Ridhmedia - Menteri Luar Negeri Pakistan Qureshi mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatukan para menteri luar negerinya untuk membela Muslim di India.
"Kami berharap OKI akan mengadakan pertemuan menteri luar negerinya di Islamabad dan bersama-sama menyuarakan dukungan untuk Muslim India," Qureshi mengatakan kepada wartawan di kampung halamannya, Multan, sebuah kota di provinsi timur laut Punjab, Ahad (29/12).
Dilansir di Anadolu Agency, mengenai undang-undang kewarganegaraan India, Qureshi mengatakan, India tampaknya terbagi menjadi sekularis dan supremasi Hindu. Hal tersebut terjadi karena minoritas dan umat Hindu yang berpendidikan juga memprotes undang-undang kontroversial tersebut.
"Pemerintah India menempatkan orang-orang Kashmir di penjara terbuka selama lima bulan terakhir setelah diberlakukan jam malam di sana, tetapi tidak semua masyarakat India dapat diberlakukan jam malam. Selain itu, dunia juga melihat wajah asli India,” katanya mengenai pemblokiran di Kashmir yang dikelola India.
Pada 11 Desember, parlemen India mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial. Undang-Undang kewarganegaraan tersebut menawarkan hak kewarganegaraan kepada komunitas Hindu, Buddha, Kristen, Parsi, dan Jain yang bermigrasi dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Namun, undang-undang tersebut mengecualikan Muslim, yang memicu protes massa di seluruh negeri dan sejauh ini telah merenggut 26 nyawa.
Pada 24 Desember, Komisi Independen Hak Asasi Manusia Independen OKI mengutuk keras kekerasan dan hilangnya nyawa selama berlangsungnya protes damai di negara tersebut terhadap undang-undang kewarganegaraan. Organisasi tersebut mendesak masyarakat internasional dan PBB untuk menekan pemerintah India agar mencabut klausul diskriminatif dari hukum baru dan mematuhi norma. Selain itu, OKI juga mendesak pemerintah India memberlakukan standar internasional yang relevan dalam menangani protes damai yang sedang berlangsung serta memastikan perlindungan semua hak asasi manusia. [rol]
"Kami berharap OKI akan mengadakan pertemuan menteri luar negerinya di Islamabad dan bersama-sama menyuarakan dukungan untuk Muslim India," Qureshi mengatakan kepada wartawan di kampung halamannya, Multan, sebuah kota di provinsi timur laut Punjab, Ahad (29/12).
Dilansir di Anadolu Agency, mengenai undang-undang kewarganegaraan India, Qureshi mengatakan, India tampaknya terbagi menjadi sekularis dan supremasi Hindu. Hal tersebut terjadi karena minoritas dan umat Hindu yang berpendidikan juga memprotes undang-undang kontroversial tersebut.
"Pemerintah India menempatkan orang-orang Kashmir di penjara terbuka selama lima bulan terakhir setelah diberlakukan jam malam di sana, tetapi tidak semua masyarakat India dapat diberlakukan jam malam. Selain itu, dunia juga melihat wajah asli India,” katanya mengenai pemblokiran di Kashmir yang dikelola India.
Pada 11 Desember, parlemen India mengeluarkan undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial. Undang-Undang kewarganegaraan tersebut menawarkan hak kewarganegaraan kepada komunitas Hindu, Buddha, Kristen, Parsi, dan Jain yang bermigrasi dari Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Namun, undang-undang tersebut mengecualikan Muslim, yang memicu protes massa di seluruh negeri dan sejauh ini telah merenggut 26 nyawa.
Pada 24 Desember, Komisi Independen Hak Asasi Manusia Independen OKI mengutuk keras kekerasan dan hilangnya nyawa selama berlangsungnya protes damai di negara tersebut terhadap undang-undang kewarganegaraan. Organisasi tersebut mendesak masyarakat internasional dan PBB untuk menekan pemerintah India agar mencabut klausul diskriminatif dari hukum baru dan mematuhi norma. Selain itu, OKI juga mendesak pemerintah India memberlakukan standar internasional yang relevan dalam menangani protes damai yang sedang berlangsung serta memastikan perlindungan semua hak asasi manusia. [rol]