Warning SBY untuk Jokowi: Ancaman Resesi hingga Utang Baru

Ridhmedia
12/12/19, 05:12 WIB
RIDHMEDIA - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato refleksi pergantian tahun 2019 di JCC, Jakarta, Rabu (11/12/2019) malam. Dalam pidato berjudul "Indonesia 2020: Peluang, Tantangan, dan Harapan" itu, SBY, yang juga presiden ke-6 RI, memberikan sejumlah peringatan kepada Presiden Joko Widodo.

"Tahun 2019 yang penuh dinamika dan juga ujian, akan kita tinggalkan. Sebentar lagi, kita akan memasuki tahun baru 2020. Tahun yang membawa harapan dan peluang, meskipun tak akan luput dari tantangan," kata SBY.

Secara spesifik, Ia memberi titik tekan kepada permasalahan dan tantangan yang mengemuka dari sisi ekonomi. SBY menyebut keadaan itu harus diatasi dengan sekuat tenaga.

"Mengapa? Jika ekonomi menurun, apalagi memburuk, rakyatlah yang paling terkena dampaknya. Terutama rakyat golongan miskin dan kurang mampu, yang jumlahnya puluhan juta di negeri kita. Sebaliknya, jika ekonomi kita meningkat, taraf hidup rakyat akan meningkat pula," ujarnya.

Dari semua permasalahan dan tantangan ekonomi saat ini, SBY menyebut Demokrat berfokus pada lima isu. Pertama, menyangkut pertumbuhan ekonomi. Kedua, pengangguran dan lapangan kerja.

Ketiga, daya beli dan perlindungan sosial untuk rakyat. Keempat, kebijakan fiskal termasuk utang negara. Dan yang kelima, rencana pemindahan dan pembangunan ibu kota baru.

 Pidato lengkap SBY
Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita sekalian,


Om swastiastu,

Namo budaya,

Salam kebajikan,

Para Pemimpin dan Kader Demokrat, yang saya cintai dan saya banggakan,

Saudara-saudaraku rakyat Indonesia, yang saya cintai dan saya muliakan

Alhamdulillah, kita hampir tiba di penghujung tahun.

Tahun 2019 yang penuh dinamika dan juga ujian, akan kita tinggalkan. Sebentar lagi, kita akan memasuki tahun baru 2020. Tahun yang membawa harapan dan peluang, meskipun tak akan luput dari tantangan.
​Tahun 2019 telah memberikan pengalaman dan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Di tahun ini, rakyat kita baru saja mengikuti pemilihan umum. Banyak hal baru yang kita dapatkan, baik yang positif maupun yang negatif. Yang baik maupun yang buruk.

Yang buruk, pertama kali dalam sejarah, pemilu kita diwarnai oleh politik identitas yang melebihi takarannya. Juga pertama kali terjadi banyak korban jiwa, baik karena kekerasan maupun bukan.
​Kabar baiknya adalah, ketika bangsa kita berada di ambang perpecahan dan bahkan benturan fisik pasca pemungutan suara, kita semua sadar dan terpanggil. Terpanggil untuk menahan diri dan tetap menjaga keutuhan kita. Alhamdulillah, mimpi buruk itu tidak terjadi. Kita memilih persatuan, bukan perpecahan

Karenanya, evaluasi menyeluruh tentang sistem, undang-undang dan penyelenggaraan pemilu perlu kita lakukan. Terutama bagi pihak pemerintah, parlemen dan penyelenggara pemilu. Tujuannya, pemilu di masa mendatang bisa berlangsung lebih baik. Yang sudah baik kita pertahankan, yang belum baik kita perbaiki. Itulah harapan Partai Demokrat. Saya yakin itu pula harapan rakyat kita.

Pemilihan umum, sebuah kontestasi politik untuk sebuah kekuasaan, telah usai. Sementara, pemilu mendatang masih jauh, 5 tahun lagi.  Tak baik dan malu kepada rakyat, kalau saat ini kita memulai lagi kontestasi baru. Apalagi jika semangat dan nafsunya adalah untuk mendapatkan kekuasaan di tahun 2024. Juga tidak etis, karena pemerintahan Presiden Jokowi yang kedua, baru mulai melaksanakan tugasnya. Mari hormati pemerintah kita, dan tentunya rakyat kita.

