Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd
Warga Kutai Barat Kaltim
Isu kearifan lokal di Kaltim makin menguat dengan munculnya keinginan dari tiga suku asli besar di Kaltim agar diakui eksistensinya. Mereka tidak ingin seperti di Jakarta yang penduduk aslinya, yaitu Betawi tersingkir karena tidak mampu bersaing dengan warga pendatang.
Salah satunya, seperti yang diberitakan (kaltimprokal.co,24/11/2019) masyarakat adat Paser yang bermukim di PPU berharap diperhatikan, mengingat selama ini keberadaan mereka seperti tak mendapat perhatian pemerintah walaupun sudah dilindungi melalui Perda 2/2017. Keluh ini disampaikan oleh Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) PPU. Dia menambahkan, pada prinsipnya, masyarakat adat Paser setuju dan mendukung pemindahan IKN ke Kaltim. Namun, perlu komunikasi lebih dulu antara pemerintah dan masyarakat adat Paser agar keinginan masyarakat adat bisa terpenuhi.
"Pada prinsipnya, kami ingin dilibatkan dalam pembangunan IKN nanti dan perlu dilakukan pembinaan. Sebab, dari segi SDM kami masih kurang. Termasuk memprioritaskan masyarakat adat Paser untuk menjadi PNS,” ujarnya. Namun, yang tak kalah penting, masyarakat adat Paser diberi hak memiliki hutan adat. Itu merupakan rekomendasi yang dituangkan dalam maklumat hasil Kongres Masyarakat Adat Paser pada Oktober 2019 lalu.
Dalam maklumat itu, ada beberapa poin rekomendasi yang diminta kepada pemerintah. Di antaranya, masyarakat adat suku Paser meminta presiden segera mengesahkan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Adat. Selanjutnya, meminta pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi pemetaan wilayah adat di PPU. Yang terbentang dari Kelurahan Mentawir sampai Kelurahan Maridan di Kecamatan Sepaku. Sebab, selama ini dikuasai oleh konsesi perusahaan. (https://m.kaltim.prokal.co/read/news/363879-akomodasi-budaya-lokal-di-ikn-baru.html)
Kearifan Lokal Bukan Tandingan Liberalisme
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kearifan_lokal)
Kearifan lokal di Kaltim menyongsong IKN baru diyakini dan dianggap positif mampu melindungi penduduk daerah dari gempuran luar. Baik masuknya pendatang dari daerah lain atau pun luar negeri/ asing. Padahal, kalau dianalisis lebih tajam peran penduduk setempat hanya sebatas diakui dan dilestarikan kearifan lokalnya.
Kearifan lokal dijadikan senjata penduduk lokal dalam menyongsong IKN baru. Mampukah keatifan lokal menghadapi persaingan global dan serbuan liberalisasi sosial budaya yang masuk bersamaan para pendatang, investor pribumi swasta atau asing?
Kearifan lokal sendiri pada dasarnya hanya berasal dari kesukuan fanatisme ras cabang dari nasionalisme. Modernisasi dan globalisasi ditambah IKN baru di Kaltim akan menjadi lawan kearifan lokal yang sebenarnya bukan tandingannya.
Di sisi lain, jika kearifan lokal digencarkan dalam pembangunan IKN di Kaltim maka sama saja berpotensi menguatnya arus liberalisasi agama. Hal ini terlihat dari umat Islam yang semakin dijauhkannya dari akidah Islam lewat pelestarian kearifan lokal. Tidak sedikit kearifan lokal yang diberdayakan pemerintah justru bertentangan dengan akidah Islam.
Padahal, kearifan lokal tidak akan mampu melawan arus liberalisasi dari Barat karena sandarannya demokrasi yang membolehkan kebebasan. Akhirnya, liberalisasi pun tidak bisa dibendung. Jika demikian, tidak bisa berharap pada ketahanan dan pelestarian budaya lokal, karena di sisi lain agama semakin dijauhkan sedangkan liberalisme semakin didekatkan lewat IKN baru ini.
Meski demikian, penulis tidak fokus dengan kelemahan kearifan lokal dalam membentengi masyarakat Kaltim dalam menghadapi arus liberalisasi yang datang bersamaan dengan pendatang daerah lain atau negara lain/ asing. Tetapi fokusnya di sini adalah bahaya dari liberalisasi yang akan semakin diperparah dengan adanya IKN baru. Liberalisme di berbagai sektor baik ekonomi, sosial, budaya, dsb yang dilegalkan oleh demokrasi adalah bahaya sebenarnya.
Dengan liberalisme, penjajahan asing semakin leluasa masuk dan akan terus menjajah negeri ini lewat proyek IKN baru. Liberalisme akan semakin merasuk parah karena sejak awal masyarakat Kaltim dikenal sudah heterogen dan permisif open dengan segala paham sekuler sehingga bahaya narkoba, gaul bebas, LGBT, dsb dipastikan tidak terbendung oleh kearifan lokal budaya setempat.
