Omnibus Law Demi Percepatan Pembangunan IKN, Untuk Kepentingan Siapa?

Ridhmedia
06/12/19, 05:00 WIB
Oleh : Djumriah Lina Johan
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial Ekonomi Islam)

Penyusunan landasan hukum pemindahan ibu kota negara yang baru dikebut. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas akan menggunakan mekanisme omnibus law (penyatuan regulasi). Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, ada enam undang-undang yang akan disinkronkan melalui mekanisme omnibus law. Yakni UU Ibu Kota, UU Perkotaan, UU Kawasan, dan UU Pemerintahan Daerah.
“Banyak peraturan perundang-undangan yang akan kami sinkronkan. Mungkin ada yang menggunakan mekanisme omnibus law,” kata Suharso dalam rapat dengan Komisi V DPR di Jakarta, Rabu (20/11/2019), dikutip dari Rakyat Merdeka.

Omnibus law adalah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar, dan mungkin mencabut atau mengubah beberapa UU. Tujuannya, untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah serta menyederhanakan peraturan agar tidak berbelit dan lebih tepat sasaran.

Suharso menilai penting untuk merevisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena merupakan syarat agar pemindahan bisa dilakukan. “Kami mempersiapkan peraturan perundang-undangan, termasuk yang terkait dengan apa yang dimaksud dengan ibu kota negara agar nanti kalau sudah ditetapkan, ibu kota negara tidak digeser-geser lagi,” kata Suharso.

Sementara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan baru akan memulai pembangunan ibu kota jika aspek legal dari pemindahan ibu kota baru telah selesai disusun. Pembangunan akan dilakukan secara paralel dengan aturannya. “Tidak akan ada pembangunan sebelum ada legal (landasan hukum). Enggak mungkin dikerjakan karena tidak ada dasar hukumnya,” kata Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga.

Dia memastikan, pembahasan dan penyelesaian dasar hukum akan dikebut. Ditargetkan selesai semester kedua 2020. “Mudah-mudahan kita bisa segera groundbreaking,” katanya.
Aspek perencanaan dan pembiayaan, kata Danis, juga harus dipenuhi sebelum pembangunan dilakukan. “Perencanaan ini kan paralel, tapi kalau berimplikasi biaya enggak boleh mendahului aspek legal,” katanya. (wartaekonomi.co.id, Kamis, 21/11/2019)

UU Terpadu dalam bentuk omnibus Law merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat pembuatan payung hukum pemindahan IKN. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah bisa segera mencapai tujuannya dalam waktu singkat dengan menyingkirkan segala macam UU yang bisa menghalang-halangi tercapainya tujuan tersebut. Yakni, memuluskan berbagai rencana pemerintah termasuk mempercepat pembangunan IKN akhir tahun 2020.

Pembuatan UU Terpadu tersebut dinilai sebagai terobosan kemajuan karena tuntutan kebutuhan zaman, yaitu memudahkan urusan hukum legislasi dan kodifikasi administrasi. Hal ini membuktikan bahwa sistem hukum demokrasi sejatinya bukan demi kesejahteraan rakyat.

Apalagi adanya rencana omnibus law ini terindikasi sangat berbahaya sebab sarat dengan politik kepentingan. Pertama, UU Terpadu tersebut hanya akan menguntungkan para penjajah. Hal ini terlihat dari semakin jelasnya arah kebijakan rezim tersebut. Dimana UU yang direncanakan hanya menguntungkan kepentingan para pemilik modal dengan memberikan kemudahan investasi. Bukan demi kemaslahatan rakyat.

Kedua, sejatinya payung hukum untuk kebut proyek IKN hanyalah bagian dari upaya melegalkan eksploitasi dan liberalisasi SDA yang hakikatnya milik rakyat. Alih fungsi lahan besar-besaran pun tak terelakkan. Semua tak lain demi para pemilik modal.

Ketiga, adanya UU Terpadu tentang persiapan, pemindahan, dan pembangunan IKN tidak terlepas dari buah penerapan sistem demokrasi. Dimana pembentukan produk hukum masih berpusat pada kemampuan berpikir manusia yang lemah, terbatas, dan banyak kekurangan. Walhasil hukum yang dihasilkan pun hanya menguntungkan segelintir orang yakni para kapitalis.

Keempat, bahaya UU Terpadu ini dari aspek aqidah bahwa rencana Omnibus Law bukti syirik besar yang tidak mengakui Allah swt sebagai satu-satunya pembuat hukum. Padahal jelas di dalam QS. Yusuf ayat 40 yang berarti, “Sesungguhnya yang berhak membuat hukum hanyalah Allah.”

Dengan demikian, apabila negeri ini ingin dilindungi, diberkahi, dan dirahmati Allah swt, tak ada jalan lain kecuali kembali pada sistem Islam. Sebab, Islam sebagai agama yang sempurna yang berasal dari Al Khaliq (Sang Pencipta) tidak hanya mengatur masalah ibadah tetapi juga legislasi hukum. Hukum adalah milik Allah, manusia tidak berhak membuat hukum.

Pertama, legislasi dalam Islam memiliki kejelasan asas, yakni akidah Islam. Akidah Islam sebagai landasan pemikiran akan melahirkan berbagai macam sistem kehidupan, termasuk di dalamnya hukum. Hukum yang lahir berasal dari Al Khaliq yang bersumber dari Alquran dan As Sunnah. Sehingga tak akan didapati hukum yang lahir dari akidah Islam hanya menguntungkan segelintir orang tetapi secara pasti akan membawa kebaikan dan kebahagiaan di tengah-tengah umat.

Kedua, dalam QS. An Nisa ayat 141 yang artinya, “… Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” Allah swt menegaskan keharaman bagi penguasa kaum Muslimin untuk memberi celah kepada para kapitalis untuk menguasai umat. Sehingga adanya kemudahan investasi yang diberikan Pemerintah sangat berbahaya bagi umat. Dengan demikian, umat wajib menolak pengesahan UU Terpadu terkait percepatan pemindahan IKN tersebut.

Ketiga, dalam hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda, ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” Sehingga hutan maupun SDA sejatinya milik rakyat. Dengan demikian, negara adalah pihak paling bertanggungjawab menjaga kelestarian fungsi hutan dan pengelolaan SDA serta mengembalikan hasilnya kepada rakyat. Rasul saw menegaskan dalam sabda beliau, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, adanya rencana mekanisme omnibus law demi proyek IKN haram hukumnya di dalam Islam. Sebab, mekanisme tersebut justru menghantarkan negeri ini untuk masuk ke dalam jurang imperialisme. Tidak ada cara lain yang dapat ditempuh oleh penduduk negeri ini jika mengharapkan kesejahteraan dan terbebas dari cengkeraman asing maupun aseng selain dengan kembali kepada Islam. Hanya penerapan Islam yang mampu menjamin kemandirian negeri ini dan negeri-negeri kaum Muslimin yang lain. Jadi, inilah saatnya umat bangkit dan berjuang demi tegaknya hukum Allah. Wallahu a’lam bish shawab. []
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+