Partai Demokrat berpendapat, saatnya kita menghentikan suasana permusuhan. Saatnya kita menghentikan politik yang membelah dan memisahkan. Saatnya pula, kita kembali membangun hubungan antar kekuatan politik yang lebih damai dan menyatukan. Hubungan yang bernuansa kawan dan lawan harus kita ganti dengan hubungan antar mitra. Kemitraan untuk membangun bangsa. Kemitraan dan kebersamaan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi rakyat. Rakyat menghormati negara dan pemimpinnya. Negara dan pemimpin sabar dan mengayomi rakyatnya dengan adil dan penuh rasa kasih sayang. Bersatu kita teguh. Bersama kita lebih kuat. Together we are stronger. Inilah ajakan Partai Demokrat.

​Bersama negara dan pemerintah, kita harus berbuat dan bekerja sekuat tenaga untuk rakyat kita. Meskipun saat ini Partai Demokrat berada di luar pemerintahan pusat, komitmen kami tidak berubah. Kami ingin pemerintah sukses dalam melaksanakan tugasnya. Kalau pemerintah sukses, rakyatlah yang akan mendapatkan manfaatnya.  Demokrat akan men-dukung penuh keputusan dan kebijakan pemerintah yang tepat, dan sesuai keinginan rakyat. Namun, Demokrat akan mengkritisi keputusan dan kebijakan yang kami pandang keliru, dengan harapan dapat dilakukan koreksi dan perbaikan. Inilah tanggung jawab moral, sosial dan politik Partai Demokrat yang harus kami jaga dan laksanakan.

Melalui pidato politik ini, Demokrat mengajak semua pihak untuk memahami tahun 2020 yang akan datang. Dengan memahami peluang dan tantangan yang akan kita hadapi, kita akan lebih siap. Jika hendak berkontribusi untuk meraih sukses di masa depan, kitapun tahu apa yang harus kita lakukan.

Sebelum Demokrat menyampaikan pandangan dan harapan-harapannya, kami telah mempelajari apa yang akan dilakukan oleh pemerintah. Termasuk pula apa yang diinginkan oleh Presiden Jokowi. Di sisi lain, kami juga mempelajari keadaan dan persoalan yang dihadapi rakyat kita. Termasuk perasaan dan harapan mereka. Semangat Demokrat adalah apa yang telah menjadi kebijakan dan program pemerintah, termasuk APBN tahun 2020, diharapkan bisa dicapai. Sekali lagi kami ingin pemerintah kita sukses.
​​
Satu lagi, kami juga mempelajari dinamika dan perkembangan dunia, yang kita tahu akan berpengaruh kepada negara kita, Indonesia. Baik yang menyangkut ekonomi, geopolitik dan gerakan-gerakan sosial yang tengah marak saat ini. Kita tak boleh lupa, Indonesia pernah kena dampak prahara global di tahun 1998, dan juga di tahun 2008. Tahun 1998 kita tidak selamat dan terjatuh dalam krisis yang dalam. Tahun 2008, alhamdulillah kita selamat. Kita bisa mengurangi dampak krisis ekonomi global waktu itu. 

Dalam pidato ini, saya akan memfokuskan pada persoalan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Meskipun isu-isu lain juga penting, dalam kesempatan ini kami tidak bermaksud menyampaikannya. Misalnya isu tentang politik dan demokrasi, tentang hukum dan keadilan, dan tentang persatuan dan kerukunan bangsa.

Saudara-saudara,
​Kita mengetahui bahwa permasalahan dan tantangan yang mengemuka saat ini adalah ekonomi. Kita harus sungguh memberikan perhatian dan berupaya sekuat tenaga untuk mengatasinya. Mengapa? Jika ekonomi menurun, apalagi memburuk, rakyatlah yang paling terkena dampaknya. Terutama rakyat golongan miskin dan kurang mampu, yang jumlahnya puluhan juta di negeri kita. Sebaliknya, jika ekonomi kita meningkat, taraf hidup rakyat akan meningkat pula.

