RIDHMEDIA - Argumen pemerintah India soal populasi non-Muslim di Pakistan dan Bangladesh yang menurun dinilai keliru, jika melihat berdasarkan analisis data resmi. Selama debat RUU Amandemen Kewarganegaraan di parlemen, Partai Bharatiya Janata (BJP) berulang kali mengklaim bahwa populasi minoritas agama di Pakistan telah menurun dari 23 persen pada 1947 menjadi 3,7 persen pada 2011.
Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri India, Amit Shah, saat mengenalkan RUU Amandemen Kewarganegaraan (CAB) di Majelis Rendah Parlemen (Lok Sabha) pada 9 Desember 2019 lalu. Hal yang sama juga diarahkan pada Bangladesh. Dia mengklaim bahwa pada 1947, non-Muslim di sana terdiri dari 22 persen dari populasi dan menurun menjadi 7,8 persen pada 2011.
Pada Rabu lalu, saat mengesahkan CAB di majelis tinggi parlemen (Rajya Sabha), Shah kembali menegaskan klaimnya.
Dia mengatakan, Pakistan dan Bangladesh telah menyaksikan penurunan hingga 20 poin persentase dalam populasi minoritas agama mereka.
"Di mana minoritas menghilang di Pakistan dan Bangladesh? Entah mereka dianiaya atau mereka berlindung di India," kata Shah di Rajya Sabha, seperti dilansir di India Today, Sabtu (14/12).
Pemerintah India di bawah nasionalis Hindu yang berkuasa memang mengklaim bahwa RUU Kewarnegaraan itu bertujuan untuk memberikan kewarganegaraan para penganut beberapa agama minoritas yang melarikan diri dari negara tetangga. Karena itu, klaim itu menjadi posisi yang dipertahankan BJP dan para pendukungnya.
Untuk menyoroti penganiayaan terhadap minoritas agama di Pakistan (khususnya Hindu), BJP dan organisasi Hindu sayap kanan di India mengutip tokoh-tokoh serupa yang berpendapat bahwa non-Muslim dianiaya secara brutal di Pakistan Islam setelah partisi 1947.
Namun demikian, analisis dari India Today tentang data Sensus Pakistan menunjukkan bahwa klaim itu keliru. Pakistan mendapatkan identitasnya sebagai negara yang terpisah pada 14 Agustus 1947.
Saat itu, Pakistan juga termasuk Bangladesh yang kini dikenal sebagai Pakistan Timur. Kedua wilayah ini diukir sebagai negara merdeka baru dengan Islam sebagai agama negaranya.
Tidak ada data resmi otentik dan dapat diandalkan pada komposisi agama dari penduduk Pakistan pada 1947. Bahkan, Shah dalam pidatonya juga tidak menyebutkan sumber terkait data tentang komposisi agama Pakistan pada 1947.
Angka-angka sebelumnya tentang komposisi agama Pakistan yang tersedia berasal dari Sensus 1941. Tetapi karena dilakukan di India yang tidak terbagi, maka rujukan itu tidak mencerminkan situasi dasar yang diciptakan setelah Partisi berdarah pada 1947.
Setelah merdeka, sensus pertama di Pakistan dilakukan pada 1951. Sensus ini termasuk Pakistan Timur dan Barat. Sesuai sensus ini, pangsa Muslim di populasi keseluruhan Pakistan pada 1951 adalah 85,80 persen. Sedangkan pangsa non-Muslim adalah 14,20 persen. Namun demikian, sensus 1951 dalam populasi non-Muslim di Pakistan disebut tidak merata.
Di Pakistan Barat, populasi non-Muslim hanya 3,44 persen. Sementara di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) mereka memiliki bagian yang signifikan yang terdiri dari 23,20 persen dari populasi di dalamnya.
Pada 1951, Muslim terdiri 96,56 persen dari total populasi di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Pakistan. Sensus berikutnya di Pakistan dilakukan pada 1961. Sensus itu mengatakan, bahwa populasi non-Muslim di Pakistan Barat telah berkurang menjadi 2,83 persen dari total populasi di sana.
