RIDHMEDIA - Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) tahun ini berusia 70 tahun. Aliansi militer beranggotakan 29 negara Eropa dan Amerika Utara itu awalnya buat membendung Pakta Warsawa bikinan Uni Soviet. Namun kini, NATO diajak Amerika Serikat (AS) menghadapi Rusia, musuh bebuyutan sejak bernama Uni Soviet, dan China di luar angkasa.
Keterlibatan NATO ini lantaran AS menjadikan luar angkasa sebagai medan perang baru. Persoalan ini dibuktikan Presiden AS Donald Trump yang resmi mendirikan Komando Luar Angkasa (US Space Command). Menurut Trump, Komando Luar Angkasa bakal meningkatkan peran satelit dan pesawat yang memegang peranan penting di peperangan modern.
"Fungsinya bakal sama seperti Komando Pusat yang membawahi wilayah Timur Tengah, maupun Komando Pasifik yang fokus ke pertahanan Pasifik Barat hingga Asia," kata Trump, seperti dilansir dari Spacenews, Jumat, 6 Desember 2019.
Dia juga mengingatkan kalau keberadaan Komando Luar Angkasa enggak bakal berbenturan dengan Angkatan Udara (US Air Force), namun justru makin memperkuat fungsi keduanya dalam meningkatkan sistem terspesialisasi dan pelatihan luar angkasa.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menegaskan kalau mereka Telah mengambil keputusan penting, di mana NATO menjelaskan luar angkasa sebagai matra operasional kelima, selain matra darat, udara, laut dan Komando Siber.
"Deklarasi ini makin memperluas ruang lingkup komitmen pertahanan kolektif NATO," ungkapnya. Komitmen itu juga diabadikan dalam Pasal 5 Perjanjian Washington, yang isinya kalau serangan terhadap satu negara maka dianggap sebagai serangan terhadap semua anggota NATO.
"Apabila serangan seperti itu terjadi, semua anggota NATO otomatis menggunakan kekuatan buat menghadapi musuh," tegas Stoltenberg. NATO buat pertama kalinya mengaktifkan Pasal 5 pada 12 September 2001 setelah terjadi serangan 9/11 terhadap AS yang menargetkan Menara Kembar World Trade Center dan Departemen Pertahanan atau Pentagon.
Satelit menjadi alutsista
tidak hanya itu, satelit bakal menjadi alat utama sistem persenjataan (alutsista) jika terjadi perang di luar angkasa. Ancaman yang ditimbulkan sistem anti-satelit antara lain bisa mengacaukan sinyal buat mengganggu sistem komunikasi, laser, dan sistem pembunuh kinetik yang mengeluarkan proyektil seperti rudal.
Mengutip situs Defensenews, militer suatu negara menggunakan satelit buat memerintah dan mengendalikan personel dan persenjataan, serta buat mengumpulkan informasi intelijen tentang kegiatan musuh.
kalau satelit satu negara bakal lumpuh atau hancur, maka kemampuan negara itu buat mempertahankan diri terhadap serangan dikonfirmasi lumpuh. Inilah alasan kenapa Rusia dan China begitu gencar menciptakan alutsista canggih di luar angkasa.
Mantan Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS, James Townsend, menyebut NATO telah menggunakan satelit buat keperluan komersial maupun militer. Oleh sebab itu, ia mengingatkan, Telah sepatutnya mereka khawatir atas ancaman Rusia dan China.
"Mereka (NATO) perlu khawatir seperti kami (AS) tentang semua akses satelit mereka. Aliansi ini membantu NATO dan Amerika fokus mempertahankan dan melindungi akses satelit, sekaligus mengembangkan 'rencana B' jika satelit mengalami gangguan hingga diserang musuh," tegas Townsend.[vv]