Kami mengetahui, pemerintah telah berupaya sekuat tenaga untuk mengatasi permasalahan ekonomi kita. Termasuk menjaga pertumbuhan, fundamental dan aspek-aspek ekonomi makro yang lain. Kami amati, sebagian upaya itu berhasil dengan baik, sebagian belum. Paling tidak masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan.

Tahun 2020, dan tahun-tahun kedepannya, ekonomi global dan kawasan diperkirakan dalam keadaan yang tidak baik. Banyak yang mengatakan bahwa dunia akan mengalami resesi ekonomi. Artinya, pertumbuhan akan melambat atau tumbuh rendah. Keadaan ini akan berdampak negatif dan makin membebani ekonomi Indonesia. Karenanya, Indonesia tidak cukup hanya berjaga-jaga. Atau hanya siap untuk melakukan antisipasi dan adaptasi semata. Kita harus sangat serius dalam upaya mengurangi dampak buruk resesi dunia itu terhadap ekonomi kita. Sangat berbahaya kalau kita lalai dan bersikap “business as usual”.

Kami juga mengetahui, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk “mengamankan” ekonomi kita di tahun 2020 mendatang. Kami juga mengikuti postur APBN tahun 2020 dan berbagai kebijakan yang dijalankan. Demokrat senang, dan memberikan apresiasi yang tinggi untuk itu. Demokrat tidak ingin, dan tentu juga rakyat kita, perkiraan Bank Dunia tentang ekonomi kita menjadi kenyataan. Kita ingin pertumbuhan ekonomi kita tidak serendah yang diperkirakan oleh Bank Dunia, yang menaruhnya di angka 4,9%.

Jika dalam forum ini kami menyampaikan hal-hal untuk diwaspadai oleh pemerintah, tujuan kami sama dengan tujuan pemerintah. Ekonomi kita selamat, di kala ekonomi dunia sedang tidak cerah. Bahkan tetap tumbuh dengan baik. Kami yakin pemerintah memer-lukan mitra yang berkata jujur dan apa adanya. Serta mitra yang siap membangun sinergi dan kerjasama yang baik. Kerjasama untuk kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai.

Dari semua permasalahan dan tantangan ekonomi saat ini, Demokrat hanya ingin berfokus pada 5 isu.

Pertama, menyangkut pertumbuhan ekonomi.

Kedua, pengangguran dan lapangan kerja.

Ketiga, daya beli dan perlindungan sosial untuk rakyat.

Keempat, kebijakan fiskal termasuk utang negara.

Dan yang kelima, rencana pemindahan dan pembangunan ibu kota baru.

Ijinkan saya untuk memulai yang pertama, yaitu pertumbuhan ekonomi.

Demokrat sepakat dengan Presiden Jokowi bahwa angka pertumbuhan pada tingkat 5% bukanlah sesuatu yang buruk. Terutama jika dikaitkan dengan situasi perekonomian global saat ini. Yang penting, sasaran pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan untuk tahun 2020 sebesar 5,3% dapat dicapai.

Jika ekonomi kita tumbuh rendah, misalnya di bawah 6%, lapangan pekerjaan baru sulit didapatkan. Penghasilan dan daya beli rakyat sulit ditingkatkan. Angka kemiskinan juga tak mudah untuk diturunkan.
​Dalam jangka pendek dan menengah, dua langkah besar perlu dilakukan.  Pertama, bagaimanapun investasi dunia usaha harus ditingkatkan. Usaha swasta, dan bukan hanya BUMN, harus mendapat peluang bisnis yang lebih besar. Karenanya, Demokrat mendukung penuh upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi kita.

Yang kedua, pembelanjaan konsumen (consumers spending) harus dijaga dan kalau bisa ditingkatkan. Baik belanja pemerintah maupun konsumsi rumah tangga.

