PWI: Kekerasan Terhadap Wartawan Dilakukan Aparat Keamanan, Ormas, Dan Anggota Masyarakat

Ridhmedia
28/12/19, 07:59 WIB

Ridhmedia - Tahun 2019 akan segera berlalu, berganti tahun 2020. Sepanjang tahun 2019, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), organisasi wartawan terbesar dan tertua di Indonesia, mencatat kekerasan terhadap wartawan masih kerap terjadi.

Kekerasan itu dilakukan oleh aparat negara, organisasi massa, maupun warga masyarakat, tidak hanya berupa fisik seperti penganiayaan atau pemukulan, tetapi juga teror.

Dalam catatan akhir tahun 2019 yang ditandatangani Ketua Umum PWI Atal S. Depari dan Sekjen Mirza Zulhadi, dicontohkan kasus pembakaran rumah seorang wartawan di Aceh. Juga pembakaran kantor PWI Aceh Tenggara, Provinsi Aceh. Sementara kantor redaksi sebuah harian di Bogor, Jawa Barat, sempat diserbu simpatisan partai politik tertentu.


“Penegakan hukum terkait kasus yang melibatkan wartawan juga belum sesuai dengan amanat UU 40/1999 tentang Pers dan MoU antara Kapolri dan Ketua Dewan Pers nomor 2/DP/MOU/2/2017-II-2017 yang ditandatangani pada 9 Februari 2017,” tulis PWI.

Mereka mengutip Pasal 15 ayat 2 huruf C UU Pers yang menyebutkan, Dewan Pers melaksanakan fungsi memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

“Pertimbangan atas pengaduan  masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf C adalah yang berkaitan dengan hak jawab, hak koreksi, dan dengan pelanggaran terhadap kode etik,” tulis PWI lagi.

Sementara di dalam MoU Kapolri dan Ketua Dewan Pers antara lain disebutkan, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan Pers maka penyelesaiannya mendahulukan UU 40/1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.

Di samping itu, apabila Polri  menerima laporan dan atau pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pemberitaan Pers dalam proses penyelidikan dan penyidik berkonsultasi dengan Dewan Pers.

Dalam prakteknya, penyelesaian sengketa pers tidak semuanya diproses sesuai UU Pers dan MoU tersebut. Di sejumlah daerah, polisi  sebagai penerima pengaduan  masyarakat atas pemberitaan, langsung memproses menggunakan UU non Pers, misalnya UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP.

Dicontohkan, kasus yang terjadi pada Januari 2019 di mana harian Jawa Pos dilaporkan pimpinan klub sepak bola di Surabaya atas dugaan fitnah dan pecemaran nama baik sebagaimana diatur pasal 310, 311 KUHP dan Pasal 27 ayat 3 UU ITE karena membuat berita yang dianggap merugikannya.
Selain itu, PWI mengimbau agar perusahaan pers tetap memperhatikan kesejahteraan wartawan. Meskipun secara bisnis hampir sebagian besar revenue industri pers dalam posisi menurun drastis, hak-hak karyawan (wartawan) sebagai pekerja secara normatif harus tetap dipenuhi.

PWI akan terus meningkatkan profesionalisme wartawan anggotanya dengan pelatihan dan meningkatkan kepatuhan terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan peraturan perundang-undangan yang terkait, serta pelatihan kompetensi teknis wartawan pada era konvergensi media.
(Rmol)
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+