Ridhmedia - Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa armada Coast Guard dan kapal-kapal nelayan Republik Rakyat China hanya sekadar berada di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) Indonesia dipandang sebagai sikap permisif atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan China.
Tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri mengatakan, benar bahwa kapal-kapal China tidak memasuki wilayah kedaulatan Indonesia di perairan Natuna. Namun kehadiran kapal-kapal negara komunis itu di perairan ZEE Indonesia terjadi karena China melanggar UNLCOS 1982 dan menolak hasil Tribunal Permanent Court of Arbitration (PCA) tahun 2016.
“Ini jelas aksi China yang mengabaikan dan dengan sengaja melanggar hukum internasional. Ini mengganggu stabilitas di kawasan,” ujar Rachma, Rabu (8/1). Rachma menambahkan, pernyataan tersebut yang disampaikan ketika berkunjung ke Natuna pada Rabu siang (8/1) bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang disampaikan usai rapat di Kementerian Polhukam hari Jumat pekan lalu (3/1).
Usai rapat yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim China yang digambarkan dengan sembilan garis-putus atau nine dashed-lines karena itu bertentangan dengan UNCLOS 1982. “Sikap itu ditegaskan lagi dalam pernyataan pers tahunan Menlu tadi pagi (Rabu, 8/1),” katanya lagi.
Di sisi lain, masih menurut Rachma, hal itu berpotensi menciderai perasaan komunitas ASEAN yang juga menjadi korban arogansi dan agresivitas China di kawasan. Rachma mengingatkan, sebagaimana ditegaskan oleh Bung Karno, Indonesia menganut politik bebas aktif dan merupakan negara non-blok.
“Seharusnya kita mengecam aksi sepihak China yang melanggar UNCLOS 1982 dan membangun pangkalan militer di perairan itu. Bukan malah permisif dan menganggap ini hal biasa,” demikian Rachma. [mc]