Oleh: Rini Ummu Ihya (Pemerhati Sosial)
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan penghargaan Adikarya Wisata 2019 kepada diskotek Colosseum 1001. Pelaksana tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, Alberto Ali mengatakan ada tiga alasan mengapa Colloseum 1001 menang. Pertama, karena dedikasinya, kedua kinerjanya dan ketiga, kontribusi terhadap pariwisata Jakarta. (antaranews.com, 6/12/2019).
Penghargaan tersebut menuai sorotan warga di dunia maya. Pemberian penghargaan ini dipertanyakan oleh warganet. Pasalnya Colloseum Club 1001 termasuk dalam bisnis Alexis Group, sama dengan Alexis Hotel yang ditutup Gubnernur Anies Baswedan tahun lalu.
Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif menilai, pemberian penghargaan tersebut keliru. Slamet mengatakan tempat seperti diskotek sendiri bertentangan dengan norma agama dan kearifan lokal.
Penghargaan kepada Colosseum 1001 pun resmi dicabut. Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, pemberian penghargaan tersebut merupakan keputusan yang fatal. Sebab, BNN DKI pernah menemukan narkoba di diskotek tersebut. Anies mencopot Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setelah kasus penghargaan Adikarya Wisata 2019 untuk diskotek Colosseum.
Front Pembela Islam (FPI) meminta Pemprov DKI untuk tak lagi memberi izin kepada wisata yang bersifat hedonisme. Mereka sempat mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk ingat alasan umat Islam memilih dirinya pada Pilgub 2017. (news.detik.com, 17/12/2019).
Diskotek Eksis Buah Kapitalis
Pemberian penghargaan terhadap diskotek, apalagi kesalahan dalam pemberian penghargaan ini bisa saja terulang. Sebenarnya kesalahan pemberian penghargaan terhadap diskotek bukan hanya terbatas masalah teknis, tetapi masalah sistemik yang sudah berakar dari negari ini.
Sistem pengaturan negeri ini berasas kapitalis sekuler. Paham yang memandang bahwa urusan dunia tidak perlu ada campur tangan agama. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini menghendaki manusia bebas mengatur hidupnya. Paham sekuler juga memandang bahwa nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal manusia, bukan berdasar wahyu Allah swt.
Paham sekuler sangat berbahaya bagi umat Islam. Di satu sisi mengaku beragama Islam tetapi di sisi lain tidak mau kehidupannya diatur oleh Islam. Tak heran bila diskotek tidak masuk daftar tempat terlarang. Justru masuk daftar tempat menghasilkan uang. Berjasa pada negara, menyerap tenaga kerja, menyumbang pajak dan devisa dari wisatawan manca negara.
Diskotek Haram dalam Islam
Islam memandang diskotek sebagai tempat yang diharamkan. Namun, faktanya diskotek legal di negeri ini karena dianggap bermanfaat bagi perekonomian. Masuknya diskotek dalam daftar usaha pariwisata bukti kesalahan sistem (Permen Pariwisata No. 18/2016). Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan hidup para pemimpin negeri ini.
Siapa pun yang menjadi pemimpin meski taat beragama tidak akan bisa melarang diskotek. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kepemimpinan yang ideal tidak cukup hanya dengan baik agamanya saja, melainkan harus pula didukung sistem yang baik.
Dalam sistem Islam diskotek tidak akan eksis karena tempat semacam itu sangat dekat dengan kemaksiatan. Campur baur pria-wanita, miras, narkoba dan prostitusi semuanya mustahil dihindari dari tempat yang namanya diskotek.
Khilafah Islamiyah akan menutup tempat-tempat sumber kemaksiatan. Dalam sistem Islam, tidak akan mungkin kita jumpai diskotek termasuk tempat maksiat lainnya. Tempat hiburan tidak akan menjadi sumber pemasukkan di dalam negara Islam.
Setidaknya ada tiga sumber pemasukan dalam negara yang menerapkan Islam. Pertama, dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti batu bara, minyak bumi, emas, perak, dan lain-lain. Dalam hal ini negara tidak boleh menyerahkan kepengurusannya kepada swasta apalagi asing seperti yang terjadi sekarang ini. Kedua, dari pengelolaan fa'i, kharaj, ghonimah, dan jizyah serta harta milik negara lainnya. Ketiga, dari harta zakat.
