NU Protes Media AS yang Sebut Muslim RI Dibungkam soal Uighur

Ridhmedia
13/12/19, 11:55 WIB


RIDHMEDIA - Nahdlatul Ulama memprotes publikasi media berbasis di Amerika Serikat, The Wall Street Journal, yang menyebut sebagian kalangan muslim di Indonesia telah dibungkam oleh pemerintah China berkaitan dengan kabar tentang etnis muslim Uighur di Xinjiang dipenjara di sebuah kamp khusus.

Laporan the Wall Street Journal, yang ditulis Rabu, 11 Desember 2019, memaparkan bahwa China mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam di Indonesia—NU, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia—setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018.

Wakil Sekretaris Jenderal NU Masduki Baidlowi membantah tudingan The Wall Street Journal. Sejumlah petinggi NU, juga Muhammadiyah, katanya, memang diundang untuk melihat langsung kondisi komunitas Uighur di Xinjiang. Tetapi, dia menegaskan, itu tak memengaruhi sikap NU atas permasalahan di Xinjiang. Begitu pula sebaliknya jika, misal, Amerika Serikat menyampaikan perspektif berbeda.

"MUI, Muhammadiyah, NU tetap dengan prinsip dan pendiriannya; tidak bisa disetir [oleh China], tidak bisa juga menjadi corong Amerika atau Barat," katanya kepada VIVAnews pada Jumat, 13 Desember 2019.

Sikap NU tentang permasalahan Uighur, katanya, memang berbeda dengan Amerika. Tetapi, mestinya perbedaan itu tidak dianggap sebagai serta-merta dukungan terhadap kebijakan pemerintah China atas warga Uighur. "Jangan hanya karena sikap berbeda [dengan Amerika Serikat] kita dianggap antek China—itu salah besar."

Masduki, yang termasuk dalam rombongan ormas-ormas Islam yang diundang bertandang ke Xinjiang, mengakui memang ada masalah dengan etnis Uighur di sana. Dia mencontohkan kasus warga muslim Uighur yang tak leluasa—bukan dilarang—beribadah di wilayah mereka, terutama yang mengikuti pelatihan vokasi di kamp khusus itu. Di sisi lain, pemerintah China memiliki undang-undang yang mengatur bahwa peribadatan harus di tempat-tempat ibadah yang telah disediakan, bukan di tempat kerja, dan hanya di hari libur Sabtu dan Minggu.

Masduki menganggap itu bagian dari permasalahan atas hak-hak dasar yang dihadapi muslim Uighur di Xinjiang. Namun, menurutnya, MUI, NU, dan Muhammadiyah tak serta-merta memprotes keras China, melainkan melalui pendekatan persuasif yang dia sebut "soft diplomacy", bukan "hard diplomacy".

Pria yang kini menjabat Staf Khusus Wakil Presiden Ma'ruf Amin itu balik menuding publikasi The Wall Street Journal sesungguhnya bagian dari perselisihan antara Amerika Serikat dengan China. "Itu angle (sudut pandang pemberitaan) Amerika dengan berbagai masalahnya dengan China; bagian dari perang dagang Amerika dengan China."

Pada prinsipnya, Masduki mengklaim, MUI, NU, dan Muhammadiyah tetap menaruh perhatian pada komunitas muslim Uighur. "Bagaimanapun," katanya menegaskan, "kita ikut merasakan sakitnya umat Islam di Xinjiang."

China Dituding Membungkam

The Wall Street Journal menulis laporan yang menyebut perubahan sikap ormas-ormas Islam di Indonesia--NU, Muhammadiyah, dan MUI--dalam merespons isu krisis kemanusiaan yang dialami komunitas muslim Uighur di Xinjiang, Cina.

Perubahan sikap itu terjadi setelah lebih dari selusin pemimpin agama Indonesia dibawa ke Xinjiang dan mengunjungi fasilitas pendidikan di sana. Tur diikuti wartawan dan akademisi. Otoritas Cina memberikan presentasi tentang serangan teroris oleh Uighur dan mengundang pengunjung untuk berdoa di masjid-masjid lokal. Di kamp, mereka mengunjungi ruang kelas di mana mereka diberitahu siswa menerima pelatihan dalam segala hal mulai dari manajemen hotel hingga peternakan.

"Upaya China untuk membentuk opini—yang didukung oleh sumbangan dan dukungan finansial lainnya-- telah membantu menumpulkan kritik atas perlakuannya terhadap orang-orang Uighur oleh negara-negara mayoritas Muslim—berbeda dengan kecaman keras yang telah diterima dari AS dan negara-negara Barat lainnya.

"Ada masalah" dengan ekstremisme di Xinjiang "dan mereka menanganinya," kata Masduki Baidlowi, seorang pejabat di Nahdlatul Ulama, organisasi Muslim terbesar di Indonesia, yang juga mengunjungi kawasan itu dalam tur. “Mereka memberikan solusi: kecakapan hidup, [pendidikan] kejuruan,” katanya.(*)
Komentar

Tampilkan

Terkini