Di tengah lesunya daya beli golongan menengah ke bawah, ada 2 proritas yang penting. Kesatu, penciptaan lapangan kerja baru harus sukses. Kalau sukses, konsumsi rumah tangga secara agregat akan terus meningkat. Kedua, perlu dipastikan agar anggaran perlindungan sosial, termasuk subsidi bagi kaum tidak mampu, jumlahnya memadai.

Kita tahu bahwa belanja pemerintah (government expenditure) adalah komponen penting dalam pertumbuhan. Demokrat melihat bahwa ruang fiskal kita tidaklah terlalu sempit. Yang penting, pemerintah cerdas dan tepat dalam mengalokasikan pembelan-jaannya. Demokrat berharap belanja pemerintah sungguh dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi yang nyata.

Jangka panjang, pemerintah perlu melakukan segala upaya untuk meningkatkan pertumbuhan kita. Demokrat melihat peluang peningkatan sumbangan sektor industri pada pertumbuhan. Utamanya melalui industri manufaktur yang berbasiskan pertanian dan sumber daya mineral. Juga sektor perdagangan, konstruksi dan kepariwisataan. “Sebenarnya, banyak jalan menuju ke Roma”.

Demokrat menyambut baik tekad Presiden Jokowi, agar Indonesia bisa keluar dari jebakan penghasilan menengah (middle income trap) di tahun 2045 mendatang. Di sinilah perlunya kita memiliki pertumbuhan yang tinggi. Pengalaman menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi 6% setahun, akan membuat pendapatan perkapita naik 2 kali lipat dalam 10 tahun. Insya Allah Indonesia bisa. Kita punya “success story”. Dalam waktu 10 tahun (2004 - 2014) income per kapita kita naik 3 kali lipat lebih, dari $ 1100 AS menjadi $ 3500 AS.

Isu ekonomi yang kedua adalah menyangkut pengangguran dan lapangan pekerjaan. Kami, Demokrat, sungguh memberikan perhatian pada isu ini.

Jika melihat data statistik, memang ada penurunan angka pengangguran sekitar 1% dalam waktu 5 tahun. Tentu ini belum cukup. Di samping itu, kita juga harus melihat struktur dan migrasi pekerjaan yang terjadi di masyarakat kita.

Meskipun tercatat sebagai bekerja, alias tidak menganggur, namun sekitar 28,4 juta orang adalah pekerja paruh waktu. Sementara, yang berkategori setengah menganggur sekitar 8,14 juta orang. Jumlahnya,
36,5 juta orang. Tentu ini angka yang besar.

Di samping itu juga  banyak terjadi peralihan pekerjaan, dari sektor formal ke sektor informal. Keadaan seperti ini kerap diikuti menurunnya penghasilan, dan tentunya daya beli mereka. Itulah sebabnya, Demokrat mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam meningkatkan biaya yang ditanggung oleh rakyat, seperti BPJS, Tarif Dasar Listrik dan lain-lain. Perhatikan “timing” (kapan dinaikkan) dan seberapa besar angka kenaikan yang tepat. Secara moral dan sosial, tidaklah bijak membebani rakyat secara berlebihan ketika  ekonomi mereka sedang susah.

Satu hal yang patut menjadi perhatian kita adalah “siapa saja yang menganggur” dewasa ini. Data menunjukkan bahwa prosentase dan angka lulusan SMK, SMA dan Perguruan Tinggi yang menganggur relatif tinggi. Keadaan seperti ini tentu rawan secara sosial, politik dan keamanan. Kita belajar dari pengalaman Arab Spring di tahun 2011 dulu. Juga terjadinya gerakan protes sosial di 30 negara tahun ini. Penyebab utamanya adalah kesulitan ekonomi dan banyaknya pengangguran.

Untuk itu, Demokrat mendukung penuh upaya pemerintah untuk mengatasi pengangguran ini. Caranya tentu banyak. Demokrat berharap, pembangunan infrastruktur dengan anggaran yang sangat besar saat ini, dapat menciptakan lapangan kerja yang jauh lebih banyak.

