RIDHMEDIA - Kekerasan pemerintah Cina terhadap muslim Uighur menyita perhatian dunia termasuk Indonesia. Pemerintah membantah tidak melakukan apapun pada kasus tersebut.
Pemerintah tidak diam dalam mensikapi persoalan isu kemanusiaan di Uighur. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia masih terus berkomunikasi dengan pemerintah Tiongkok.
“Jadi, kalau dikatakan kita tidak melakukan sesuatu itu tidak benar. Cek rekam jejak digital apa yang sudah kita pernah sampaikan kepada Tiongkok,” kata Retno dikutip Kantor Berita Antara, Sabtu (28/12/2019).
Retno mengaku sudah beberapa kali melakukan pertemuan, antara lain dengan Dubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia Xiao Qian, yang sempat diunggahnya di Twitter.
Pertemuan dengan Menlu Tiongkok Wang Yi pada tanggal 16 Desember 2019 lalu, juga turut diunggahnya di Twitter.
“Pasti teman-teman kalau melihat rekam jejak digital dari Twitter saya pasti ada. Kemarin saya melakukan pertemuan dengan Menlu RRT, ada di Twitter saya,” katanya.
Pertemuan kembali dilakukan pada 23 Desember 2019, yakni Dirjen Asia Pasifik dan Afrika dari Kemenlu bertemu dengan Dubes Tiongkok untuk Indonesia.
“Intinya, kita menyampaikan concern mengenai situasinya, terus kemudian kita juga meminta informasi apa yang terjadi. Dengan Menlu RRT kita cukup panjang berdiskusi mengenai masalah situasi,” katanya.
Dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah berlangsung lama. Secara prinsip, Retno menyampaikan sikap Indonesia yang menekankan mengenai pentingnya menghormati kebebasan beragama.
“Prinsipnya adalah bahwa kita menyampaikan antara lain pentingnya untuk terus menghormati kebebasan beragama. Jadi itu sehingga kalau dikatakan kita tidak melakukan sesuatu itu tidak benar,” jelasnya.
Para ahli dan aktivis PBB menyebutkan sedikitnya satu juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017.
Selain itu, pemerintah Tiongkok dikabarkan melarang etnis Uighur dan warga Muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah. Larangan itu, terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar. [rif]
Sumber: indopolitika.com
Pemerintah tidak diam dalam mensikapi persoalan isu kemanusiaan di Uighur. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia masih terus berkomunikasi dengan pemerintah Tiongkok.
“Jadi, kalau dikatakan kita tidak melakukan sesuatu itu tidak benar. Cek rekam jejak digital apa yang sudah kita pernah sampaikan kepada Tiongkok,” kata Retno dikutip Kantor Berita Antara, Sabtu (28/12/2019).
Retno mengaku sudah beberapa kali melakukan pertemuan, antara lain dengan Dubes Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk Indonesia Xiao Qian, yang sempat diunggahnya di Twitter.
Pertemuan dengan Menlu Tiongkok Wang Yi pada tanggal 16 Desember 2019 lalu, juga turut diunggahnya di Twitter.
“Pasti teman-teman kalau melihat rekam jejak digital dari Twitter saya pasti ada. Kemarin saya melakukan pertemuan dengan Menlu RRT, ada di Twitter saya,” katanya.
Pertemuan kembali dilakukan pada 23 Desember 2019, yakni Dirjen Asia Pasifik dan Afrika dari Kemenlu bertemu dengan Dubes Tiongkok untuk Indonesia.
“Intinya, kita menyampaikan concern mengenai situasinya, terus kemudian kita juga meminta informasi apa yang terjadi. Dengan Menlu RRT kita cukup panjang berdiskusi mengenai masalah situasi,” katanya.
Dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis Muslim Uighur di wilayah Xinjiang telah berlangsung lama. Secara prinsip, Retno menyampaikan sikap Indonesia yang menekankan mengenai pentingnya menghormati kebebasan beragama.
“Prinsipnya adalah bahwa kita menyampaikan antara lain pentingnya untuk terus menghormati kebebasan beragama. Jadi itu sehingga kalau dikatakan kita tidak melakukan sesuatu itu tidak benar,” jelasnya.
Para ahli dan aktivis PBB menyebutkan sedikitnya satu juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya telah ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017.
Selain itu, pemerintah Tiongkok dikabarkan melarang etnis Uighur dan warga Muslim lainnya di Xinjiang untuk menjalankan ibadah. Larangan itu, terutama berlaku bagi pegawai negeri sipil, guru, dan pelajar. [rif]
Sumber: indopolitika.com