Pada 1972 ketika Pakistan melakukan sensus ketiganya, Pakistan Timur telah dibebaskan dan sekarang dikenal sebagai Bangladesh. Sensus 1972 menunjukkan, bahwa non-Muslim di Pakistan terdiri dari 3,25 persen dari total populasi. Angka ini lebih tinggi daripada 1961.
Pada saat sensus berikutnya dilakukan pada 1981, populasi non-Muslim Pakistan melihat peningkatan sangat kecil, yakni dari 3,25 persen pada 1972 menjadi 3,30 persen pada 1981. Setelah Sensus 1981, Pakistan tidak melakukan sensus baru selama lebih dari 15 tahun dan sensus berikutnya dilakukan pada 1998.
Sesuai sensus ini, populasi non-Muslim Pakistan adalah 3,70 persen dari total populasi pada 1998. Selanjutnya, Pakistan melakukan sensus baru pada 2017. Akan tetapi, data keagamaannya belum dirilis.
Dari data tersebut, India Today menyimpulkan bahwa populasi non-Muslim di Pakistan tidak pernah terdiri dari 23 persen dari total populasi di sana. Bahkan di Pakistan yang tidak terbagi, bagian populasi non-Muslim tidak pernah menyentuh angka 15 persen (tertinggi adalah 14,2 persen pada 1951).
Sementara itu, non-Muslim di Pakistan (Pakistan Barat) terdiri dari 3,44 persen dari populasi wilayah pada 1951. Dengan demikian, data sensus menunjukkan bahwa pembagian non-Muslim di Pakistan tertahan di sekitar 3,5 persen selama beberapa dekade.
Sementara klaim soal populasi non-Muslim di Pakistan Timur atau yang dikenal Bangladesh hari ini juga dinilai keliru. Pakistan Timur menjadi Bangladesh pada 1971.
Data sensus Pakistan menunjukkan, bahwa non-Muslim membentuk 23,20 persen dari total populasi Pakistan Timur pada 1951. Selama bertahun-tahun, bagian ini memang berkurang secara signifikan, tetapi masih tidak sebanyak yang diklaim BJP.
Pada 1961, pangsa non-Muslim di Pakistan Timur telah berkurang menjadi 19,57 persen. Pada 1974, angka itu berkurang menjadi 14,60 persen dan pada 1981 hingga 13,40 persen. Selanjutnya, angka non-Muslim di sana kembali menurun pada 1991 menjadi 11,70 persen dan pada 2001 menjadi 10,40 persen.
Sensus terbaru Bangladesh yang dilakukan pada 2011 mengungkapkan, bahwa pangsa non-Muslim telah menyentuh di bawah 10 persen dari keseluruhan populasi negara itu. Pada 2011, non-Muslim terdiri dari 9,60 persen dari populasi Bangladesh. Dengan demikian, antara tahun 1951 dan 2011, populasi non-Muslim menyusut dari tinggi 23,20 persen menjadi 9,40 persen.
Sementara itu, terkait argumen BJP soal penganiayaan agama di Pakistan dan Bangladesh terhadap non-Muslim, India Today mengungkapkan hal itu sebagai fakta yang tidak dapat disangkal. Sebab, ribuan non-Muslim menjadi korban di Pakistan saat terjadi pemisahan pada 1947. Hal demikian serupa dengan ribuan Muslim yang juga dianiaya di India.
Faktanya, ribuan umat Hindu dan minoritas agama lainnya meninggalkan Pakistan dan memasuki India pada 1947. Sebaliknya, ribuan Muslim meninggalkan India untuk menjadi warga negara Pakistan.
Sementara di Bangladesh, penganiayaan berdasarkan bahasa dan peluang ekonomi yang lebih baik di India menjadi faktor pendorong ribuan imigran ilegal memasuki India.
