RIDHMEDIA - Bentrokan dua kelompok massa terjadi di depan pabrik milik China, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Desa Puurui Kecamatan Morosi Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Rabu (29/1).
Satu orang dilaporkan terluka dalam insiden tersebut. Sementara itu satu unit alat berat jenis eskavator dirusak.
Dari informasi yang dihimpun, bentrok berawal saat ratusan massa Konsorsium Mahasiswa Sulawesi Tenggara Bersatu dan Karyawan PT Andalniaga Boemih Energy (PT ABE) menggelar demo di depan pabrik PT VDNI. Massa PT ABE berusaha menutup jalan akses ke pabrik.
Upaya menutup jalan menggunakan alat berat kemudian dihalau oleh massa lainnya dari pekerja PT VDNI. Bentrokan tak terelakkan. Massa saling lempar batu, menggunakan panah dan senjata tajam. Ekskavator yang ditinggalkan operator, dirusak massa.
Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Nur Akbar menyatakan tuntutan massa aksi mendesak PT Konawe Putra Propertindo (KPP) untuk segera membayar utang pembuatan jalan kepada PT Andalniaga Boemih Energy (PT ABE). Adapun KPP, kini telah dikuasai PT VDNI.
Ia mengaku polisi sempat memediasi demonstrasi tersebut namun massa tidak menerima.
"Pada pukul 11.00 Wita pengunjuk rasa mulai melakukan provokasi. Terjadi aksi saling lempar antara pengunjuk rasa dengan karyawan PT VDNI dengan menggunakan batu dan busur serta petasan," katanya.
Akibat bentrokan itu, satu orang massa dari PT ABE bernama Nardi, dikeroyok oleh karyawan PT VDNI hingga babak belur.
"Korban diamankan dan dibawa ke Polres Konawe. Sampai saat ini situasi sudah bisa dikendalikan oleh personel Polres Konawe," tambahnya.
Sebelumnya, dua kelompok massa ini pernah terlibat bentrokan dalam tuntutan yang sama pada Senin (20/1).
Utang Piutang
Bentrok antara dua kubu ini diduga berpangkal utang piutang antara perusahaan asal China dan pengusaha lokal, PT ABE.
Humas PT ABE Muh Rianto Ali menyebut pihaknya terpaksa mengerahkan massa dan pekerja untuk mendesak PT KPP melunasi tunggakan utang sebesar Rp 14 miliar atas pembangunan jalan sepanjang 18 kilometer.
Ia menyebut, PT ABE menjadi kontraktor pengerjaan jalan yang dipercayakan oleh PT KPP pada 2013 lalu.
Meski demikian, kerja sama itu dalam bentuk kesepakatan dan tak ada kontrak. Namun sebagai bukti, kata Rianto, KPP telah mengakui utang tersebut berdasarkan surat pengakuan utang Nomor: 002/X/KPP/2015 yang diteken oleh Direktur Utama PT KPP Huang Zuo Chao.
Namun, dalam surat pengakuan utang itu, PT KPP hanya mau membayar sebanyak Rp 4,5 miliar. Nominal ini dianggap tidak sesuai dengan volume pekerjaan dan biaya yang dikeluarkan selama ini oleh PT ABE.
"Sudah lima kali kami menagih tunggakkan Rp 14 miliar, namun belum juga direspons hingga jalan hauling yang kami kerjakan telah digunakan oleh PT VDNI saat ini," katanya.
Ia melanjutkan, dalam surat pengakuan utang itu, PT KPP baru akan membayar tunggakan setelah menerima pembayaran ketiga sebesar Rp 30 miliar dari PT VDNI atas akta perjanjian pengikatan jual beli lahan di kawasan industry Nomor 65 tanggal 30 Maret 2015.
Sementara Kepala pengawas PT KPP Andriawan yang ditemui di lokasi mengakui utang piutang antara perusahaannya tempat bekerja dengan PT ABE. Hanya saja, pembicaraan soal pekerjaan berikut jumlah kontraknya disebut merupakan wewenang atasannya di China.
Andriawan juga mengatakan bahwa tertundanya pembayaran utang ke PT ABE karena pihaknya masih menunggu pembayaran dari PT VDNI.
"Hanya itu informasi yang saya ketahui," tutur Andriawan pada Senin (20/1).
Dari pihak PT VDNI belum memberikan keterangan soal bentrokan hingga utang piutang dimaksud. Namun, pada Senin (20/1), Deputi Branch Manager PT VDNI Chairrulah Widjan mengaku tidak bisa berbicara banyak karena yang mengetahui kerja sama kedua perusahaan asal China itu adalah manajemen pusat.
"Itu sejak zaman dulu sudah seperti itu. Kerja sama KPP dan VDNI pembangunan jalan hauling itu kantor pusat yang ketahui. Kita hanya jalankan pabrik," tuturnya kala itu. [cnn]