrasi,  tapi dalam langkah yang nyata yakni,  menyediakan lapangan pekerjaan.  Hal ini sangat penting agar rakyat bisa menghidupi keluarganya agar kebutuhan hidup bisa terpenuhi.  Namun kenyataannya,  rakyat semakin sulit untuk mendapatkan lapangan pekerjaan karena mekanisme dalam pengaturan dibuat berdasarkan kesepakatan antara penguasa dan pengusaha. Rakyat kembali gigit jari,  lapangan pekerjaan yang dijanjikan ternyata bukan untuk mereka,  tapi untuk para pengusaha dengan kroninya.

Maka dibuatlah aturan-aturan melalui UU,  agar dalam pelaksanaan proyek tersebut dapat berjalan mulus.  SDA yang seharusnya bisa dinikmati rakyat justru hanya dinikmati oleh para kaum kapital,  sehingga kesenjangan ekonomi semakin terlihat.  Yang kaya hanya segelintir orang,  sementara yang miskin semakin bertambah. Wajah kapitalisme semakin terlihat,  dalam kontribusinya tidak ada yang gratis,  semua harus menguntungkan. 

Rakyat semakin terpuruk dengan lahirnya kebijakan-kebijakan baru.  Dalam ranah kesehatan,  pemerintah membuat aturan asuransi kesehatan melalui BPJS. Urusan kesehatan diserahkan kepada pihak swasta untuk dikelola. Mekanismenya,  tiap individu diwajibkan membayar iuran tiap bulan, baik secara mandiri maupun melalui perusahaan tempat bekerja.  Tujuannya agar memudahkan masyarakat pada saat berobat,  tinggal masuk ke rumah sakit yang telah bekerja sama dengan pihak BPJS.  Namun pada kenyataannya,
masyarakat harus berlapang dada lagi,  karena tidak semua penyakit ditanggung oleh BPJS.  Jelas,  bahwa pihak BPJS sebagai pelaksana akan mencari keuntungan karena fungsinya bukan sebagai pengurus rakyat.

Dalam kesempatan lain, Presiden Jokowi telah mengeluarkan kartu-kartu yang diklaim sakti.  Tujuannya untuk memudahkan masyarakat memakai bila diperlukan.  Keluarlah kartu kesehatan,  kartu pra kerja,  kartu pintar dan lain-lainnya.  Kenyataannya,  kartu-kartu tersebut hanya melengkapi isi dompet,  karena tak satupun dari kartu tersebut benar-benar sakti.  Rakyat hanya bisa gigit jari dengan segala kebijakan yang hanya manis di mulut tapi nihil dalam realisasi.

Beda halnya dengan para pengusaha,  mereka dengan  leluasa menebarkan jaring di negeri ini karena sudah difasilitasi dengan kebijakan melalui UU penanaman modal.  Dengan begitu,  mereka mudah  menguasai hasil bumi di Indonesia.  Ibarat pepatah "Tikus mati di lumbung padi", itulah kondisi yang menggambarkan rakyat Indonesia saat ini.  Penyebabnya adalah pengaturan urusan rakyat termasuk didalamnya pengaturan SDA diserahkan kepada manusia melalui UU. Hasil bumi harusnya dinikmati oleh masyarakat setempat yang diatur oleh pemerintah,  malah dikuasai oleh pemilik modal. Lalu rakyat dapat apa jika dalam orientasinya hanya keuntungan semata,  bukan kemaslahatan.

Janji-janji kampanye ketika ingin berkuasa,  hilang ditelan perjanjian dibalik layar oleh para penyokong kekuasaan,  yakni pengusaha. Rakyat hanya menjadi tameng dalam meraih kekuasaan sekaligus menjadi tumbal. Itulah wajah kapitalisme yang sesungguhnya,  menghisap darah rakyat tanpa pandang bulu.  Setiap kebijakan yang dilahirkan,  harus membuahkan hasil,  tidak perduli apakah hal tersebut menyengsarakan rakyat atau tidak.

Dalam Islam,  kekuasaan adalah amanah.  Pemimpin adalah pengatur urusan rakyat dan bertanggung jawab pada setiap amanah yang diemban.  Mengurus rakyat menjadi kewajiban yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan sang Kholiq. Negara wajib memastikan kondisi masyarakat dalam keadaan baik.  Selain ketersediaan lapangan pekerjaan,  kebutuhan pendidikan,  kesehatan juga harus diperhatikan.

Politik ekonomi yang dianut adalah  politik ekonomi Islam yang berpihak kepada kebutuhan rakyat. Tidak boleh seorang pun terabaikan kebutuhan pokoknya. Karena itu, indikator utama maju tidaknya perekonomian bukanlah pertumbuhan, inflasi, dan lain-lain. Tapi, melainkan berapa banyak pengangguran, jumlah penduduk yang tidak memiliki tempat tinggal layak, jumlah orang yang tidak dapat makan layak, dan berapa jumlah penduduk yang pakaiannya jauh dari kepatutan. (Detik. Com)

Aturan dalam pemerintahan harus berdasar Al Qur'an dan As Sunnah. Didalamnya diatur masalah individu,  masyarakat dan bernegara yang Jauh dari politik transaksional. Semua telah dicontohkan oleh Baginda Rasul SAW beserta Khulafaur Rasyidin dalam memimpin rakyat.

Amanah juga menjadi sifat pemimpin yang tercantum dalam al-Quran, tepatnya dalam Q.S Al-Nisa [4]: 58
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sunggguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat".

Ayat di atas juga menunjukkan kepada kita pentingnya memilih pemimpin yang amanah. Adapun perwujudan dari pemimpin yang amanah, sebagaimana diterangkan dalam ayat, adalah yang adil dalam menetapkan hukum dan tidak bersikap diskriminatif.(BincangSyariah. Com)

Islam hadir dalam bentuk aturan yang sempurna.  Selain sebagai agama yang mengatur urusan ibadah,  Islam juga mengatur urusan hidup.  Anehnya,  manusia lebih cenderung memilih aturan hidupnya yang bersumber dari manusia.  Aturan hidup tersebut bahkan berasal dari luar Islam
Untuk melengkapi aturan dalam memilih pemimpin yang benar dalam mengatur urusan rakyat,  harus kembali kepada landasan yang sohih,  yakni Islam.  Sistem yang didalamnya berlandaskan syariat Islam dalam bingkai Khilafah ala minhajinnubuwah.

Wallahu a'lam bisshowab
Komentar

Tampilkan

Terkini