Kearifan Lokal dalam Pandangan Islam
Kearifan lokal merupakan bagian ikatan kesukuan tumbuh di tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Muncul karena pada dasarnya manusia memiliki naluri mempertahankan diri, kemudian mencuat untuk berkuasa. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta'ashub) yang dikuasai oleh hawa nafsu dalam membela sukunya terhadap suku lain. Kearifan lokal termasuk di dalamnya sukuisme tidak sesuai dengan martabat manusia karena bisa menimbulkan pertentangan baik di dalam maupun di luar sukunya. (dalam kitab Peraturan Hidup dalam Islam, an-Nabhani: 44)
Kearifan lokal dalam pandangan Islam terkategori Ashobiyah, sedangkan menonjolkan Ashobiyah hukumnya haram, bertentangan dengan Islam. Lemah menjadikan Ashobiyah sebagai ikatan hubungan di tengah umat. Oleh karena itu, umat Islam tidak seharusnya mempertaruhkan keyakinan agama berupa larangan Ashobiyah dengan menjadikan kearifan lokal sebagai lawan menghadapi liberalisme.
Cukup ikatan ukhuwah Islamiyah menjadi penyatu sekaligus senjata melawan liberalisasi. Hanya Islam, agama sekaligus ideologi atau pandangan hidup yang mampu membendung masuknya penjajahan asing dan paham sekuler liberalisme beserta turunannya. Termasuk melawan liberalisme dalam IKN baru, bukan kearifan lokal yang sebenarnya lemah.
Islam kuat karena merupakan agama atau pandangan hidup yang mengatur seluruh kehidupan. Yakinlah hanya Islam yang mampu melawan liberalisme, bukan kearifan lokal buah demokrasi yang justru membolehkan kebebasan kepemilikan penguasaan SDA oleh swasta atau asing penjajah. Hanya Islam yang mampu melawan liberalisasi sosial, budaya, dan agama bukan kearifan lokal yang justru membuat SDM-nya menjadi target dan korban liberalisasi akibat IKN baru.
Dengan demikian, IKN baru yang dicanangkan pemerintah sebenarnya sungguh berbahaya karena berlandaskan kapitalis sekuler sehingga liberalisasi pasti terjadi. Kearifan lokal bukan benteng yang mampu menghadapi liberalisme. Hanya aqidah Islam yang diterapkan oleh negara sebagai benteng utama yang mampu menghadapi liberalisasi di balik IKN baru.
Wallahu'alam... []
Warga Kutai Barat Kaltim
Isu kearifan lokal di Kaltim makin menguat dengan munculnya keinginan dari tiga suku asli besar di Kaltim agar diakui eksistensinya. Mereka tidak ingin seperti di Jakarta yang penduduk aslinya, yaitu Betawi tersingkir karena tidak mampu bersaing dengan warga pendatang.
Salah satunya, seperti yang diberitakan (kaltimprokal.co,24/11/2019) masyarakat adat Paser yang bermukim di PPU berharap diperhatikan, mengingat selama ini keberadaan mereka seperti tak mendapat perhatian pemerintah walaupun sudah dilindungi melalui Perda 2/2017. Keluh ini disampaikan oleh Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) PPU. Dia menambahkan, pada prinsipnya, masyarakat adat Paser setuju dan mendukung pemindahan IKN ke Kaltim. Namun, perlu komunikasi lebih dulu antara pemerintah dan masyarakat adat Paser agar keinginan masyarakat adat bisa terpenuhi.
"Pada prinsipnya, kami ingin dilibatkan dalam pembangunan IKN nanti dan perlu dilakukan pembinaan. Sebab, dari segi SDM kami masih kurang. Termasuk memprioritaskan masyarakat adat Paser untuk menjadi PNS,” ujarnya. Namun, yang tak kalah penting, masyarakat adat Paser diberi hak memiliki hutan adat. Itu merupakan rekomendasi yang dituangkan dalam maklumat hasil Kongres Masyarakat Adat Paser pada Oktober 2019 lalu.
Dalam maklumat itu, ada beberapa poin rekomendasi yang diminta kepada pemerintah. Di antaranya, masyarakat adat suku Paser meminta presiden segera mengesahkan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Adat. Selanjutnya, meminta pemerintah pusat dan daerah memfasilitasi pemetaan wilayah adat di PPU. Yang terbentang dari Kelurahan Mentawir sampai Kelurahan Maridan di Kecamatan Sepaku. Sebab, selama ini dikuasai oleh konsesi perusahaan. (https://m.kaltim.prokal.co/read/news/363879-akomodasi-budaya-lokal-di-ikn-baru.html)
Kearifan Lokal Bukan Tandingan Liberalisme
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kearifan_lokal)
Kearifan lokal di Kaltim menyongsong IKN baru diyakini dan dianggap positif mampu melindungi penduduk daerah dari gempuran luar. Baik masuknya pendatang dari daerah lain atau pun luar negeri/ asing. Padahal, kalau dianalisis lebih tajam peran penduduk setempat hanya sebatas diakui dan dilestarikan kearifan lokalnya.
