Tentang Pancasila : Catatan Buat Pikiran Rocky Gerung

Ridhmedia
07/12/19, 11:17 WIB

Oleh Syahganda Nainggolan

Setelah Rocky Gerung menuduh Jokowi enggak faham Pancasila, situasi dan perdebatan terkait isu ini memanas. Tuduhan Rocky terhadap Jokowi dihubungkan antara kebijakan atau prilaku Jokowi dengan sila-sila yang ada. Misalnya, Rocky berkata kalau arahan Jokowi kepada pemerintahan daerah agar enggak meminta amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) adalah anti sila kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia) .

Menaikkan iuran BPJS juga menurut Rocky bertentangan dengan Pancasila. Sedangkan membubarkan sebuah ormas tanpa pengadilan juga bertentangan dengan sila keempat (Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawartan dan Perwakilan).

Kita harus mendiskusikan ini agar kita dapat mendudukkan urgensi isu ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah presiden Indonesia boleh enggak berdarah Indonesia, paska amandemen UUD45 asli selama 1999-2002, isu presiden enggak faham Pancasila menjadi penting kita sepakati. Artinya, jika benar Presiden RI enggak faham Pancasila, apakah itu sebuah kesalahan? atau kejahatan?Bagaimana kalau anak2 sekolah menjadi alergi terhadap Pancasila?

*Pancasila: philosophische grondslag versus Ideologi*

Adnan Buyung Nasution, dalam  "The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia,  1992,  berbasis disertasinya di Universitas Utrecht, Belanda, menyatakan kalau ada tiga kelompok ideologis yang bertarung debat dalam Konstituante (lembaga pembentuk UUD) sepanjang tahun 1955-1957, yakni kelompok Pancasila, Kelompok Islam dan Kelompok Sosial-Ekonomi. Kelompok pertama diwakili antara lain oleh PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dan PKI (Partai Komunis Indonesia), kelompok kedua diwakili antara lain Masyumi dan Nahdatul Ulama. Sedang kelompok ketiga diwakili antara lain Partai Murba dan Partai Buruh. Jumlah peserta masing-masing 274 orang, 230 orang dan sisanya 10.

"Philosophische Grondslag" (Filosofi dasar) atau dalam bahasa Jerman  "Weltanschauung" (view to the world atau pandangan dunia) ialah penjelasan tentang sebuah alasan atas sebuah eksistensi. Pancasila disebutkan filosofis dasar, kala dulu, karna menyatakan alasan adanya sebuah dasar negara baru, yakni negara Indonesia.

Dasar itu sendiri bervariasi dari pandangan ekstrim yang menyamakan seperti "fondasi rumah" oleh bermacam perumus Konstituante maupun sekedar pegangan hidup biasa, tanpa retorika, seperti yang dipikirkan Sutan Takdir Alisyahbana, anggota PSI. 

Pancasila dikatakan sebagai  "living spirit" dari Bangsa Indonesia. Living spirit ini ialah sebuah konsensus atau sebuah "common platform" yang mampu menghimpun sebuah kebersamaan atau sebuah himpunan kebangsaan. Sebuah ajaran harmoni, ajaran toleransi, gotong royong, dlsb. 

Namun, sering kali pula Pancasila dimaknai sebagai ideologi negara. Idiologi bukan sekedar filosofi dasar ataupun "living spirit", melainkan sebuah ajaran baku yang menggerakkan bangsa kita. Yang pertama lebih statis, sebaliknya yang terakhir lebih dinamis. 

Dalam pertarungan di Majelis Konstituante, disebutkan pertarungan ideologi, karna dasar negara yang dibicarakan memang mencakup konsepsi ideologi negara. Sebab, dulu pada sidang2 BPUPKI, semua dianggap tergesa-gesa, atau sekedar "kejar tayang", melihat peluang kemerdekaan yang diarahkan Kolonial Jepang. Sehingga, di alam kemerdekaan, dalam waktu yang panjang, dikhususkan sebuah waktu pembahasan buat mengetahui dasar negara kita. 

Pancasila bergeser  sebagai ideologi, menurut Buyung Nasution, dimulai saat Sukarno berpidato di Amuntai, Kalimantan, 1953,  tentang Pancasila vs Islam. Sukarno, yang sebelumnya melihat Pancasila sebagai konsensus/filosofi dasar buat mengakomodasi  bermacam ideologi dan faham yang berkembang di Indonesia, mulai mengkristalkan Pancasila sebagai sebuah ajaran khusus.

Sukarno kelihatannya pada tahun-tahun 50 an telah meninggalkan faham integralistik facism bergeser ke arah sosialistik. Pertama, ini bisa dilihat dengan persekutuan PNI dan PKI yang kokoh, khususnya dalam Majelis Konstituante. Kedua, kebangkitan Komunis dunia saat itu, Telah menggeser kelompok2 fasis (Jepang, Jerman dan Italia) sebagai anti tesa kejayaan Kapitalis yang dimusuhi Sukarno. (Sukarno selama penjajahan Jepang di Indonesia ialah "kaki tangan" Jepang).

