PAK Jokowi sangat kesal melihat impor migas dan baja yang besar, sehingga mengganggu produk lokal. Lalu meminta BKPM dan Menteri Kemaritiman dan Investasi untuk memperhatikan bawahi kekesalan ini.
Lucu kelihatannya dan seperti main-main karena impor itu bukan dengan sendirinya datang, tapi akibat kebijakan pemerintah juga. Jika kran ditutup pasti impor tak ada atau sekurang-kurangnya mengecil.
Sebagai contoh banjirnya impor baja sebab utamanya adalah "peraturan". Menurut catatan Asosiasi Besi Baja Indonesia (IISIA) justru Permendag 110 tahun 2018 tentang ketentuan impor besi baja, baja paduan, dan produk turunannya yang menghapuskan pertimbangan teknis sebelum impor baja adalah penyebab. Akibatnya impor sangat mudah dan tidak ada sistem kontrol izin impor.
Begitu juga pengalihan pos tarif baja karbon (HS Code) menjadi paduan. Baja paduan impor dari Cina justru sangat murah karena mendapat keunggulan tax rebate atau insentif. Negara pemasok khususnya Cina terhindar dari bea masuk anti dumping 20 persen. Akibatnya, baja membanjiri negeri ini.
Impor migas meningkat terus sehingga defisit neraca perdagangan sektor migas di Januari hingga Mei 2019 mencapai 3,74 miliar dolar AS. Menteri ESDM Ignatius Jonan dan Menteri BUMN waktu itu Rini Soemarni disemprot Presiden. Jokowi kesal.
Menurut Wamen ESDM Arcandra, impor disebabkan adanya peningkatan kebutuhan BBM untuk angkutan jalan tol. Nah lucu karena Presiden justru sedang gencar gencarnya membangun infrastruktur jalan tol.
Belum lagi soal 20 ribu ton beras yang busuk dan "terbuang" akibat jor-joran impor beras oleh Mendag. Hanya belum terberitakan teguran jokowi kepada Enggartiasto Lukita.
Sebaliknya, Jokowi mendukung impor meski sebenarnya beras itu surplus. Konyolnya Enggar berargumen RI bisa chaos jika tidak impor beras.
Jadi kesal Jokowi sebenarnya kembali kesal pada dirinya sendiri yang gara-gara kebijakannya menyebabkan impor menjadi tinggi.
Publik melihat hanya retorika politik saja jika kini pidato Presiden diisi dengan teriakan "stop impor !". Apalagi dengan nada dan ekspresi kesal. Lucu memang.
Pemimpin seharusnya jujur dan tidak berpura pura. Atau memang memandang segalanya "bukan urusan saya"? rmol.id
M Rizal Fadillah
Pemerhati politik