RIDHMEDIA - Dolkun Isa, Presiden Kelompok Kongres Uighur Seluruh Dunia yang kini berada di pengasingan di kota Mnchen, Jerman, mengatakan bahwa bocornya dua dokumen pemerintah Cina ke publik memberikan bukti adanya kamp penahanan massal untuk warga Uighur di wilayah Xinjiang.
Sementara Beijing membantah telah melakukan penganiayaan terhadap warga Uighur atau etnis lainnya di wilayah Xinjiang. Cina mengatakan bahwa pihaknya memberikan pelatihan kejuruan untuk membantu memberantas militansi dan separatisme serta mengajarkan keterampilan baru.
Dolkun Isa dijadwalkan bertemu pejabat Kementerian Luar Negeri Swiss pada hari Kamis (28/11) guna melobi negara ini agar bertindak tegas. Swiss memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Cina dan banyak bank dan perusahaan besar asal Swiss terlibat aktif dalam bisnis dengan Cina.
"Dokumen-dokumen ini telah dibocorkan, tidak ada lagi alasan untuk diam. Dokumen-dokumen itu menunjukkan semuanya dengan sangat jelas. Dokumen-dokumen itu menarik lebih banyak perhatian internasional, lebih banyak tekanan internasional kepada pemerintah Cina," Dokun Isa mengatakan kepada kantor berita Reuters, Rabu (27/11).
"Bukan waktunya lagi untuk berbisnis seperti biasa," katanya. "Jadi itu sebabnya kami menyatakan kepada pemerintah Swiss untuk menghentikan kerja sama perdagangan bebas dengan Cina dan bukan waktu yang tepat bagi perusahaan Swiss untuk melanjutkan bisnis dengan Cina."
Isa dan warga Uighur lain juga telah melobi sejumlah negara di Eropa, Asia dan Amerika Utara guna mendapatkan dukungan. "Negara-negara ini harus berubah pikiran. Karena selama ini mereka meminta bukti. Sementara kami tahu apa yang sedang terjadi untuk Uighur tetapi sulit bagi kami untuk mengajukan bukti-bukti," katanya.
Swiss minta Cina buka akses untuk PBB
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Selasa (26/11) Dewan Federal Pemerintah Swiss (FDFA) mengatakan sangat prihatin dengan apa yang terjadi di kamp penahanan bagi muslim Uighur di Cina. Swiss juga meminta pemerintah Cina untuk memberikan akses yang tidak terbatas kepada PBB untuk masuk ke wilayah itu.
Dalam pernyataan tersebut FDFA mengatakan telah memantau situasi hak asasi manusia di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, selama beberapa waktu. "Memastikan kepatuhan terhadap pemenuhan hak-hak minoritas dan kebebasan berpendapat, pers dan agama adalah prioritas kebijakan hak asasi manusia Swiss di Cina."
Sedangkan dalam Tinjauan Berkala Badan HAM PBB terhadap Cina yang diselenggarakan pada tanggal 6 November 2018, Swiss juga telah meminta Cina untuk menutup kamp-kamp penahanannya di Xinjiang dan memberikan akses yang memungkinkan PBB melakukan penyelidikan independen terhadap kamp-kamp penahanan itu.
Ditahan sejak 2017
Pakar PBB dan aktivis mengatakan mulai tahun 2017 setidaknya 1 juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas muslim lainnya ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Penahanan ini dikecam oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Isa mengatakan beberapa kamp telah menjadi kian besar dan dapat menampung hingga 3 juta orang. Cendekiawan Jerman Adrien Zenz mengatakan pada minggu ini bahwa angka tahanan bisa mencapai 1,8 juta orang.
Media New York Times menerbitkan rincian dari set pertama dokumen pemerintah Cina yang bocor terkait warga Uighur dan muslim lainnya di Xinjiang. Namun Pemerintah Xinjiang mengatakan bahwa dokumen setebal 403 halaman ini "palsu" dan dipesan oleh "pasukan asing yang memusuhi."