Wallahu a’lam
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan penghargaan Adikarya Wisata 2019 kepada diskotek Colosseum 1001. Pelaksana tugas Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, Alberto Ali mengatakan ada tiga alasan mengapa Colloseum 1001 menang. Pertama, karena dedikasinya, kedua kinerjanya dan ketiga, kontribusi terhadap pariwisata Jakarta. (antaranews.com, 6/12/2019).
Penghargaan tersebut menuai sorotan warga di dunia maya. Pemberian penghargaan ini dipertanyakan oleh warganet. Pasalnya Colloseum Club 1001 termasuk dalam bisnis Alexis Group, sama dengan Alexis Hotel yang ditutup Gubnernur Anies Baswedan tahun lalu.
Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif menilai, pemberian penghargaan tersebut keliru. Slamet mengatakan tempat seperti diskotek sendiri bertentangan dengan norma agama dan kearifan lokal.
Penghargaan kepada Colosseum 1001 pun resmi dicabut. Menurut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, pemberian penghargaan tersebut merupakan keputusan yang fatal. Sebab, BNN DKI pernah menemukan narkoba di diskotek tersebut. Anies mencopot Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan setelah kasus penghargaan Adikarya Wisata 2019 untuk diskotek Colosseum.
Front Pembela Islam (FPI) meminta Pemprov DKI untuk tak lagi memberi izin kepada wisata yang bersifat hedonisme. Mereka sempat mengingatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk ingat alasan umat Islam memilih dirinya pada Pilgub 2017. (news.detik.com, 17/12/2019).
Diskotek Eksis Buah Kapitalis
Pemberian penghargaan terhadap diskotek, apalagi kesalahan dalam pemberian penghargaan ini bisa saja terulang. Sebenarnya kesalahan pemberian penghargaan terhadap diskotek bukan hanya terbatas masalah teknis, tetapi masalah sistemik yang sudah berakar dari negari ini.
Sistem pengaturan negeri ini berasas kapitalis sekuler. Paham yang memandang bahwa urusan dunia tidak perlu ada campur tangan agama. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini menghendaki manusia bebas mengatur hidupnya. Paham sekuler juga memandang bahwa nilai baik dan buruk ditentukan oleh akal manusia, bukan berdasar wahyu Allah swt.
Paham sekuler sangat berbahaya bagi umat Islam. Di satu sisi mengaku beragama Islam tetapi di sisi lain tidak mau kehidupannya diatur oleh Islam. Tak heran bila diskotek tidak masuk daftar tempat terlarang. Justru masuk daftar tempat menghasilkan uang. Berjasa pada negara, menyerap tenaga kerja, menyumbang pajak dan devisa dari wisatawan manca negara.
Diskotek Haram dalam Islam
Islam memandang diskotek sebagai tempat yang diharamkan. Namun, faktanya diskotek legal di negeri ini karena dianggap bermanfaat bagi perekonomian. Masuknya diskotek dalam daftar usaha pariwisata bukti kesalahan sistem (Permen Pariwisata No. 18/2016). Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan hidup para pemimpin negeri ini.
Siapa pun yang menjadi pemimpin meski taat beragama tidak akan bisa melarang diskotek. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kepemimpinan yang ideal tidak cukup hanya dengan baik agamanya saja, melainkan harus pula didukung sistem yang baik.
Dalam sistem Islam diskotek tidak akan eksis karena tempat semacam itu sangat dekat dengan kemaksiatan. Campur baur pria-wanita, miras, narkoba dan prostitusi semuanya mustahil dihindari dari tempat yang namanya diskotek.
Khilafah Islamiyah akan menutup tempat-tempat sumber kemaksiatan. Dalam sistem Islam, tidak akan mungkin kita jumpai diskotek termasuk tempat maksiat lainnya. Tempat hiburan tidak akan menjadi sumber pemasukkan di dalam negara Islam.
Setidaknya ada tiga sumber pemasukan dalam negara yang menerapkan Islam. Pertama, dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti batu bara, minyak bumi, emas, perak, dan lain-lain. Dalam hal ini negara tidak boleh menyerahkan kepengurusannya kepada swasta apalagi asing seperti yang terjadi sekarang ini. Kedua, dari pengelolaan fa'i, kharaj, ghonimah, dan jizyah serta harta milik negara lainnya. Ketiga, dari harta zakat.
Wallahu a’lam