Abaikan Peringatan Indonesia, China Ogah Tarik Nelayannya dari Laut Natuna

Ridhmedia
04/01/20, 05:32 WIB

Ridhmedia - Agaknya perdebatan antara Indonesia dan China terkait dengan status perairan Natuna di Kepulauan Riau masih belum menemui titik terang. Pasalnya, protes Indonesia atas masuknya puluhan kapal China ke Laut Natuna pada bulan lalu justru dibalas keras oleh Beijing.

Dalam keterangannya, juru bicara kementerian luar negeri China, Geng Shuang bahkan menolak mentah-mentah argumen pemerintahan Indonesia yang menyebutkan bahwa 'tidak ada dasar hukum' bagi Beijing untuk memasukkan kapalnya ke Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

"Posisi dan proposisi China (sudah) mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS (Konvensi Amerika Serikat tentang Hukum Laut). Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas 'relevant waters'," ujar Geng seperti dilansir oleh Radio Free Asia pada Kamis (2/1).

Tidak hanya itu, dalam pernyataan yang disampaikannya pada Kamis (2/1), Geng pun secara tegas menyatakan bahwa putusan organisasi atau negara mana pun atas putusan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal, serta tidak berlaku.

"Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal, dan tidak berlaku dan kami telah lama menegaskan bahwa China tidak menerima atau mengakuinya. Pihak China dengan tegas menentang negara, organisasi, atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk 'melukai' kepentingan China," lanjut Geng.

Sementara perselisihan antara pemerintahan China dan Indonesia ini dimulai pada Senin (31/12) lalu, yaitu ketika para pejabat Indonesia memanggil Duta Besar China, Xiao Qian pada Senin (31/12) lalu. Pemanggilan ini tidak lain terkait dengan konfirmasi yang didapatkan pemerintahan Indonesia atas masuknya 63 kapal penangkap ikan dan dua kapal penjaga pantai China yang berlayar di Pulau Natuna sejak 19 Desember lalu.

Namun, keesokan harinya, Geng justru mengatakan pada konferensi pers bahwa China memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha (nama China untuk Kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut China Selatan) dan memiliki hak kedaulatan dan yurisdiksi atas 'relevant waters' di dekat Kepulauan Nansha.

"China memiliki hak historis di Laut China Selatan dan nelayan China telah lama terlibat dalam kegiatan perikanan yang 'legal dan sah' di perairan dekat pulau-pulau itu," ujar Geng kepada awak media.

Namun, pada hari Rabunya (1/1), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia lantas membalas Geng dengan mengeluarkan pernyataan yang menolak klaim historis China atas ZEE yang memberikan alasan bahwa nelayan telah lama aktif di perairan tersebut.

Dalam argumennya, Kemenlu Indonesia pun menggunakan dasar aturan UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa tidak ada istilah 'relevant waters' seperti yang diklaim China serta klaim historis atas ZEEI adalah tidak berdasar hukum.

"Klaim historis RRT (Republik Rakyat Tiongkok) atas ZEEI dengan alasan bahwa para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982. Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah 'relevant waters' yang diklaim oleh RRT karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982," tulis pemerintahan Indonesia seperti dilansir dari situs Kemenlu.[akc]
Komentar

Tampilkan

Terkini