Sebuah ideologi ialah sebuah ajaran yang bisa menggerakkan. Sukarno telah meninggalkan Pancasila dari "filosofi dasar" (yang dalam istilah Jean Paul Sartre sebagai "major system of thought"), kepada ideologi, (Sartre: "minor system of ideas living on the margin of the genuine  philosophy and exploiting the domain of greater system). Agar Pancasila bisa menjadi ideologi, Sukarno meintegrasikan Komunisme sebagai kekuatan inti dan pandangan2 anti Islam sebagai penguat, pada ajaran Sosialisme Sukarno tersebut.

Melalui Komunisme, Sukarno mampu menemukan kembali semangat perlawanan dan ambisinya buat menantang Kapitalisme global. Komunisme mengajarkan bagaimana menemukan "false consciousness" buat merekonstruksi eksistensi "kaum Marhaen" sebagai sebuah "Class Consciousness".

Setelah 15 tahun Pancasila dengan inti Komunisme dijalankan Sukarno, dan berakhir lumpuh tahun 1968, saat era Bung Karno berakhir. Selanjutnya, Pancasila kembali bergeser dari ideologi menjadi "philosophische Grondslag" atau "Weltanschauung" di masa Orde Baru.

*Pancasila ditangan Jokowi*

Penjelasan Rocky kalau Jokowi enggak faham Pancasila boleh menjadi terlalu prematur. Setelah Komunisme gagal diseluruh dunia, Sosialisme, Pragmatism, Kapitalisme masih ada sebagai ideologi. Tentu disamping agama-agama yang bergerak dalam ajaran ideologis.

Pandangan Jokowi terkait menaikkan iuran BPJS dan melarang AMDAL, yang dituduh Rocky sebagai bukti Jokowi enggak faham Pancasila, adalah "misleading". 1) Menaikkan iuran BPJS ialah ajaran "survival for the fittes" yang meletakkan tanggung jawab individual itu berpusat pada individual. Pandangan tokoh politik Margaret Thatcher di Inggris dulu, mewakili kaum Libertarian, menolak sama sekali adanya tanggung jawab negara terhadap subsidi bagi orang2 miskin. Berpikir pro subsidi ialah sosialis dan sebaliknya memperkecil subsidi anti sosialis (Neo-Liberal/Libertarian).

2) AMDAL dalam perspektif kaum Libertarian dan para kapitalis ialah bagian aturan yang membuat negara "mengganggu" kepentingan pasar (market place). Orang2 seperti Fredrick Hayek dan Milton Friedman, meyakin negara sebaiknya enggak harus ada.

Dari dua hal di atas, kita melihat kalau Jokowi menganut suatu pemahaman.  Menganut suatu pemahaman tidaklah boleh menjadi dikatakan Jokowi enggak faham Pancasila. kalau dikaitkan pada pola penyerangan rezim Jokowi pada Islamisme, seperti dilakukan Sukarno dulu, maka Telah dapat dicermati kalau Jokowi tengah menggeser lagi Pancasila dari filosofi dasar menjadi ideologi.

Jikalau ideologi yang ditanamkan Sukarno pada Pancasila dahulu, sebagai inti daripada inti, ialah Komunisme, maka Jokowi kini boleh menjadi mencoba menggerakkannya dengan ideologi Kapitalisme. Namun, bisa saja ideologi itu berupa Pragmatism?

Sebuah Pragmatism ialah campur-campur dengan orientasi jalan tengah, seperti Third Way di Inggris, maupun ideologi Komunis ala Deng Xio Ping di China dahulu (Quote Deng: Bukan peduli kucing hitam ataupun putih yang penting bisa tangkap tikus).

Untuk itu harus waktu yang dalam buat menilai ideologi yang dibawa Jokowi ini.

Namun, Pancasila sebagai sebuah Konsensus maupun ideologi, memang adalah produk sejarah. kalau Pancasila itu digali dari spirit masa lalu kita, maka semua bentuk masa lalu kita bervariasi, dari wisdom yang baik, sampai kepada ajaran2 keji ala Machiavellis dalam kekuasaan.

*Penutup*

Sejarah manusia dibentuk dengan bermacam kontestasi dan klaim antara kelompok2 dominan dalam masyarakat.

Pada saat tertentu, konsensus dilakukan jika keseimbangan sosial tertentu dianggap lebih baik dalam menghindari perang dan permusuhan. Namun, pada saat tertentu saat pemimpin yang hadir memiliki ambisi ideologis, maka konsensus tersebut berubah menjadi perang atau permusuhan buat memastikan adanya dominasi.

Jokowi tidaklah seperti kata Rocky yang enggak faham Pancasila, malah Jokowi tengah menggeser Pancasila dari sebuah Waltanchung atau Philosophische Grondslag ke arah ideologi. Apakah ideologi itu Kapitalisme dan variannya atau Pragmatism, masih harus diamati. 

Namun, sebagai mana sejarah mengajarkan, kalau Islam enggak dapat ditaklukkan di Indonesia. Dan bahaya buat disingkirkan, "Too Big To Fail". Baik dengan bantuan RRC di masa Bung Karno, maupun dibantu Amerika/barat di masa Suharto.

Yang penting selalu kita renungkan apakah ada jalan tengah Pancasia: Diantara "common platform" dan ideologi?(*) 
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+