Ridhmedia - Pemerintah akan mengirim sebanyak 120 nelayan dari Pantura ke perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kebijakan tersebut diambil Menko Polhukam, Mahfud MD untuk membatasi gerak kapal nelayan asing di perairan Natuna. Kekinian, kapal nelayan China ditemukan beroperasi di Natuna Utara.
Anggota Komisi IV DPR, Ono Surono mengingatkan tidak mudah bagi Mahfud untuk melakukan idenya itu.
Terutama, setelah ada kebijakan Kementeri Kelautan dan Perikanan (KKP) era Susi Pudjiastuti yang membatasi ukuran kapal nelayan yang boleh beroperasi yaitu di bawah 150 grosston.
"Pasca kebijakan dicabutnya izin kapal perikanan skala besar, dilarangnya transhipment di tengah laut dan pembatasan kapasitas kapal ikan maskimal 150 grosston," ujar Ono kepada wartawan, Senin (6/1).
"Bagi kapal perikanan asal pantura Jawa, melakukan operasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE tidaklah mudah. Diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama," katanya menambahkan.
Susi Pudjiastuti pun berang. Dalam cuitan di akut Twitter @susipudjiastuti, dia menyebut Ono melakukan pembohongan publik.
Jika ditelusuri kebelakang, memang peraturan pembatasan ukuran kapal terjadi saat Susi menjadi menteri. Tepatnya, sejak Januari 2016.
Aturan yang dimaksudkan sesuai dengan Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Nomor: D.1234/DJPT/PI.470. D4/31/12/2015 tentang Pembatasan Ukuran Kapal Perikanan.
Hingga saat ini, aturan itu belum dicabut dan masih berlaku moratorium kapal ikan untuk ukuran tangkap maksimal 150 grosston dan kapal angkut 200 grosston.
Sementera, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo masih mempertimbangkan pencabutan surat edaran tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, mengungkapkan kemungkinan di wilayah Natuna akan bisa dioperasikan kapal di atas 150 grosston. Catatannya, seluruhnya harus kapal buatan dalam negeri. [rm]