Pakar Ekonomi Sebut Luhut Untungkan China, Rugikan Indonesia

Ridhmedia
03/12/19, 05:54 WIB
RIDHMEDIA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mencabut larangan ekspor bijih mentah nikel. Awalnya, pemerintah melarang sampai tahun 2022 dalam rangka pembangunan smelter dan peningkatan kualitas nikel Indonesia.

Pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan bahwa kebijakan itu dianggap telah mencederai kedaulatan Indonesia sekaligus memenangkan China dalam persaingan mobil dunia.

Sejauh ini Jepang, Jerman, dan China merupakan tiga negara yang bersaing tajam di industri mobil. Di tiga negara itu, bersaing dalam menghimpun nikel sebagai bahan baku baterai mobil.

“China sendiri sudah menerapkan electric vehicle-nya pada 2025 itu 35 persen. Itu berarti China harus segera membutuhkan baterai. Kalau dia mau baterai litium dia butuh nikel sesegera mungkin. Artinya kebijakan tersebut membenarkan ekspor nikel ke China. Itu sedang menolong China memenangkan persaingan antara Jepang dan Jerman,” katanya melalui pesan instan, Kamis (28/11/2019).

Ichsanuddin menjelaskan bahwa di tengah-tengah persaingan tidak sehat antarnegara dan antarkoorporasi saat ini, hanya negara yang dieksplorasi sumber daya alamnya secara mentah yang selalu merugi. Dalam hal ini, Indonesia yang menerima dampak itu apabila mengekspor ke China.

“Kesimpulannya kebijakan Luhut Binsar Panjaitan bukan sekadar menguntungkan China, tetapi merugikan Indonesia. Sekarang pertanyaan kenapa Luhut bisa mengeluarkan kebijakan seperti tadi? Ada kepentingan-kepentingan tertentu untuk mengokohkan keberadaan China di panggung internasional,” jelasnya.

Kebijakan politisi Golkar itu juga diyakini Ichsanuddin membuat lesu penambang nikel berkalori rendah dan berkalori tinggi. Penambang di bawah sebelas persen pasti tidak mau membangun smelter dan mengelola nikel mentah.

Pada akhirnya bijih mentah nikel dengan kisaran kalori sebelas persen dijual murah. Padahal masih bisa dikelola sebagai litium yang baik

“Yang rugi Indonesia karena enggak dapat nilai tambah. Itu dari aspek kebijakan tidak adil,” ucapnya.

Sebelumnya, Luhut mengatakan bahwa bagi perusahaan yang memenuhi ketentuan ekspor bijih nikel yakni sesuai dengan kuota yang diberikan, kadar yang tak melebihi 1,7 persen, dan pembangunan smelter sesuai progress dapat kembali melakukan ekspor sebelum tenggat waktu pelarangan yang ditetapkan pada 1 Januari 2020.

“Kalau sudah memenuhi kriteria akan boleh ekspor, kira-kira begitu. Sementara posisinya lagi dirapatkan Pak Bahlil Lahadalia [Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal/BKPM]. Untuk berapa yang sesuai ketentuan saya enggak tahu. Dia [Bahlil] wakil saya di investasi, jadi semuanya [ekspor nikel] ditarik ke BKPM,” katanya, Kamis (7/11/2019). [bn]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+