RIDHMEDIA - Di tengah optimisme pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilwali Solo 2020, ada sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) yang mengajukan keberatan. Johan Syafaat Mahanani, koordinator paguyuban tersebut, mempersoalkan etika politik Gibran.
Pihaknya mendapat data bahwa Gibran tidak hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) saat pilkada 2015. ”Karena itu, sangat lucu kalau akhirnya dia minta dipilih. Padahal, sebelumnya dia enggan memilih alias golput,” ungkap Johan.
Pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada enam partai yang memiliki kursi di DPRD Kota Surakarta, yakni PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, PAN, dan PSI. Dia berharap surat tersebut dipertimbangkan partai-partai itu dengan tidak mengusung Gibran dalam pilkada 2020. ”Ya, harapan kami aspirasi ini ditanggapi dengan baik,” ujarnya.
Johan mengatakan, majunya Gibran bisa menjadi catatan buruk bagi pendidikan politik, khususnya bagi generasi muda di Kota Solo. Sebab, dengan status sebagai anak presiden, seharusnya Gibran memberikan contoh bagi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
”Ini berbahaya bagi demokrasi. Sebab, orang akan berpikir mau terjun ke politik hanya untuk kepentingan diri sendiri saja. Jika tidak, lebih memilih golput. Padahal, di saat yang sama KPU selalu getol mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam politik,” jelasnya.
Johan menegaskan, keberatan tersebut disampaikan bukan karena pengalaman, tapi lebih pada etika politik semata. ”Kami tidak mempermasalahkan soal pengalaman,” tegasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai keberatan yang diajukan PWSPP, Gibran enggan menanggapi. Dia justru membagikan foto-foto saat blusukan di sejumlah pasar dan dalam kegiatannya bertemu para relawan. ”Tak tinggal blusukan sik (Kutinggal blusukan dulu, Red)”, tulisnya melalui pesan singkat. [jpc]
Pihaknya mendapat data bahwa Gibran tidak hadir ke tempat pemungutan suara (TPS) saat pilkada 2015. ”Karena itu, sangat lucu kalau akhirnya dia minta dipilih. Padahal, sebelumnya dia enggan memilih alias golput,” ungkap Johan.
Pihaknya telah melayangkan surat keberatan kepada enam partai yang memiliki kursi di DPRD Kota Surakarta, yakni PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, PAN, dan PSI. Dia berharap surat tersebut dipertimbangkan partai-partai itu dengan tidak mengusung Gibran dalam pilkada 2020. ”Ya, harapan kami aspirasi ini ditanggapi dengan baik,” ujarnya.
Johan mengatakan, majunya Gibran bisa menjadi catatan buruk bagi pendidikan politik, khususnya bagi generasi muda di Kota Solo. Sebab, dengan status sebagai anak presiden, seharusnya Gibran memberikan contoh bagi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
”Ini berbahaya bagi demokrasi. Sebab, orang akan berpikir mau terjun ke politik hanya untuk kepentingan diri sendiri saja. Jika tidak, lebih memilih golput. Padahal, di saat yang sama KPU selalu getol mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam politik,” jelasnya.
Johan menegaskan, keberatan tersebut disampaikan bukan karena pengalaman, tapi lebih pada etika politik semata. ”Kami tidak mempermasalahkan soal pengalaman,” tegasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai keberatan yang diajukan PWSPP, Gibran enggan menanggapi. Dia justru membagikan foto-foto saat blusukan di sejumlah pasar dan dalam kegiatannya bertemu para relawan. ”Tak tinggal blusukan sik (Kutinggal blusukan dulu, Red)”, tulisnya melalui pesan singkat. [jpc]