Demokrat juga menyambut baik program Kartu Pra Kerja yang ada dalam APBN 2020. Ini sebuah inisiatif yang baik. Yang penting, program dengan anggaran 10 triliun rupiah untuk 2 juta peserta tersebut dapat dikelola dengan baik. Agar tidak memunculkan isu sosial di antara sesama pencari kerja, pelaksanaannya harus benar-benar transparan dan akuntabel. Diharapkan tidak salah sasaran, dan bebas dari kepentingan politik pihak manapun.

Demokrat juga berharap pemerintah memiliki kebijakan yang efektif dan lebih agresif bagi pencari kerja milenial. Meskipun sektor pertanian, industri dan jasa tetap menjadi tulang punggung ekonomi nasional, Indonesia juga memasuki era baru. “Ekonomi Baru” atau “Ekonomi Digital” telah menjadi bagian dari ekonomi kita. Karenanya pendidikan dan pelatihan bagi kaum milenial ke depan harus dilakukan secara serius. Mereka harus dipersiapkan agar cakap dan terampil untuk bekerja di era ekonomi digital.

Isu ketiga adalah berkaitan dengan daya beli dan perlindungan sosial untuk masyarakat.

Kesulitan ekonomi, termasuk lemahnya daya beli masyarakat, memang nyata. Terutama pada masyarakat yang berpenghasilan rendah dan kaum tidak mampu. Bagi masyarakat papan menengah dan atas, barangkali tidak merasakannya.

Penurunan daya beli ini juga ditandai oleh perlambatan penjualan retail, penurunan penjualan mobil dan motor serta perlambatan konsumsi makanan. Juga ditandai oleh tekanan terhadap upah riil petani dan pekerja konstruksi.

Kita tahu, ada 2 cara untuk meningkatkan penghasilan dan daya beli rakyat. Pertama melalui mekanisme ekonomi, yaitu dengan meningkatkan pertumbuhan dan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Yang kedua, bagi mereka yang benar-benar mengalami kesulitan dalam kehidupan rumah tangganya, pemerintah perlu memberikan bantuan. Inilah yang disebut dengan perlindungan sosial social safety net.

Demokrat mengetahui bahwa dalam APBN 2020, disediakan anggaran perlindungan sosial berjumlah Rp 372,5 triliun. Anggaran ini cukup besar, meskipun tidak sebesar anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Program ini meliputi bantuan pangan, pendidikan, kesehatan, subsidi tepat sasaran, dan juga dana desa. Demokrat mendukung penuh program dan anggaran ini.

Kami tidak setuju kalau ada yang berpendapat anggaran ini disebut pemborosan. Bahkan ada yang berpendapat lebih baik digunakan saja untuk menambah biaya infrastruktur. Justru pembelanjaan yang terlalu tinggi (too much spending) dalam pemba-ngunan infrastruktur, dan menomorduakan pembangunan manusia, menurut kami tidak tepat dan tidak adil. Termasuk jika mengabaikan bantuan kepada rakyat miskin dan rakyat yang sedang susah. Kita tidak boleh berpikir terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik dalam pembangunan ekonomi. Paham-paham itu tidak peka terhadap kemiskinan, kesenjangan dan keadilan sosial. Paham demikian juga bertentangan dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila, yang ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Indonesia punya pengalaman yang baik, dengan program perlindungan sosial, yang waktu itu disebut “program-program pro-rakyat”. Dalam waktu sepuluh tahun (2004 - 2014) kita bisa menurunkan angka kemiskinan sebesar 6%. Sekali lagi Demokrat men-dukung setiap kebijakan dan program yang berpihak kepada rakyat kecil.

Isu ekonomi yang keempat adalah berkaitan dengan kebijakan fiskal, termasuk utang negara.