Kearifan lokal dijadikan senjata penduduk lokal dalam menyongsong IKN baru. Mampukah keatifan lokal menghadapi persaingan global dan serbuan liberalisasi sosial budaya yang masuk bersamaan para pendatang, investor pribumi swasta atau asing?
Kearifan lokal sendiri pada dasarnya hanya berasal dari kesukuan fanatisme ras cabang dari nasionalisme. Modernisasi dan globalisasi ditambah IKN baru di Kaltim akan menjadi lawan kearifan lokal yang sebenarnya bukan tandingannya.
Di sisi lain, jika kearifan lokal digencarkan dalam pembangunan IKN di Kaltim maka sama saja berpotensi menguatnya arus liberalisasi agama. Hal ini terlihat dari umat Islam yang semakin dijauhkannya dari akidah Islam lewat pelestarian kearifan lokal. Tidak sedikit kearifan lokal yang diberdayakan pemerintah justru bertentangan dengan akidah Islam.
Padahal, kearifan lokal tidak akan mampu melawan arus liberalisasi dari Barat karena sandarannya demokrasi yang membolehkan kebebasan. Akhirnya, liberalisasi pun tidak bisa dibendung. Jika demikian, tidak bisa berharap pada ketahanan dan pelestarian budaya lokal, karena di sisi lain agama semakin dijauhkan sedangkan liberalisme semakin didekatkan lewat IKN baru ini.
Meski demikian, penulis tidak fokus dengan kelemahan kearifan lokal dalam membentengi masyarakat Kaltim dalam menghadapi arus liberalisasi yang datang bersamaan dengan pendatang daerah lain atau negara lain/ asing. Tetapi fokusnya di sini adalah bahaya dari liberalisasi yang akan semakin diperparah dengan adanya IKN baru. Liberalisme di berbagai sektor baik ekonomi, sosial, budaya, dsb yang dilegalkan oleh demokrasi adalah bahaya sebenarnya.
Dengan liberalisme, penjajahan asing semakin leluasa masuk dan akan terus menjajah negeri ini lewat proyek IKN baru. Liberalisme akan semakin merasuk parah karena sejak awal masyarakat Kaltim dikenal sudah heterogen dan permisif open dengan segala paham sekuler sehingga bahaya narkoba, gaul bebas, LGBT, dsb dipastikan tidak terbendung oleh kearifan lokal budaya setempat.
Kearifan Lokal dalam Pandangan Islam
Kearifan lokal merupakan bagian ikatan kesukuan tumbuh di tengah masyarakat pada saat pemikiran manusia mulai sempit. Muncul karena pada dasarnya manusia memiliki naluri mempertahankan diri, kemudian mencuat untuk berkuasa. Keadaan seperti ini menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta'ashub) yang dikuasai oleh hawa nafsu dalam membela sukunya terhadap suku lain. Kearifan lokal termasuk di dalamnya sukuisme tidak sesuai dengan martabat manusia karena bisa menimbulkan pertentangan baik di dalam maupun di luar sukunya. (dalam kitab Peraturan Hidup dalam Islam, an-Nabhani: 44)
Kearifan lokal dalam pandangan Islam terkategori Ashobiyah, sedangkan menonjolkan Ashobiyah hukumnya haram, bertentangan dengan Islam. Lemah menjadikan Ashobiyah sebagai ikatan hubungan di tengah umat. Oleh karena itu, umat Islam tidak seharusnya mempertaruhkan keyakinan agama berupa larangan Ashobiyah dengan menjadikan kearifan lokal sebagai lawan menghadapi liberalisme.
Cukup ikatan ukhuwah Islamiyah menjadi penyatu sekaligus senjata melawan liberalisasi. Hanya Islam, agama sekaligus ideologi atau pandangan hidup yang mampu membendung masuknya penjajahan asing dan paham sekuler liberalisme beserta turunannya. Termasuk melawan liberalisme dalam IKN baru, bukan kearifan lokal yang sebenarnya lemah.
Islam kuat karena merupakan agama atau pandangan hidup yang mengatur seluruh kehidupan. Yakinlah hanya Islam yang mampu melawan liberalisme, bukan kearifan lokal buah demokrasi yang justru membolehkan kebebasan kepemilikan penguasaan SDA oleh swasta atau asing penjajah. Hanya Islam yang mampu melawan liberalisasi sosial, budaya, dan agama bukan kearifan lokal yang justru membuat SDM-nya menjadi target dan korban liberalisasi akibat IKN baru.
Dengan demikian, IKN baru yang dicanangkan pemerintah sebenarnya sungguh berbahaya karena berlandaskan kapitalis sekuler sehingga liberalisasi pasti terjadi. Kearifan lokal bukan benteng yang mampu menghadapi liberalisme. Hanya aqidah Islam yang diterapkan oleh negara sebagai benteng utama yang mampu menghadapi liberalisasi di balik IKN baru.
Wallahu'alam... []