Imigran ilegal ini bukan hanya Hindu, melainkan juga terdiri dari sejumlah besar Muslim Bengali. Migrasi ini lantas mengubah komposisi agama di wilayah bersangkutan. [rol]
Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri India, Amit Shah, saat mengenalkan RUU Amandemen Kewarganegaraan (CAB) di Majelis Rendah Parlemen (Lok Sabha) pada 9 Desember 2019 lalu. Hal yang sama juga diarahkan pada Bangladesh. Dia mengklaim bahwa pada 1947, non-Muslim di sana terdiri dari 22 persen dari populasi dan menurun menjadi 7,8 persen pada 2011.
Pada Rabu lalu, saat mengesahkan CAB di majelis tinggi parlemen (Rajya Sabha), Shah kembali menegaskan klaimnya.
Dia mengatakan, Pakistan dan Bangladesh telah menyaksikan penurunan hingga 20 poin persentase dalam populasi minoritas agama mereka.
"Di mana minoritas menghilang di Pakistan dan Bangladesh? Entah mereka dianiaya atau mereka berlindung di India," kata Shah di Rajya Sabha, seperti dilansir di India Today, Sabtu (14/12).
Pemerintah India di bawah nasionalis Hindu yang berkuasa memang mengklaim bahwa RUU Kewarnegaraan itu bertujuan untuk memberikan kewarganegaraan para penganut beberapa agama minoritas yang melarikan diri dari negara tetangga. Karena itu, klaim itu menjadi posisi yang dipertahankan BJP dan para pendukungnya.
Untuk menyoroti penganiayaan terhadap minoritas agama di Pakistan (khususnya Hindu), BJP dan organisasi Hindu sayap kanan di India mengutip tokoh-tokoh serupa yang berpendapat bahwa non-Muslim dianiaya secara brutal di Pakistan Islam setelah partisi 1947.
Namun demikian, analisis dari India Today tentang data Sensus Pakistan menunjukkan bahwa klaim itu keliru. Pakistan mendapatkan identitasnya sebagai negara yang terpisah pada 14 Agustus 1947.
Saat itu, Pakistan juga termasuk Bangladesh yang kini dikenal sebagai Pakistan Timur. Kedua wilayah ini diukir sebagai negara merdeka baru dengan Islam sebagai agama negaranya.
Tidak ada data resmi otentik dan dapat diandalkan pada komposisi agama dari penduduk Pakistan pada 1947. Bahkan, Shah dalam pidatonya juga tidak menyebutkan sumber terkait data tentang komposisi agama Pakistan pada 1947.
Angka-angka sebelumnya tentang komposisi agama Pakistan yang tersedia berasal dari Sensus 1941. Tetapi karena dilakukan di India yang tidak terbagi, maka rujukan itu tidak mencerminkan situasi dasar yang diciptakan setelah Partisi berdarah pada 1947.
Setelah merdeka, sensus pertama di Pakistan dilakukan pada 1951. Sensus ini termasuk Pakistan Timur dan Barat. Sesuai sensus ini, pangsa Muslim di populasi keseluruhan Pakistan pada 1951 adalah 85,80 persen. Sedangkan pangsa non-Muslim adalah 14,20 persen. Namun demikian, sensus 1951 dalam populasi non-Muslim di Pakistan disebut tidak merata.
Di Pakistan Barat, populasi non-Muslim hanya 3,44 persen. Sementara di Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) mereka memiliki bagian yang signifikan yang terdiri dari 23,20 persen dari populasi di dalamnya.
Pada 1951, Muslim terdiri 96,56 persen dari total populasi di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Pakistan. Sensus berikutnya di Pakistan dilakukan pada 1961. Sensus itu mengatakan, bahwa populasi non-Muslim di Pakistan Barat telah berkurang menjadi 2,83 persen dari total populasi di sana.
