RIDHMEDIA - Dini hari tadi, Selasa, 3 Desember 2019, tiba-tiba tagar #TangkapEnggar menjadi terpopuler di jagad sosial media Twitter. Mantan Menteri Perdagagan Enggartiasto Lukita menjadi sorotan.
Warganet mempersoalkan 20 ribu ton dari stok 2,3 juta cadangan beras pemerintah atau CBP yang dikelola Perum Bulog rusak karena terlalu lama disimpan.
Netizen pun menyalahkan kebijakan impor beras yang pernah dilakukan Enggartiasto Lukita ketika menjabat Menteri Perdagangan.
Keputusan Enggartiasto Lukita mengimpor beras dinilai dilakukan saat para petani sedang panen raya. Kritik kala itu sangat keras, tapi politikus Partai NasDem itu jalan terus.
"Senilai 160 M beras rusak terancam harus dimusnahkan," tulis akun pribadi @zarazettirazr pada Selas, 3 Desember 2019.
Kemudian warganet lain, @kasehsaulmouk, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menginvetigasi kebijakan Enggar mengimpor beras pada waktu itu.
Dia beranggapan kebijakan tersebut berniat merusak ekonomi bangsa.
"20 Ribu Beras Busuk, KPK Harus Menyelidiki Kebijakan Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Sadar atau tidak, niatnya adalah untuk merusak perekonomian Indonesia. Waspadalah terhadap bacin!," kata dia.
Lalu pengguna Twitter serta Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule mengatakan apa yang dilakukan pada masa Enggar menjabat terkesan dibuat-buat.
Menurut dia, stok beras pada saat itu masih cukup.
"Dulu mendag Enggar NasDem mengimpor beras ugal-ugalan. Alasan pun dibuat, utk penuhi stok beras dan titip di gudang Bulog. Sekarang beras busuk dan jam dikeluarkan. Stok beras pun tak terbukti kurang. Buang Beras Busuk = Buang Uang Negara," cuit akun @IwanSumulu_86 pada Senin, 2 Desember 2019.
Sebelumnya, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi mengatakan dari 2,3 juta ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang disimpan perseroannya sekitar 20 ribu tondi antaranya rusak.
Beras disposal itu telah mengalami penurunan kualitas yang drastis sehingga harus dimusnahkan atau diolah menjadi produk turunan.
Pemusnahan atau pengolahan beraas rusak tadi terganjal dana talangan dari pemerintah yang belum ada kejelasan.
"Ini yang jadi masalah," tutur Tri kepada wartawan di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Jumat, 29 November 2019.
Tri mengungkapkan, 20 ribu ton beras disposal tersebut senilai Rp 160 miliar dengan asumsi harga per kilogram Rp 8 ribu.[tpc]
Warganet mempersoalkan 20 ribu ton dari stok 2,3 juta cadangan beras pemerintah atau CBP yang dikelola Perum Bulog rusak karena terlalu lama disimpan.
Netizen pun menyalahkan kebijakan impor beras yang pernah dilakukan Enggartiasto Lukita ketika menjabat Menteri Perdagangan.
Keputusan Enggartiasto Lukita mengimpor beras dinilai dilakukan saat para petani sedang panen raya. Kritik kala itu sangat keras, tapi politikus Partai NasDem itu jalan terus.
"Senilai 160 M beras rusak terancam harus dimusnahkan," tulis akun pribadi @zarazettirazr pada Selas, 3 Desember 2019.
Kemudian warganet lain, @kasehsaulmouk, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menginvetigasi kebijakan Enggar mengimpor beras pada waktu itu.
Dia beranggapan kebijakan tersebut berniat merusak ekonomi bangsa.
"20 Ribu Beras Busuk, KPK Harus Menyelidiki Kebijakan Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Sadar atau tidak, niatnya adalah untuk merusak perekonomian Indonesia. Waspadalah terhadap bacin!," kata dia.
Lalu pengguna Twitter serta Ketua DPP Partai Gerindra Iwan Sumule mengatakan apa yang dilakukan pada masa Enggar menjabat terkesan dibuat-buat.
Menurut dia, stok beras pada saat itu masih cukup.
"Dulu mendag Enggar NasDem mengimpor beras ugal-ugalan. Alasan pun dibuat, utk penuhi stok beras dan titip di gudang Bulog. Sekarang beras busuk dan jam dikeluarkan. Stok beras pun tak terbukti kurang. Buang Beras Busuk = Buang Uang Negara," cuit akun @IwanSumulu_86 pada Senin, 2 Desember 2019.
Sebelumnya, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi mengatakan dari 2,3 juta ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang disimpan perseroannya sekitar 20 ribu tondi antaranya rusak.
Beras disposal itu telah mengalami penurunan kualitas yang drastis sehingga harus dimusnahkan atau diolah menjadi produk turunan.
Pemusnahan atau pengolahan beraas rusak tadi terganjal dana talangan dari pemerintah yang belum ada kejelasan.
"Ini yang jadi masalah," tutur Tri kepada wartawan di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Jumat, 29 November 2019.
Tri mengungkapkan, 20 ribu ton beras disposal tersebut senilai Rp 160 miliar dengan asumsi harga per kilogram Rp 8 ribu.[tpc]