Kita tahu kebijakan fiskal, termasuk APBN, adalah sebuah pilihan. Juga bagian dari politik ekonomi, yang penuh dengan “judgement”. Karenanya, kita tidak boleh latah dan mudah menyalahkan pemerintah. Demokrat juga mengerti kompleksitas dan dilema dalam mengalokasikan dan mendistribusikan anggaran negara. Baik pusat maupun daerah. Terlebih jika ekonomi kita tengah mengalami tekanan seperti sekarang ini.

Namun, kita harus menyadari dan mengakui bahwa memang ada permasalahan dalam fiskal dan APBN kita. Pasar, baik domestik maupun internasional, juga mengetahui permasalahan ini.

Permasalahan utama yang kita hadapi adalah tidak tercapainya pendapatan negara dari sasaran yang ditetapkan. Penerimaan pajak jauh dari target. Sampai bulan Oktober 2019, penerimaan pajak masih kurang Rp 559 triliun. Penerimaan pajak dan non pajak yang tidak mencapai sasaran  ini pasti akan menambah angka defisit APBN. Terus terang, Demokrat mengamati sasaran belanja negara kita memang tergolong tinggi. Barangkali juga terlalu ekspansif, untuk ukuran ekonomi Indonesia yang tengah menghadapi tekanan.

Persoalannya kemudian, dari mana kita menutup defisit APBN ini? Yang terlintas dan mudah tentulah, dengan cara menambah utang baru. Menambah utang baru memang dibenarkan dan bukan sebuah kesalahan. Namun, seberapa besar utang baru itu? Andaikata rasio utang terhadap PDB dianggap aman di angka 30%, meningkat sekitar 5% dari lima tahun yang lalu, untuk apa utang itu digunakan? Dapatkah dipastikan bahwa utang baru itu bermanfaat, produktif dan mampu menjaga pertumbuhan kita? Apalagi pasar tahu bahwa utang sejumlah BUMN untuk pembangunan infrastruktur juga meningkat sangat banyak.

Dalam kaitan ini, dengan niat yang baik, Demokrat mengingatkan agar pengelolaan fiskal dan penambahan utang baru ini benar-benar cermat dan tepat. Ingat, Indonesia juga menghadapi risiko ekonomi di tahun depan. Jika tekanan terhadap ekonomi kita cukup berat, risiko pelarian modal ke luar negeri (capital outflow) sangat mungkin terjadi. Persoalan menjadi serius jika stimulus fiskal dan moneter kita juga terbatas dan tidak cukup menjaga agar ekonomi kita tetap aman. Kita juga masih mengalami defisit transaksi berjalan, yang justru memerlukan “capital inflow” untuk menutupinya. Kita tentu  harus mencegah terjadinya pelemahan rupiah, jika risiko seperti ini betul-betul kita hadapi. Mudah-mudahan tekanan eksternal tidak terlalu besar.

Menambah utang baru tentu bukan satu-satunya pilihan. Memberikan beban kepada rakyat, utamanya golongan kurang mampu, untuk menambah penerimaan negara juga tidak bijaksana. Sebaliknya, mengurangi atau menunda pembelanjaan pemerintah tidak tabu untuk dilakukan. Yang penting, yang dikurangi janganlah anggaran yang menyangkut hajat hidup rakyat kita yang pokok. Kebijakan fiskal juga menyediakan ruang bagi kearifan dan kompromi, di samping pertimbangan yang rasional. 

Isu kelima, atau terakhir yang hendak saya sampaikan adalah berkenaan dengan rencana pembangunan ibukota baru.

Kami menghargai inisiatif dan pemikiran Presiden Jokowi untuk membangun ibukota negara yang baru.

Ketika Demokrat berada di pemerintahan, selaku Presiden saya juga pernah  memikirkan untuk membangun pusat pemerintahan yang baru. Konsep kami memang sedikit berbeda. Pusat pemerintahan baru yang kami pikirkan dulu terletak di kawasan Jawa Barat, dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam menuju ke arah timur. Konsep ini seperti yang dilakukan Malaysia, yang membangun Putra Jaya sebagai pusat pemerintahan baru, di luar Kuala Lumpur. Setelah kami pikirkan dan olah selama 2 tahun, rencana ini kami batalkan. Pertimbangan kami waktu itu  adalah anggaran yang sangat besar belum tersedia, sementara banyak sasaran pembangunan yang lebih mendesak. Di samping itu, ada faktor lingkungan (amdal) yang tidak mendukung, yang tentu tidak boleh kami abaikan.