Pada 1972 ketika Pakistan melakukan sensus ketiganya, Pakistan Timur telah dibebaskan dan sekarang dikenal sebagai Bangladesh. Sensus 1972 menunjukkan, bahwa non-Muslim di Pakistan terdiri dari 3,25 persen dari total populasi. Angka ini lebih tinggi daripada 1961.
Pada saat sensus berikutnya dilakukan pada 1981, populasi non-Muslim Pakistan melihat peningkatan sangat kecil, yakni dari 3,25 persen pada 1972 menjadi 3,30 persen pada 1981. Setelah Sensus 1981, Pakistan tidak melakukan sensus baru selama lebih dari 15 tahun dan sensus berikutnya dilakukan pada 1998.
Sesuai sensus ini, populasi non-Muslim Pakistan adalah 3,70 persen dari total populasi pada 1998. Selanjutnya, Pakistan melakukan sensus baru pada 2017. Akan tetapi, data keagamaannya belum dirilis.
Dari data tersebut, India Today menyimpulkan bahwa populasi non-Muslim di Pakistan tidak pernah terdiri dari 23 persen dari total populasi di sana. Bahkan di Pakistan yang tidak terbagi, bagian populasi non-Muslim tidak pernah menyentuh angka 15 persen (tertinggi adalah 14,2 persen pada 1951).
Sementara itu, non-Muslim di Pakistan (Pakistan Barat) terdiri dari 3,44 persen dari populasi wilayah pada 1951. Dengan demikian, data sensus menunjukkan bahwa pembagian non-Muslim di Pakistan tertahan di sekitar 3,5 persen selama beberapa dekade.
Sementara klaim soal populasi non-Muslim di Pakistan Timur atau yang dikenal Bangladesh hari ini juga dinilai keliru. Pakistan Timur menjadi Bangladesh pada 1971.
Data sensus Pakistan menunjukkan, bahwa non-Muslim membentuk 23,20 persen dari total populasi Pakistan Timur pada 1951. Selama bertahun-tahun, bagian ini memang berkurang secara signifikan, tetapi masih tidak sebanyak yang diklaim BJP.
Pada 1961, pangsa non-Muslim di Pakistan Timur telah berkurang menjadi 19,57 persen. Pada 1974, angka itu berkurang menjadi 14,60 persen dan pada 1981 hingga 13,40 persen. Selanjutnya, angka non-Muslim di sana kembali menurun pada 1991 menjadi 11,70 persen dan pada 2001 menjadi 10,40 persen.
Sensus terbaru Bangladesh yang dilakukan pada 2011 mengungkapkan, bahwa pangsa non-Muslim telah menyentuh di bawah 10 persen dari keseluruhan populasi negara itu. Pada 2011, non-Muslim terdiri dari 9,60 persen dari populasi Bangladesh. Dengan demikian, antara tahun 1951 dan 2011, populasi non-Muslim menyusut dari tinggi 23,20 persen menjadi 9,40 persen.
Sementara itu, terkait argumen BJP soal penganiayaan agama di Pakistan dan Bangladesh terhadap non-Muslim, India Today mengungkapkan hal itu sebagai fakta yang tidak dapat disangkal. Sebab, ribuan non-Muslim menjadi korban di Pakistan saat terjadi pemisahan pada 1947. Hal demikian serupa dengan ribuan Muslim yang juga dianiaya di India.
Faktanya, ribuan umat Hindu dan minoritas agama lainnya meninggalkan Pakistan dan memasuki India pada 1947. Sebaliknya, ribuan Muslim meninggalkan India untuk menjadi warga negara Pakistan.
Sementara di Bangladesh, penganiayaan berdasarkan bahasa dan peluang ekonomi yang lebih baik di India menjadi faktor pendorong ribuan imigran ilegal memasuki India.
Imigran ilegal ini bukan hanya Hindu, melainkan juga terdiri dari sejumlah besar Muslim Bengali. Migrasi ini lantas mengubah komposisi agama di wilayah bersangkutan. [rol]