RIDHMEDIA - Menteri Keuangan Sri Mulyani blak-blakan soal adanya pejabat di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terpapar radikalisme.
Sri Mulyani mengatakan, banyak gerakan-gerakan religius yang eksklusif di Kemenkeu.
Menurutnya, mengurusi kelompok radikal lebih sulit ketimbang mengurus keuangan negara.
Sri menceritakan, sempat terjadi ketegangan di antara pegawai Kemenkeu menjelang Pemilu 2019 lalu.
“Menjelang pemilu kemarin itu saya observasi di Kemenkeu ada di bawah ketegangan,” ucap Sri Mulyani, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
“Bawahan saya jadi visible keagamannya, mulai dari appearance menunjukkan identitas. Bahkan untuk beberapa dia mengkotak-kotak ekslusif, dan ada ketegangan,” tambahnya.
Menurut Sri, sejak muncul gerakan eksklusif religius, para pegawai Kemenkeu mulai terkotak-kotak.
Ia mengaku sering mendapatkan pesan yang menyebutkan bahwa Kemenkeu mulai dimasuki gerakan radikal keagamaan.
“Semenjak saya jadi Menkeu, sering dapat WA, bu tempat ibu ada yang radikal. Orang ngomong gini ada maksudnya kan, apakah fitnah maka harus di-clear-kan. Atau ada asap ada apinya, maka saya cari ada nggak apinya di sini,” teganya.
Ia kemudian membuka ruang dialog lewat sebuah forum rapat pimpinan Kemenkeu. Rapat itu dihadiri eselon I dan II Kemenkeu.
“Kami buat conversation, dalam sebuah rapat pimpinan usai pemilu saya ajak semua bicara,” ujarnya.
Dalam rapat pimpinan itu dia berdialog dengan bawahannya mengenai nilai kebangsaan.
Dia meminta semua bawahannya bisa netral dalam segala hal, mulai dari sikap politik sampai ke penampilan.
Dalam forum itu pun menurutnya bawahannya banyak bicara dan terbuka perihal apa yang dirasakan mereka, termasuk soal gerakan eksklusif keagaamaan.
Tak hanya itu, Sri juga mendatangi langsung anak buahnya yang terpapar radikalisme.
“Saya datangi mereka, saya tanya kenapa kamu begini, sampai di Instagram juga memposting hal yang kurang bagus. Ini hak kamu, saya nggak masalah, tapi kamu pejabat bawa nama instansi nggak fit, nggak pas kalau kayak gini. Kita harus netral,” katanya.
“Akhirnya ya semua terbuka, itu jadi forum terbuka semua boleh bicara, bergantian. Saya juga minta jangan ada rekaman jadi its safe place untuk bercerita,” ungkapnya.
Saking panjangnya, pertemuan yang dilakukan berakhir hingga tengah malam dan membuatnya lelah.
Di momen itu lah dia bicara mengurus nilai kebangsaan bawahannya lebih berat dibanding mengurus keuangan negara. Dialog tersebut berlangsung hingga tengah malam.
“Energi saya terkuras habis ngurusin hal ini. Capek. Ini lebih susah daripada ngurusin keuangan negara,” tandas Sri Mulyani.[psid]
Sri Mulyani mengatakan, banyak gerakan-gerakan religius yang eksklusif di Kemenkeu.
Menurutnya, mengurusi kelompok radikal lebih sulit ketimbang mengurus keuangan negara.
Sri menceritakan, sempat terjadi ketegangan di antara pegawai Kemenkeu menjelang Pemilu 2019 lalu.
“Menjelang pemilu kemarin itu saya observasi di Kemenkeu ada di bawah ketegangan,” ucap Sri Mulyani, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
“Bawahan saya jadi visible keagamannya, mulai dari appearance menunjukkan identitas. Bahkan untuk beberapa dia mengkotak-kotak ekslusif, dan ada ketegangan,” tambahnya.
Menurut Sri, sejak muncul gerakan eksklusif religius, para pegawai Kemenkeu mulai terkotak-kotak.
Ia mengaku sering mendapatkan pesan yang menyebutkan bahwa Kemenkeu mulai dimasuki gerakan radikal keagamaan.
“Semenjak saya jadi Menkeu, sering dapat WA, bu tempat ibu ada yang radikal. Orang ngomong gini ada maksudnya kan, apakah fitnah maka harus di-clear-kan. Atau ada asap ada apinya, maka saya cari ada nggak apinya di sini,” teganya.
Ia kemudian membuka ruang dialog lewat sebuah forum rapat pimpinan Kemenkeu. Rapat itu dihadiri eselon I dan II Kemenkeu.
“Kami buat conversation, dalam sebuah rapat pimpinan usai pemilu saya ajak semua bicara,” ujarnya.
Dalam rapat pimpinan itu dia berdialog dengan bawahannya mengenai nilai kebangsaan.
Dia meminta semua bawahannya bisa netral dalam segala hal, mulai dari sikap politik sampai ke penampilan.
Dalam forum itu pun menurutnya bawahannya banyak bicara dan terbuka perihal apa yang dirasakan mereka, termasuk soal gerakan eksklusif keagaamaan.
Tak hanya itu, Sri juga mendatangi langsung anak buahnya yang terpapar radikalisme.
“Saya datangi mereka, saya tanya kenapa kamu begini, sampai di Instagram juga memposting hal yang kurang bagus. Ini hak kamu, saya nggak masalah, tapi kamu pejabat bawa nama instansi nggak fit, nggak pas kalau kayak gini. Kita harus netral,” katanya.
“Akhirnya ya semua terbuka, itu jadi forum terbuka semua boleh bicara, bergantian. Saya juga minta jangan ada rekaman jadi its safe place untuk bercerita,” ungkapnya.
Saking panjangnya, pertemuan yang dilakukan berakhir hingga tengah malam dan membuatnya lelah.
Di momen itu lah dia bicara mengurus nilai kebangsaan bawahannya lebih berat dibanding mengurus keuangan negara. Dialog tersebut berlangsung hingga tengah malam.
“Energi saya terkuras habis ngurusin hal ini. Capek. Ini lebih susah daripada ngurusin keuangan negara,” tandas Sri Mulyani.[psid]