Murka Jokowi Soal Kilang & Ancaman Copot Para Penghalang

Ridhmedia
15/12/19, 03:47 WIB
RIDHMEDIA - Presiden Joko Widodo benar-benar geram dengan progres pembangunan kilang minyak yang tak rampung-rampung dalam 30 tahun terakhir. Kali ini Jokowi tampaknya tak main-main dan memerintahkan para pembantunya untuk memastikan kilang baru bisa beroperasi sebelum pemerintahannya berakhir.

"Contohnya kilang minyak tadi, kenapa sudah 30 tahun lebih kita tidak membangun satu kilang pun. Kilang ada turunannya, seperti petrokimia, masak kita masih impor. Ini tidak dikerjakan, ini ada apa? Ini gede banget, kalau kita selesaikan kilang, impor petrokimia bisa kita turunkan," kata Jokowi, 2 Desember 2019.

Jokowi mengatakan, jika kilang minyak dibangun di Indonesia maka akan menunjang industri turunan seperti petrochemical. "Padahal kesempatan untuk melakukan itu terbuka lebar, tetapi tidak dilakukan. Ini ada apa? Ini gede banget. Kalau kita bisa menyelesaikan refinary, impor-impor petrokimia ini akan anjlok turun," tegas Jokowi.

Salah satunya yang bakal mengawal pembangunan kilang adalah Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal ini diungkap oleh Kepala BKPM Bahlil Lahadalia saat berkunjung ke CNBC Indonesia.

"Refinery menjadi salah satu KPI kita di sektor investasi, ini akan berurusan dengan BKPM," kata Bahlil, Kamis (12/12/2019).

Ia mengatakan target dari Presiden Jokowi kilang baru sudah harus selesai di 2023. "Paling cepat adalah kilang Cilacap, Saudi Aramco itu kan tak perlu diragukan. Menko (Luhut) akan ke sana salah satu agendanya untuk memastikan itu," jelasnya.

Bahlil juga mengatakan masalah bangun kilang itu adalah masalah mau atau tidak. Banyak manfaat yang akan didapat Indonesia jika kilang terbangun, mulai dari menekan impor dan mengurangi CAD, sampai stok BBM yang lebih stabil.

"Harus jadi, kalau tidak ganti," kata Bahlil, menyampaikan pesan dari Jokowi.

Saat dikonfirmasi siapa yang diganti, menurut Bahlil tentunya adalah pejabat yang ditunjuk dan berwenang untuk memastikan pembangunan kilang ini. "Kan tidak mungkin Pak Jokowi yang diganti, pastinya yang ketahuan menghambat dan punya kewenangan untuk kilang ini."

Menanggapi hal ini bos PT Pertamina (Persero) coba meyakinkan jika pembangunan kilang masih berjalan dan diharapkan rampung sesuai rencana.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menegaskan pengembangan kilang di Cilacap tengah dilakukan dengan Saudi Aramco. Pertamina menawarkan opsi kerjasama seperti di Balikpapan.

Skema Balikpapan yang dimaksud yakni tidak dilakukan spin-off pada kilang eksisting. Artinya Pertamina dan Saudi Aramco akan membangun fasilitas baru tanpa menyertakan akses eksisting.

Melalui skema ini kedua belah pihak akan membentuk perusahaan patungan untuk mengoperasikan fasilitas baru di kompleks kilang Cilacap.

"Kerjasama dengan Aramco masih berjalan, opsi kerjasama seperti Balikpapan, bangun yang baru. Eksisting tetap operasi tapi sistemnya toll fee," ungkapnya di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kamis, (12/12/2019).

Meski demikian, nilai investasi kilang Cilacap masih menanti hitungan pasti yang sedang diaudit. Ada selisih nilai valuasi antara PT Pertamina (Persero) dan calon investor raksasa Saudi Aramco.

Nilai awal, investasi diperkirakan bisa mencapai US$ 5,6 miliar atau setara Rp 78,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US. Namun Saudi Aramco menawar kembali sehingga muncul nilai baru US$ 2,8 miliar.

Tidak hanya Aramco, Nicke juga menerangkan proyek kilang lain yang tengah berjalan. Grass Root Refinery (GRR) Tuban menurutnya masih terus berjalan.

Pekan lalu, ujarnya, pihaknya sudah melakukan reklamasi. Selain lahan yang diperlukan, masih perlu tambahan lagi 200 hektar untuk reklamasi.

"Pekerjaan Enginering Procurement and Construction (EPC) sudah mulai," jelasnya.

Sementara pembangunan Refinery Development Master Plan (RDMP) Balongan, dikerjakan dengan skema yang cukup berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya buat front-end engineering design (FEED) terlebih dahulu baru EPC, Balongan ini dilakukan secara bersamaan untuk FEED dan EPC.

"Jika sebelumnya tahap I selesai tahun 2023 dengan skema ini bisa di pertengahan 2022, lebih cepat 14 bulan atau 18 bulan," imbuhnya.

Co processing RDMP Dumai juga sudah berjalan 20%. Sedangkan GRR Bontang, masih di fase pembebesan lahan dan penetapan lokasi.

"Minggu lalu kita lakukan groudbreaking untuk Cilacap seperti halnya Balongan juga. Pemilihan partner bisa sambil jalan," terangnya. [cnb]
Komentar

Tampilkan

Terkini