Bocoran kedua dari dokumen tersebut diterbitkan hari Minggu (24/11) oleh Konsorsium Penyelidik Investigasi Internasional. Dokumen ini menggambarkan suasana kerja dalam kamp-kamp penahanan. [dtk]
Sementara Beijing membantah telah melakukan penganiayaan terhadap warga Uighur atau etnis lainnya di wilayah Xinjiang. Cina mengatakan bahwa pihaknya memberikan pelatihan kejuruan untuk membantu memberantas militansi dan separatisme serta mengajarkan keterampilan baru.
Dolkun Isa dijadwalkan bertemu pejabat Kementerian Luar Negeri Swiss pada hari Kamis (28/11) guna melobi negara ini agar bertindak tegas. Swiss memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Cina dan banyak bank dan perusahaan besar asal Swiss terlibat aktif dalam bisnis dengan Cina.
"Dokumen-dokumen ini telah dibocorkan, tidak ada lagi alasan untuk diam. Dokumen-dokumen itu menunjukkan semuanya dengan sangat jelas. Dokumen-dokumen itu menarik lebih banyak perhatian internasional, lebih banyak tekanan internasional kepada pemerintah Cina," Dokun Isa mengatakan kepada kantor berita Reuters, Rabu (27/11).
"Bukan waktunya lagi untuk berbisnis seperti biasa," katanya. "Jadi itu sebabnya kami menyatakan kepada pemerintah Swiss untuk menghentikan kerja sama perdagangan bebas dengan Cina dan bukan waktu yang tepat bagi perusahaan Swiss untuk melanjutkan bisnis dengan Cina."
Isa dan warga Uighur lain juga telah melobi sejumlah negara di Eropa, Asia dan Amerika Utara guna mendapatkan dukungan. "Negara-negara ini harus berubah pikiran. Karena selama ini mereka meminta bukti. Sementara kami tahu apa yang sedang terjadi untuk Uighur tetapi sulit bagi kami untuk mengajukan bukti-bukti," katanya.
Swiss minta Cina buka akses untuk PBB
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Selasa (26/11) Dewan Federal Pemerintah Swiss (FDFA) mengatakan sangat prihatin dengan apa yang terjadi di kamp penahanan bagi muslim Uighur di Cina. Swiss juga meminta pemerintah Cina untuk memberikan akses yang tidak terbatas kepada PBB untuk masuk ke wilayah itu.
Dalam pernyataan tersebut FDFA mengatakan telah memantau situasi hak asasi manusia di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, selama beberapa waktu. "Memastikan kepatuhan terhadap pemenuhan hak-hak minoritas dan kebebasan berpendapat, pers dan agama adalah prioritas kebijakan hak asasi manusia Swiss di Cina."
Sedangkan dalam Tinjauan Berkala Badan HAM PBB terhadap Cina yang diselenggarakan pada tanggal 6 November 2018, Swiss juga telah meminta Cina untuk menutup kamp-kamp penahanannya di Xinjiang dan memberikan akses yang memungkinkan PBB melakukan penyelidikan independen terhadap kamp-kamp penahanan itu.
Ditahan sejak 2017
Pakar PBB dan aktivis mengatakan mulai tahun 2017 setidaknya 1 juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas muslim lainnya ditahan di kamp-kamp di Xinjiang. Penahanan ini dikecam oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Isa mengatakan beberapa kamp telah menjadi kian besar dan dapat menampung hingga 3 juta orang. Cendekiawan Jerman Adrien Zenz mengatakan pada minggu ini bahwa angka tahanan bisa mencapai 1,8 juta orang.
Media New York Times menerbitkan rincian dari set pertama dokumen pemerintah Cina yang bocor terkait warga Uighur dan muslim lainnya di Xinjiang. Namun Pemerintah Xinjiang mengatakan bahwa dokumen setebal 403 halaman ini "palsu" dan dipesan oleh "pasukan asing yang memusuhi."
Bocoran kedua dari dokumen tersebut diterbitkan hari Minggu (24/11) oleh Konsorsium Penyelidik Investigasi Internasional. Dokumen ini menggambarkan suasana kerja dalam kamp-kamp penahanan. [dtk]