Karenanya, Demokrat sangat mengerti jika Presiden Jokowi juga memiliki pemikiran yang sama. Beban Jakarta memang sudah terlalu berat, melebihi daya dukung yang dimilikinya.

​Yang ingin kami sampaikan hanya berkaitan dengan sumber daya, termasuk anggaran, yang diperlukan untuk membangun ibukota baru tersebut. Kami pelajari, dalam APBN 2020 belum secara gamblang dan signifikan dicantumkan anggaran awal untuk pembangunannya.

Demokrat yakin, pemerintah sangat tahu bahwa membangun sebuah ibukota hakikatnya adalah membangun kehidupan. Membangun sistem. Bukan sekedar membangun infrastruktur fisik. Pembangunannya juga memerlukan biaya yang sangat besar dan jangka waktu yang tidak singkat. Karenanya, Demokrat mengingatkan agar perencanaan strategis pemerintah benar-benar disiapkan dengan seksama.

Konsepnya seperti apa? Timeline-nya (jadwal pembangunannya) seperti apa? Berapa besar biaya yang digunakan? Dari mana anggaran itu diperoleh? Apakah betul ada pemikiran untuk menjual aset-aset negara dan bahkan utang ke luar negeri untuk membiayainya?

Hal-hal inilah yang ingin kami dengar. Saya yakin rakyat Indonesia juga ingin mendengar dan mengetahuinya. Banyak contoh di dunia, Saudara-Saudara, negara yang berhasil dan juga yang gagal dalam membangun ibukota yang baru. Tentu kita ingin menjadi negara yang berhasil dalam membangun ibukota baru ini.

Di tengah perkembangan ekonomi global yang tidak menggembirakan, dan juga ekonomi Indonesia sendiri yang menghadapi tekanan, perencanaan dan kesiapan pemerintah harus paripurna. Memindahkan dan membangun ibukota baru adalah sebuah mega proyek. Tidak boleh meleset, harus sukses.

Saudara-saudara, demikianlah pidato politik Partai Demokrat.

​Meskipun tantangan di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat ke depan tidak ringan, tapi kita tidak boleh pesimistik. Kita harus tetap optimistik. Saya juga percaya pemerintahan Presiden Jokowi, dengan dukungan kita semua, akan mampu mengatasi segala persoalan itu. Mari kita berikan kesempatan kepada pemerintah untuk menjalankan misinya.

Mengingat persoalan di bidang ekonomi cukup berat, janganlah dibebani dengan masalah-masalah lain yang tidak perlu. Pemerintah memerlukan stabilitas sosial dan stabilitas politik, agar pembangunan ekonomi berhasil dengan baik.

Namun, untuk mengejar sasaran ekonomi, tidak berarti demokrasi, kebebasan dan kedaulatan rakyat dianggap tidak penting. Kita, bangsa Indonesia, telah mematahkan mitos lama bahwa seolah kita harus memilih salah satu. Demokrasi atau ekonomi. Kebebasan atau keamanan. Kita telah membuktikan bahwa pembangunan ekonomi dapat kita lakukan dengan baik, tanpa meminggirkan demokrasi, kebebasan dan kedaulatan rakyat.

Akhirnya, Demokrat mengucapkan selamat bertugas kepada Bapak Jokowi dan segenap jajaran pemerintah. Rakyat sangat berharap masa depan mereka lebih cerah. Keluarga besar Partai Demokrat juga mengucapkan selamat tahun baru kepada saudara-saudara kami rakyat Indonesia. Semoga Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi kita semua. Majulah dan jayalah Indonesia tercinta.

Wassalamu’ alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Om shanti shanti shanti om 

[cnb]
Komentar

Tampilkan

Terkini

Peristiwa

+